Part 24

32K 3.8K 422
                                    

"Bangga gue sama lo, Lang."

"H-Hah?"

Langit mengerjapkan matanya beberapa kali. Cowok itu meringis kemudian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Dar, jangan bikin gue lompat-lompat kayak monyet di koridor gini, deh," ucap Langit.

Dara mengerutkan alisnya. Gadis itu menghentikan langkah dan langsung berbalik menatap Langit.

Langkah Langit ikut berhenti. Cowok itu juga menatap Dara sekarang. "Kenapa berhenti?"

"Maksud lo lompat-lompat apaan, deh?" tanya Dara mengabaikan pertanyaan Langit.

"Itu … gue kan kalau lo ngomong, terus omongannya bikin seneng suka pengen lompat. Gatau kenapa, tapi sering-sering deh bikin gue seneng, Dar. Lumayan, buat pertumbuhan. Siapa tahu gue makin tinggi karena keseringan lompat."

Dara tertawa, bukan karena ucapan Langit. Tapi karena pembawaannya berbicara itu terdengar sagat lucu. Terlalu banyak huruf R.

Apa Langit tidak sadar diri? Sudah tahu cadel, hobi sekali membuat lidahnya ribet karena tidak pernah memilih kata yang sesuai.

"Gue lucu ya? Kok ketawa?" tanya Langit seraya tersenyum dan mencolek dagu Dara dengan genit.

Dara meletakan kedua tangannya di pinggang. Matanya menatap Langit masih dengan tawa yang tak juga pudar. "Lo sadar gak sih, Lang?"

"Sadar. Sadar banget kalau gue suka, Sayang, cinta banget sama lo."

"Eh, lebay, ya? Bodoamat deh. Buat memori di masa depan. Buat topik pembicaraan ke anak cucu kalau gue  bucin sama cewek yang namanya Dara," sambung Langit.

Dara memukul lengan Langit. Gadis itu masih tertawa. "Bukan itu, ih."

"Apa atuh sayangku?"

"Lo lain kali kalau ngomong pinter-pinter pikir kata deh, Lang. Gue kasian sama lidah lo, gak bisa nyebut R dengan maksimal tapi malah lo paksain. Tapi lucu banget tau," ucap Dara yang entah kenapa sulit sekali untuk berhenti tertawa.

"Yaudah kalau lucu, gak mau pilih kata. Biar lo ketawa terus kayak sekarang. Kan gue seneng liatnya," jawab Langit seraya mengacak puncak kepala Dara dengan senang.

Ah, hatinya berbunga-bunga melihat Dara tertawa sampai tidak berhenti begini.

Apalagi, alasan Dara tertawa dirinya. Ternyata, jadi cadel ada untungnya. Ia jadi bisa membuat gadisnya tertawa hanya karena hal sederhana yang bahkan tidak ia sadari.

"Eh tapi, gue beneran bangga lo sama lo, Lang. Gue kira, lo bakal balik lagi sama Sonya. Secara nih, ya … dia kan lebih cantik dari gue, dulu, Cakra juga lebih milih dia kan dari pada gue. Tapi—"

"Tapi sayangnya gue lebih milih lo. Udah ah, gak usah bahas dia. Mending kita ke kantin, yuk. Sini Sayang, Aa Langit ketekin." Langit langsung merangkul Dara dan menjepit gadis itu di ketiaknya.

Kemudian, ia membawa Dara berjalan ke arah kantin tanpa perduli tatapan orang-orang yang tertuju pada mereka.

Mungkin, mereka aneh melihat Dara banyak tertawa begini. Dara kan, jarang ketawa, mentok-mentok cuman senyum.

Bisanya, suka pasang muka kalem, santai, dan antek-anteknya.

"Ketek gue wangi, ya, Dar? Kemarin baru mandi kembang tujuh rupa. Ilmu buat melet lo itu," ujar Langit.

"Wangi banget, Lang. Wangi bangke," jawab Dara. Namun, gadis itu seperti tak ada niat untuk melepas rangkuman Langit di bahunya.

Sampai mereka tiba di kantin, Langit baru melepas rangkulannya dan ikut bergabung bersama Pandu dan juga Tora.

Langit Dara [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang