Part 15

44.1K 4.8K 332
                                    

Langit : Dara, kamu di mana? Dengan siapa? Semalam berbuat apa?

Langit : Dar, kangen banget serius

Langit : Kamoeh, gak kangen akoeh?

Langit : Dar, masa gue duduk di bangku, tapi mata lihat ke meja lo terus. Tapi lonya gak ada

Langit : Pulang, yuk, sayang

Langit : Selamat siang, Dara. Gue lagi istirahat sama Danu. Males banget, padahal pengennya sama lo

Langit : Tau yang namanya Dara gak? Gilasih, cantik banget. Bissmillah dibales

Dara yang saat ini tengah duduk di kasurnya, tertawa pelan membaca beberapa pesan masuk dari Langit.

Baru kali ini Dara merasa dirinya dibutuhkan. Padahal dulu, Cakra saja tidak segitunya. Dia mencari hanya bertanya saja tidak sampai spam seperti Langit begini.

Akhirnya, Dara memilih menghubungi Langit dengan cara menelponnya.

Tanpa disangka, Langit langsung mengangkatnya. "Hallo, Dara? Gue dapet give away, ya? Padahal gue tadi berharapnya chat gue dibales, eh malah ditelepon. Bissmillah, dapet mobil!"

"Gue matiin, nih?"

"Eh, Jangan! Lo di mana, Dar? Mau gue jemput, gak? Gue tebak lo pasti lagi nangkring di hati gue."

Dara menggeleng pelan mendengar ucapan random cowok itu. Langit, Langit. Ada-Ada saja tingkahnya.

"Dar, tahu gak, kemarin gue mau nyogok lo biar gak ngambek. Tapi untungnya gak jadi, kalau lo terima apa yang gue kasih, gue yakin sekarang lo pasti lagi sakit gara-gara gue."

Jujur sekali cowok itu. Nyogok? Memang menyogok harus bilang-bilang?

Tapi, ada yang aneh. "Emang lo mau kasih gue apa?"

"Udang balado. Lo alergi, kan?"

"Iya. Terus Sayang dong kalau gak kemakan, lo kasih ke siapa?" tanya Dara.

"Ke Abang lo. Dia juga yang ngasih tahu kalau lo pergi, pulang, Dar."

Dara diam beberapa saat. "Buat apa gue pulang?"

"Buat orang-orang rumah lo. Selain buat mereka, buat obatin rasa rindu gue ke lo, Dar. Emang lo gak kangen sama gue?!" Langit tentunya berpura-pura kesal. Dara tahu betul cowok itu jika bicara selalu dilebih-lebihkan.

"Nanti gue pulang."

"Kapan? Gue jemput!"

"Lo masih sakit, Lang. Muka lo kemarin masih pucat."

Terdengar Helaan napas di seberang sana. "Cepet pulang makannya, biar gue cepet sembuh."

"Iya. Gue tutup, ya?"

"Iya, Dah!"

Setelahnya, sambungan terputus. Dara memutuskan pulang bukan semata-mata karena permintaan Langit.

Sebenarnya, sejak semalam Neneknya terus menerus membujuk Dara untuk pulang ke Jakarta.

Dara paham Neneknya tak mau hubungan Dara dan Papanya semakin jauh. Karena sekarang, Dara hanya memiliki Papanya.

Mamanya sudah tak pernah pulang. Neneknya menganggap, Papa Dara lebih menyayangi Dara dibanding Mamanya.

Neneknya Dara bilang, Dara tidak boleh menyia-nyiakan itu sebelum dirinya menyesal dikemudian hari.

***

Langit memakai jaketnya. Cowok itu berjalan menyusuri koridor bersama Danu, Pandu, dan juga Tora. Bel pulang sekolah berbunyi sejak 5 menit yang lalu.

Langit Dara [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang