Part 32

26.3K 3.8K 1.7K
                                    

Perasaan Langit mulai tak tenang setelah Dara mengucapkan kalimat, kalau udah bosen, bilang, ya. Bahkan, setelah mereka duduk di warung tempat jualan mie ayam pun, Dara masih terlihat tenang.

Seolah-olah apa yang Langit lakukan selama ini tidak ada apa-apanya. Dia berkata begitu, kemudian mengajak Langit ke sini.

Sampai sini, Dara masih bertingkah biasa dan juga sesekali bercanda bersamanya.

Namun, Langit justru merasakan hal yang berbeda. Ia tahu Dara marah, tapi tidak mau berbicara. Langit juga tahu Dara ingin penjelasan, tapi ia tak memaksa dan masih memilih diam dan pura-pura tak terjadi apa-apa.

"Gelangnya masih dipake?" Langit tersenyum melihat gelang yang ia beri pada Dara masih setia melingkar di tangan gadis itu.

"Iya. Suka aja." Dara tertawa seraya menatap ke arah benda itu.

Langit mengigit bibir bawahnya. Tangannya terulur meraih tangan Dara dan menggenggamnya. "Maaf ya, gue gak bilang soal gue yang tiba-tiba keluar sekolah. Tau-tau sekarang udah mau mulai syuting film pertama. Harusnya, lo jadi orang ketiga setelah Bokap sama Bang Cakra yang tahu soal ini, tapi lo malah jadi orang terakhir yang tahu. Dan gue yakin, pasti lo juga udah tahu ini dari orang lain, kan?"

"Gak papa. Gak semua jalan hidup lo bisa lo bagi ke gue, Lang. Biarpun gue pacar lo, bukan berarti gue berhak tahu semuanya." Dara menarik tangannya yang di genggam Langit.

Gadis itu memilih menatap ke daftar menu. "Eh, mau makan apa?" tanya Dara.

"Lo pasti kecewa banget sama gue, kan?"

Dara mengerutkan alisnya. "Enggak, kok. Kecewa kenapa?"

"Karena gue … udah ingkar janji. Waktu kita putus, gue janji sama diri gue kalau lo bakal jadi orang ketiga yang gue datengin setelah Papa sama Bang Cakra. Tapi kenyataannya …."

"Udah, Lang. Semuanya udah lewat. Lagian gue gak masalah kok. Lo juga ada di sini sekarang. Gue gak maksa lo buat ketemu gue, kan? Yaudah, gak usah dipikirin." Dara tertawa pelan.

Langit menghela napasnya. Ia hendak menggenggam tangan Dara lagi. Namun, gadis itu malah menyimpannya ke pahanya sendiri bermaksud menghindari Langit.

Iya, Langit tahu Dara marah.

"Mau makan apa?" tanya Dara lagi.

"Mie ayam bakso aja." Langit pasrah, ia tahu apa yang dia lakukan memang salah.

Dia terlalu terpesona dengan Anara sampai ia lupa ada orang yang sudah membantunya bisa sampai ke tahap ini.

Langit menganggap Anara orang baik yang sudah membantunya selama pelatihan. Dirinya mulai nyaman hanya karena kelembutan yang gadis itu punya.

Sampai-sampai Langit lupa, orang yang yang membantunya bisa sampai ke tempat itu adalah Dara.

***

Mobil milik Langit berhenti tepat di depan rumah Dara. Cowok itu merasa hatinya tak rela melihat mereka yang berubah menjadi sangat canggung begini.

Padahal, pertemuan yang Langit harapkan adalah Dara tersenyum dengan bangganya atas apa yang Langit capai sekarang. Dan Langit akan ikut tersenyum bangga karena Daralah orang yang sudah membuatnya berada di sini.

Tapi sayangnya, semua bertolak belakang. Ini semua salahnya sendiri. Dara mungkin memang tersenyum, tapi Langit yakin ada rasa kecewa di dalam dirinya yang tak mau ia ungkapkan pada Langit.

"Dar, kalau lo marah, marah aja. Ngomong panjang lebar sama gue. Gue gak suka kita satu mobil tapi kayak orang asing gini. Kita bercanda, tapi gak ada yang lucu. Rasanya hambar banget."

Langit Dara [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang