Part 41

34.2K 4.4K 1.7K
                                    

"Dara biar gue yang anter." Danu menatap ke arah Pandu yang baru saja mengeluarkan motornya dari garasi.

Cowok itu langsung menatap ke arah Dara meminta persetujuan. Dara mengangguk. "Yaudah, Du. Gue sama Danu aja. Dia kan sekalian pulang, kalau gue dianter sama lo, yang ada nanti bulak balik."

Pandu menghela napasnya. Cowok itu memilih menurunkan standar motornya. Kemudian, ia beranjak dan berdiri di depan Dara.

Tangannya terulur menepuk puncak kepala gadis itu. "Yaudah, hati-hati. Jangan nangis lagi, lo kan kuat. Masa buat orang babak belur buat lindungin diri lo sendiri, bisa. Tapi kuatin hati gak bisa, sih?"

"Iya, gue udah gak papa, kok. Udah lega juga."

"Yaudah, sini." Pandu menarik Dara ke dalam pelukannya.

Dara tidak masalah. Karena menurutnya, Pandu adalah sahabatnya.

Sedangkan Pandu, ia melakukan hal ini karena tak suka melihat Dara sedih berkepanjangan.

Dia masih belum mengerti perasaan apa yang sebenarnya ia simpan untuk Dara. Jika dia jatuh cinta, memang iya? Masa sih, Pandu yang bertekad membentengi dirinya agar tidak jatuh cinta sebelum ia mapan, malah menaruh hati pada sahabatnya sendiri?

Tapi, dia juga sering merasakan sakit hati saat Dara bersama Langit. Saat Dara menangis, dan saat Dara pura-pura kuat menghadapi masalah yang terjadi pada gadis itu.

"Yaudah, sana pulang." Pandu melepas pelukannya setelah itu.

Tora menyenggol lengan Danu. Danu ikut melirik Tora. Keduanya tertawa pelan bersamaan.

"EMAK! SI PANDU PELUK-PELUK CEWEK, NIH!" teriak Tora tiba-tiba.

Pandu membelakkan matanya. Cowok itu sontak berlari ke arah Danu dan memeluk cowok itu.

Tak lama, Emak keluar dengan sapu yang berada di tangannya. Matanya melotot.

"Enggak, Mak! Fitnah itu!" pekik Pandu.

Danu berdecak kesal kala pelukan Pandu semakin mengerat. "Awas, anjir! Gue masih doyan cewek!" Danu memaksa Pandu untuk melepas pelukannya.

"Ya Allah, Nak! Ngapain kamu ngumpet di ketek si Danu?" Emak melotot.

Pandu langsung melepaskan pelukannya. Cowok itu menatap Emak. "Enggak, Mak. Si Tora tuh, tukang fitnah. Masa Pandu yang peluk cewek? Mana mungkin! Iya, kan, Dar?" Pandu melotot ke arah Dara meminta pertolongan.

"Tadi Pandu peluk Dara, Mak," jawab Dara.

Emak menatap Pandu tajam. Cowok itu mencebikkan bibirnya sebal. "Iya Mak, iya. Enggak lagi."

Emak menatap Danu, Tora, dan juga Dara secara bergantian. "Kalian mau ke mana? Udah mau maghrib ini."

"Mau pulang, Mak," ucap Danu.

"Pandu, ikut sama si Tora sampai warung depan. Beliin Emak garem sama gula pasir." Emak menyodorkan uang dua puluh ribu pada Pandu.

Pandu menerimanya. "Yaudah, Ayo."

Dara, Tora, dan Danu berpamitan pada Emak. Setelah itu, mereka naik ke atas motor dan memilih meninggalkan kawasan rumah Pandu.

Tora berhenti di warung untuk menurunkan Pandu. Setelahnya, ia langsung melajukan motor untuk pulang ke rumahnya.

Sedangkan di atas motor milik Danu, cowok itu sesekali melirik ke arah Dara lewat kaca spion.

Sepanjang perjalanan, Dara hanya diam tak mengatakan apapun.

"Lo beneran gak mau cerita? Langit, kan?" tanya Danu tiba-tiba.

"Iya. Udah jangan banyak nanya." Dara memilih menatap ke arah jalanan.

Langit Dara [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang