Part 44

33.8K 4.4K 2.5K
                                        

Dara menghela napas. Motornya mogok, dan mau tak mau, dia harus mendorong motornya sampai ke bengkel.

Orang-orang yang melihat Dara mendorong motor, bukannya membantu malah menonton.

Dara berdecak sebal kala tak mendapatkan satupun bengkel terdekat.

Ia memilih berhenti sebentar kala melihat halte. Tangannya terulur menyentuh kresek bakso yang tak lagi hangat.

Dara meraih ponselnya. Ini sudah jam 11 siang, cuaca tengah panas-panasnya. Dan Dara harus mendorong motor begini? Sendirian? Ya enggak masalah, tapi kaki Dara juga pegel!

"Hallo, bisa ke sini, gak? Iya nanti gue share location. Motor gue mogok."

"Iya, gue ke sana."

Setelah itu, Dara memilih mengirim lokasinya. Sambil menunggu, ia memilih duduk di halte yang sangat sepi ini.

Matanya menatap ke arah jalanan yang tidak terlalu ramai kendaraan.

Sampai tiba-tiba, sebuah mobil berwarna hitam, berhenti tepat di depannya.

Seorang cowok dengan t-shirt hitam yang menampakan tato dibagian lengan putihnya turun.

Dara berdecak sebal.

Cowok itu melangkah ke arah Dara dan berdiri di depannya. Ia menunduk. "Nomor gue kok di block, sih?"

"Lo gak penting."

Saddam. Dia tertawa, cowok itu memilih berjongkok di depan Dara yang tengah duduk.

Wajahnya mendongak, "Lagi nunggu bus? Tapi kan itu motor lo? Motornya mau dimasukin ke bus juga?" tanya Saddam.

"Jangan jongkok di situ bisa gak, sih?" tanya Dara.

Bukannya menurut, Saddam malah semakin maju dan tersenyum menatap Dara yang menunduk. "Dilihat dari bawah lo cantik, ya?"

Dara tak menjawab. Dia memilih menatap ke arah jalanan berharap Reza segera datang.

Dara segera bergeser merasa risih dengan Saddam yang masih anteng menatap wajah Dara tanpa jeda.

Cowok itu tertawa kemudian beranjak. "Nungguin siapa sih? Doi?" tanya Saddam.

"Lo kenapa sih? Sok akrab banget tahu, gak?"

"Biarin, setiap orang kan punya cara masing-masing buat deketin cewek. Iya gak?" Saddam menaik turunkan alisnya.

Ia duduk di samping Dara. "Gue udah minta izin loh sama Anara, dia bilang gak papa. Katanya, Dara baik, lagian gue juga udah gak ada hubungan apa-apa sama dia. Gue izin sama dia, bukan berarti gue masih ada perasaan ya.  Takutnya lo gak percaya gitu sama gue, gue—"

"Saddam! Diem deh. Pusing nih kepala gue!" Dara menatap Saddam dengan kesal.

Saddam tersenyum lebar. "Jantung gue langsung kedengaran serr waktu lo sebut nama gue. Lagi dong."

Dara menghela napasnya. Reza ke mana? Lama sekali!

Jari telunjuk Saddam menusuk-nusuk pipi Dara. Bibir cowok itu mengerucut seiring dengan tusukan pada pipi gadis itu.

Dara menepisnya. "Ngapain, sih? Gue gampar, nih!" Dara menunjukan kepalan tangannya pada Saddam.

"Yaudah, nih." Saddam menunjuk pipinya sendiri.

Plak!

Saddam menelan ludahnya saat merasakan perih dibagian pipinya.

Baru kali ini dia nekat mendekati cewek galak begini. Padahal, tipe-tipe Saddam ya semacam Anara. Wangi, cantik, Cerewet, manja, lemah lembut, maunya peluk-peluk Saddam terus.

Langit Dara [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang