"Masuk, Dar."
Dara memilih masuk ke dalam rumah Langit. Awalnya, ia tak ingin menginap di sini, karena takut merepotkan. Ia juga tak enak tinggal di rumah laki-laki.
Tapi, Langit bilang, ada Bi Asih—Asisten rumah tangga di rumah Langit. Jadi, Dara tak perlu khawatir soal itu.
"Laper gak?" tanya Langit saat Dara sudah duduk di sofa.
Dara menggeleng.
"Udah ngantuk? Mau tidur sekarang? Ayo gue anter ke kamar—"
"Cakra mana, Lang?"
Langit langsung menghentikan pertanyaanya. Cowok itu menatap Dara dengan pandangan yang sulit diartikan. Setelahnya, Langit berdehem pelan. "Di kamarnya."
"Oh, ini serius gue gak ngerepotin nginep di sini?" tanya Dara.
"Enggak, Dar. Ayo ke kamar tamu, lo harus istirahat."
Dara beranjak, gadis itu berjalan mengikuti langkah Langit. Ketika keduanya sudah sampai, Langit berbalik menatap Dara. "Jangan nangis kayak tadi, Dar. Gue gak suka."
"Iya."
"Jangan nangis di pelukan cowok lain juga. Cukup sama gue aja."
Dara mendorong pundak Langit kesal. "Apaan, sih? Awas ah, gue mau tidur!"
Langit tertawa. Tangannya terulur mengacak puncak kepala Dara dengan gemas. "Selamat tidur, Dara. Semoga suatu hari nanti, gue ngucapin gitu saat kita ada di atas kasur yang sama, terus—"
"Bibir lo belum pernah kena gampar, ya?" Dara mengangkat satu tangannya bersiap menggampar Langit.
Langit sontak menutup mulutnya dengan kedua tangan. "Jahat banget, lo."
Dara tertawa pelan. Dara berjinjit, tangannya terulur mengacak puncak kepala Langit dengan pelan. "Muka lo pucet, Lang. Tidur sana."
Langit perlahan menurunkan tangannya. Ia melongo melihat Dara yang tiba-tiba lembut begitu.
Jantungnya berdetak tak karuan. Bibirnya tak kuasa menahan senyum.
"Lo pendek banget, Dar," ucap Langit berusaha mengalihkan rasa deg-degannya.
Dara menurunkan tangannya dan berhenti berjinjit. Gadis itu menatap Langit tajam, "Ngomong sekali lagi."
"Gue mau ke kamar. Dah!" Langit langsung berlari meninggalkan Dara yang tertawa.
Saat Dara akan masuk ke dalam kamar tamu, bahunya ditepuk seseorang. Gadis itu sontak mengurungkan niatnya.
"Cakra? Eh, maksud gue, Kak Cakra?"
Cakra, cowok itu menatap Dara dan tersenyum tipis. Tangannya terulur menggenggam tangan Dara dan menariknya ke arah luar.
"Gue mau ngobrol sebentar," ucapnya saat mereka sudah duduk di teras rumah.
Dara menatap ke arah Cakra. Gadis itu mengangguk, "Kenapa?"
"Gini, Dar, dulu … Gue, Langit, sama Sonya, kita itu sahabatan."
Dara memejamkan matanya kuat kala mendengar nama Sonya. Gadis itu memilih membuang arah pandangnya.
"Lo tahu kan, istilah Cowok gak akan mungkin sahabatan sama cewek. Salah satu di antaranya, pasti punya perasaan lebih. Dan itu terjadi sama kita bertiga. Tapi, Ketika kita udah beranjak remaja, Langit berani ungkapin perasaanya sama Sonya. Sedangkan gue, gue masih bertahan mendem perasaan gue waktu itu."
"Gue marah sama Langit. Gue anggap dia udah rebut Sonya dari gue. Padahal nyatanya, Langit gak pernah rebut Sonya dari gue. Mereka saling suka, mereka saling Cinta."
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Dara [End]
Ficção AdolescenteBahkan, hubungan yang awalnya baik-baik saja pun akan berubah tanpa pernah diminta, disadari, dan diharapkan. Kehadiran orang-orang baru di lingkungannya, akan membuat mereka lupa pada lingkungan lama yang pernah ia tempati juga. Setelah orang itu h...