"Wih, ada apa nih kumpul-kumpul? Ada anak cewek pula, Cakra, Langit … kalian gak macem-macem, kan?"
Anak remaja yang tengah berkumpul di ruang tengah itu, langsung mengalihkan pandangan mereka bersamaan.
Langit membelakkan matanya. Cowok itu refleks menepuk dahinya. "Asstagfirullah, gue lupa … tujuan kita kumpul di sini mau kasih Bokap gue surprise. Kenapa kalian malah pada diem-diem bae, sih?" tanya Langit kesal.
Ganjar, Papa dari Langit dan juga Cakra. Ia tersenyum dan langsung merentangkan tangannya. "Ini, gak ada yang mau nyambut Papa?"
Langit langsung beranjak, ia memeluk Papanya. "Maaf ya, Pa. Tadinya mau kasih surprise. Eh, malah pada bolot semuanya. Jadi enggak jadi, deh. Tapi, Langit sama temen-temen udah masak loh, semuanya udah siap di meja makan."
"Selamat ulang tahun ya, Pa. Langit sayang Papa. Makasih udah besarin Langit, dan tetep cinta sama almarhumah Mama."
Ganjar tersenyum haru. Ia kira, putranya tidak ingat hari lahirnya.
Namun, ia merasa sedih ketika putra sulungnya tidak menyambut kehadirannya sama sekali. Yang ia lakukan hanya duduk di kursi sambil menunduk.
Dara yang melihat tatapan Papanya Langit yang terarah kepada Cakra, langsung menatap ke arah Cakra.
Entah apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka. Langit terlihat antusias, sedangkan Cakra terlihat diam saja.
Padahal, Dara ingat betul ketika ulang tahun, orang yang pertama Cakra sebut adalah Papanya. Tapi, mengapa mereka malah terlihat … renggang?
"Cakra," panggil Dara.
Cakra mendongak. "Eh, kenapa, Dar?"
Dara melirik ke arah Papanya Langit dan meminta Cakra untuk berdiri dan menyambutnya.
Cakra diam beberapa saat. Cowok itu dengan ragu beranjak, kemudian ia berjalan menghampiri Papanya. "Pa …."
"Sini." Ganjar merentangkan satu tangannya lagi.
Tanpa aba-aba, Cakra langsung ikut memeluk Papanya dan menangis di sana. "Maafin Cakra kalau selama ini Cakra bandel. Cakra sayang Papa, selamat ulang tahun, Pa."
"Maaf juga Cakra gak inget ulang tahun Papa. Cakra …."
"Bang," panggil Langit.
Cakra menatap ke arah Adiknya. Cowok itu diam.
"Gue minta maaf kalau selama ini, lo ngerasa perhatian Papa cuman tertuju sama gue. Lo salah, Bang. Papa juga sayang sama lo."
Cakra tersenyum. Cowok itu langsung memeluk Langit dan juga Papanya. "Cakra sayang sama kalian," ujarnya.
"Papa juga Sayang sama jagoan-jagoan Papa." Ganjar membalas pelukan mereka.
Pandu dan Tora sudah saling peluk. Mereka menangis dengan nada dibuat-buat. Sontak saja hal itu langsung mengundang perhatian teman-temannya dan juga Papanya Langit.
"Bokap gue gak pernah peluk gue kayak gitu, Tor. Boro-boro peluk, gue bilang gue Sayang dia aja, dia langsung menghindar sambil keluaran jurus cimande. Katanya, gue kesurupan," ujar Pandu seraya pura-pura menangis.
"Sabar, ya. Bokap gue juga sama. Kalau gue peluk dia, gue malah disangka belok. Padahalkan gue sayang dia, tapi dia gak percaya. Katanya, gue sayang sama dia kalau ada maunya doang. Padahalkan, emang iya," sahut Tora.
Ganjar menggelengkan kepalanya. Ia menatap ke arah dua pemuda itu seraya tertawa. "Itu temen kalian?"
"Bukan," jawab Langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Dara [End]
Teen FictionBahkan, hubungan yang awalnya baik-baik saja pun akan berubah tanpa pernah diminta, disadari, dan diharapkan. Kehadiran orang-orang baru di lingkungannya, akan membuat mereka lupa pada lingkungan lama yang pernah ia tempati juga. Setelah orang itu h...