Langit : Dar, tadi kata Reza, lo pulang malam ini, ya? Gue gak sabar ketemu sama lo besok hehe
Langit : Hati-Hati di jalan. Jaga hati jaga jalan. Eh, gimana-gimana? Maaf-maaf terlalu excited :3
Langit menguap. Cowok itu menatap ke arah jam dinding. Sudah pukul 8 malam. Cowok itu tengah berbaring di kamarnya.
Menatap ponselnya sekali, kemudian kembali menguap. Tanpa sadar, Langit tertidur tanpa mematikan ponselnya terlebih dahulu.
Di bawah sana, Cakra masih setia perang dingin dengan Papanya. Cowok itu sama sekali tak menghiraukan keberadaan Papanya yang tengah duduk di ruangan yang sama.
"Kamu kenapa, Cak? Papa ada salah? Dari kemarin diemin Papa terus."
Cakra meliriknya sekilas sebelum kembali menatap ke arah televisi. "Berhenti egois, Pa. Selama ini, Cakra udah terlalu lama sakitin Langit. Dan sekarang, Papa malah bikin Langit sedih gara-gara Papa terang-terangan bilang kalau Papa gak suka sama Dara."
"Papa enggak tahu Dara kayak gimana. Papa juga enggak tahu gimana bahagianya Langit kalau lagi sama Dara. Cakra Abangnya langit, Pa. Cakra gak suka lihat Langit banyak diem dan iya-iya aja nurutin apa kata Papa."
Cakra menarik napasnya dan mengembuskannya pelan. "Berhenti perlakuin Langit layaknya dia anak kecil. Langit udah dewasa, dia udah ngerti mana yang baik buat dia dan mana yang enggak."
"Papa cuman mau yang terbaik buat anak-anak Papa."
"Buat Langit, enggak buat Cakra. Papa selalu over protektif sama Langit, dan papa enggak pernah kayak gitu sama Cakra." Cakra tertawa mengatakannya.
Ganjar menggeleng. Dia menegakkan tubuhnya. "Kamu itu keras, Cakra. Sama Kayak Papa dulu. Papa tahu kamu itu enggak pernah suka diatur dan lebih paham mana yang baik buat kamu dan yang enggak. Kamu bisa jaga diri kamu sendiri, kamu bisa lawan siapa aja yang halangi jalan kamu."
"Sedangkan langit, dia itu selalu nurut apa kata Papa. Sampai Papa bingung dan takut kalau dia salah jalan nantinya. Papa gak tahu harus pakai cara apa biar bisa tahu apa yang dia mau. Kamu tahu sendiri Langit gimana, Papa bilang A ya dia pasti lakuin A. Papa sayang kalian, mungkin terkesan pilih kasih, tapi Papa cuman mau yang terbaik buat kalian."
"Perhatian Papa ke Langit, bukan semata-mata buat membedakan antara kamu sama dia, Cakra. Penyakit Langit kalau terus menerus dia abaikan, pasti bakal semakin parah nantinya. Papa ingetin dia makan, karena Papa enggak mau apa yang terjadi sama Mama kamu, terjadi sama Langit juga."
Cakra diam. Cowok itu menghela napasnya pelan. Dulu, Mamanya juga sama seperti Langit. Memiliki penyakit yang sama dengan Langit.
Dulu, ia selalu mengabaikan apa kata Dokter. Selalu memakan makanan yang dilarang, selalu telat makan, dan tidak mau mengkonsumsi obat.
Kematiannya tidak langsung menjemput. Tapi penyakit yang di deritanya semakin hari semakin memburuk saja. Walaupun begitu, Ia selalu mengatakan dirinya tidak apa-apa dan masih bisa beraktivitas secara normal. Di saat ia tak lagi kuat menahannya, akhirnya ia pergi meninggalkan Langit, Cakra, dan juga Ganjar.
"Maafin Papa ya, Cak." Ganjar tersenyum tipis.
Cakra mengangguk. Cowok itu beranjak. "Cakra ke atas."
Setelah mengatakan itu, Cakra memilih menaiki anak tangga menuju kamarnya.
Ganjar ikut beranjak. Mematikan televisi dan juga mematikan lampu. Setelah itu, ia ikut ke atas untuk memastikan kedua putranya langsung tidur atau tidak.
Pertama, ia memastikan kamar Cakra. Rupanya, dia langsung tidur. Setelahnya, ia berjalan ke arah kamar Langit yang pintunya masih terbuka lebar.
Matanya menangkap ponsel milik Langit yang masih menyala dan digenggam. Padahal, pemiliknya sudah tidur.

KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Dara [End]
Ficção AdolescenteBahkan, hubungan yang awalnya baik-baik saja pun akan berubah tanpa pernah diminta, disadari, dan diharapkan. Kehadiran orang-orang baru di lingkungannya, akan membuat mereka lupa pada lingkungan lama yang pernah ia tempati juga. Setelah orang itu h...