"Assalamualaikum, Ma! Pandu bawa Temen, nih!"
Seorang wanita bertubuh gempal berjalan ke arah ruang tamu seraya membawa sendok sayur.
Wajahnya yang awalnya tersenyum, mendadak terlihat marah ketika bola matanya menyorot ke arah Tora. "Ngapain kamu bawa si Tora?"
"Tora juga mau ikutan atuh, Mak." Tora mencebikan bibirnya sebal.
"Mukanya biasa aja. Gak usah melas kayak belum makan 1 minggu gitu."
Tora dan Mamanya Pandu, yang selalu di panggil Emak itu, memang sangat dekat.
Setiap ada masalah, pulang sekolah, malam mingguan, pasti tempat pertama yang akan ia datangi rumahnya Pandu.
Katanya, masakan Emak sangat enak. Tora enggak papa deh harus cuci piring, yang terpenting dia tidak absen masak Makanan buatan Emak.
Selain itu, Emak juga orangnya santai. Walau sudah tua, Tora dan Emak bersikap layaknya seorang teman.
"Eh, ini siapa? Ada anak cewek?"
Dara dan Melly langsung mencium punggung tangan Emak. Pandu langsung merangkul Dara dan tersenyum lebar. "Ini yang Pandu ceritain, Mak. Dara, dia yang bantuin Pandu bangun usaha."
"Tangannya mau dipotong, atau mau Emak masukin panci sekalian disayur?" Emak menatap tajam tangan Pandu.
Pandu sontak saja langsung menurunkan tangannya. Cowok itu mencebik kesal. "Dara temen Pandu dari SMP kali, Mak. Lagian Dara juga udah punya Pacar. Serius dah, kita cuman temenan. Lagian, Pandu juga gak berani kali bantah omongan Emak. Takut dikutuk jadi semut."
"Emak percaya. Soalnya gak mungkin cewek Cantik gini mau sama kamu."
Danu, dan Tora langsung tertawa keras. Sedangkan Pandu, langsung menatap tajam ke arah keduanya. "Diem, lo pada!"
"Yaudah, yuk ke meja makan. Tadinya mau Emak bagiin ke tetangga. Eh, si Pandu malah bawa pasukan." Emak berjalan memasuki dapur diikuti Dara, Danu, Pandu, Tora, dan juga Melly.
Saat sampai di meja makan, mereka sudah dihidangkan oleh bermacam-macam masakan yang pastinya membuat perut yang tidak lapar mendadak lapar.
"Bentar, Emak masak sayur nangka. Masih di kompor." Emak berjalan ke arah kompor. Tak lama setelahnya, ia kembali dengan sayur nangka yang sudah ia salin pada mangkuk besar.
"Lo harus nyobain ini, Dar." Pandu langsung mengambil piring kecil dan mengambil ayam balado masakan Emaknya.
Dara mendongak menatap ke arah Mamanya Pandu yang tengah menatap tajam ke arah putranya.
Dara menyenggol kaki Pandu menggunakan kakinya. Pandu langsung mendongak, ia tercengir lebar melihat Emaknya.
"Dara temen doang, Mak. Asstagfirullah, gak percayaan banget. Mentang-mentang Pandu bukan anak ustad." Pandu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Kasian banget lo, Du. Sini tukeran jiwa sama gue, biar lo bisa rasain gimana rasanya pacaran—Aduh, Mak! Sakit-sakit!" Tora meringis pelan kala telinganya ditarik oleh Emak.
Dara tertawa melihatnya. Melly juga sama. Pandu yang melihat Dara tertawa tentunya merasa senang.
Karena, ia paling tidak suka melihat sahabatnya itu bersedih seperti tadi.
Langit … awas saja! Kalau bertemu dengan Pandu, akan Pandu jadikan pecel lele!
"Mau lagi? Mau? Sini!"
"Ampun, Mak! Iya enggak lagi-lagi!"
Emak melepas jewerannya. Ia menatap ke arah teman-temannya Pandu. "Yaudah, ayo makan!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Dara [End]
Genç KurguBahkan, hubungan yang awalnya baik-baik saja pun akan berubah tanpa pernah diminta, disadari, dan diharapkan. Kehadiran orang-orang baru di lingkungannya, akan membuat mereka lupa pada lingkungan lama yang pernah ia tempati juga. Setelah orang itu h...