Part 18

38.9K 4.5K 157
                                    

Langit duduk di samping Dara. Di depannya sekarang, sudah tersedia makan siang yang Dara janjikan.

Cowok itu diam beberapa saat melihat masakan pedas di atas piring.

Langit ingin bilang jika dirinya tidak bisa makan ini. Tapi, melihat wajah bahagia Dara, Langit benar-benar tidak tega untuk mengatakannya.

Gak papa, Lang. Lo udah biasa sakit. Lo kuat kok, buktinya sampai sekarang lo masih hidup. Langit menyemangati dirinya sendiri.

"Jadi, kamu satu kelas sama Dara?"

"Iya Om, walaupun sebenernya pengen satu pelaminan, sih. Tapi gak Papa, satu kelas aja dulu. Itung-itung latihan." Langit tertawa pelan mengatakannya.

Dara menggeleng pelan. Sedaritadi, saat ditanya oleh Ragil ataupun Ayu, Langit pasti akan menjawab dengan jawaban melantur.

"Gue lihat-lihat lo sekilas mirip sama Cakra, deh." Reza memicingkan matanya memperhatikan wajah Langit.

"Iya. Sial banget, kan? Padahal kalau misalkan gue bisa request pas di dalam perut, gue pengennya mirip sama Manu Rios aja," jawab Langit.

Dara mencubit perut Langit dengan kesal. Langit tertawa, tangannya terulur mencolek dagu Dara. "Kenapa sih? Gak mau banget mantannya di bawa-bawa ke meja makan."

"Rese banget."

"Enggak rese, kan emang gitu kenyataannya."

"Sudah-Sudah. Ayo makan dulu. Keburu dingin," lerai Ayu.

Dara dan Langit saling tatap. Kemudian, keduanya memilih fokus pada makanan mereka.

Jujur, masakan Ayu ini memang lezat. Langit suka. Namun, perut Langit yang tidak suka.

Setiap menyuap, Langit terus melafalkan doa semoga dirinya baik-baik saja saat pulang nanti.

"Langit, saya izinkan kamu berpacaran dengan anak saya. Tapi itu bukan berarti kamu bisa macam-macam sama anak saya. Saya taruh kepercayaan saya buat kamu jaga Dara."

"Kalian juga harus tahu waktu. Jika waktunya belajar, ya belajar. Jangan campurkan urusan pendidikan sama percintaan kalian."

"Om pernah muda, anak remaja kalau dilarang pasti akan semakin nekat. Jadi, Om akan bebaskan kalian, asal kalian tahu batasan."

Langit dan juga Dara tersedak. Keduanya sontak terbentuk dan mengambil minum dan menegaknya dengan rakus.

Keduanya saling tatap. "Dar, ini gue direstuin atau gimana, sih?" tanya Langit masih kaget.

"Dan kamu, Reza." Ragil menatap ke arah Reza.

"Iya, Pa?"

"Kalau punya pacar, bawa ke rumah. Gak usah sembunyi-sembunyi."

Reza melebarkan matanya. Cowok itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Reza gak punya pacar, Pa."

"Dar, jodohin aja dia sama si Jessica."

"Gak." Dara berdecak kesal. Enak saja! Biar pun dulu Jessica adalah sahabat Dara, tapi sekarang kan tidak lagi.

***

"Kak Reza! Ya Allah, ganteng banget."

Reza membelakkan matanya saat ia membuka pintu. Di sana, ada seorang gadis bertubuh minimalis tengah berdiri seraya melambaikan tangan ke arahnya.

"Ngapain sih, lo?!" Reza menatap galak ke arah Gadis itu.

Dia mencekik sebal. "Galak banget sih. Rena kan cuman mau kasih capcay buatan Rena doang. Kak Reza tahu gak, Rena bikinnya sendiri. Tadi—"

Reza memicingkan matanya memperhatikan pergelangan tangan gadis itu yang terlihat lecet. Kemudian, Reza berjalan mendekat.

Tangannya terulur menyingkap rambut gadis itu yang menghalangi bagian rahangnya. "Kak—"

"Nyusahin." Reza langsung menarik gadis itu masuk ke dalam rumah.

"Kak, Rena gak Papa. Ini cuman—"

"Cuman disiksa sama Mama tiri lo lagi?"

Rena memilih bungkam. Reza menyuruh gadis itu duduk di kursi. Tak lama setelahnya, Reza menaiki anak tangga dan pergi entah ke mana.

Rena memperhatikan rumah ini dengan tatapan kagum.

"Lo siapa?" Pertanyaan itu meluncur dengan mulus dari seorang gadis berpenampilan seperti gadis tomboy.

"Eh, Kakak pacarnya kak Reza? Aduh, maaf, Kak! Jangan seret Rena ke luar, Rena bisa pergi sendiri kok!" Rena menakutkan kedua tangannya di depan dada.

Dara mengerutkan alisnya. Gadis itu memilih duduk di single sofa seraya menatap ke arah Gadis bernama Rena. "Gue adiknya Reza."

"Oh, salah ya?" Rena mengerjapkan matanya.

Tak lama kemudian, datanglah sosok Langit dan juga Reza yang menuruni anak tangga bersamaan.

"Wah, ternyata di sini ada dua pangeran. Ganteng banget," gumam Rena.

Rena menompang dagunya dengan tatapan yang tak lepas pada Reza dan juga Langit.

"Ngapain lo lihatin gue?!"

"Asstagfirullah, galaknya." Rena mengusap dadanya pelan saat mendengar suara ketus Reza.

Dara melipat kedua tangannya di depan dada. Aneh juga melihat Reza begitu.

Padahalkan, jika pada Dara, Cowok itu caper. Ingin diperhatikan, mati-matian ingin dekat dengan Dara.

Tapi, mengapa saat berhadapan dengan seorang gadis galak begitu? Ya walau Dara akui, Reza memang memiliki mulut pedas sebenarnya.

"Berdiri. Gue anter pulang."

"Ini capcaynya belum Kakak makan." Rena menatap mistingnya dengan sedih.

Langit menggeleng. "Gak boleh gitu lo, Za! Jahat banget sama cewek. Kalau gak mau, biar dia jadi cewek ke dua gue aja."

"Cewek pertama," ralat Dara.

"Loh?" Langit menatap Dara kaget.

"Gue minta putuslah kalau lo mau sama dia."

"Eh! Gak jadi!" Langit lansung memeluk Dara dan menyembunyikan wajahnya pada bahu gadis itu.

Kepalanya mendongak. "Gak jadi, Dar. Yang cantik emang banyak. Tapi kan yang bikin nyaman cuman lo doang."

"Masa sih?"

"Iya ih."

"Sonya?"

"Itu Mah pernah." Langit cemberut.

"Berarti suatu hari nanti, lo juga bakal bilang gitu sama isteri lo kalau misalkan kita gak jodoh, Lang."

TBC

Hallo! Apa kabar?

Gimana kesan setelah baca part ini?

Semoga suka ya!

Ada yang ingin disampaikan untuk Dara

Langit

Reza

See you!

Langit Dara [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang