Setiap harinya Gavin makin gencar mendekati Forza, setiap melihat Forza berdekatan dengan laki - laki lain rasa cemburu itu datang begitu saja. Seperti saat ini, Gavin sedang memperhatikan Forza yang sedang duduk di taman bersama teman - temannya, namun salah satu temannya merangkul bahu Forza, siapa lagi kalau bukan Alfa, karena hanya dia yang selalu dekat - dekat Forza.
Gavin segera berusaha mencari cara, agar gadisnya pergi dari taman, setelah beberapa saat berpikir akhirnya dia menemukan caranya, segera Gavin mengambil ponselnya dan mengetik pesan untuk gadisnya.
Gavin
Za ada dosen lagi jam berapa?
Forza
Sudah selesai pak, dokter Rangga nggak masuk.
Gavin tersenyum membaca balasan dari gadisnya.
Gavin
Ke ruangan saya sekarang!
"Chat dari siapa Za? langsung cemberut gitu." Tanya Abell.
"Dosen idola lu, nyuruh gue ke ruangannya." Jawab Forza.
"Ngapain?"
"Nggak tahu."
"Gue antar ya Za." Tawar Alfa.
"Nggak usah Fa, kalian pulang saja duluan, nanti gue pakai ojol." Jawab Forza dan berjalan menuju ruangan Gavin.
Tok tok tok
"Masuk." Jawab dari dalam, dan Forza pun masuk.
Ceklek
"Siang pak." Sapa Forza.
"Siang Za, maaf kalau saya ganggu waktu kamu, saya mau minta bantuan buat koreksi hasil quis adik tingkat, bisa 'kan?" kata Gavin to the point.
"Boleh di bawa pulang pak?" tanya Forza.
"Nggak usah, di sini saja lagian nggak begitu banyak. Saya harus bikin laporan buat RS, kamu boleh kerjain di meja ini atau di sofa sana." Jawab Gavin.
"Saya di sofa saja pak." Gavin mengangguk, walau sedikit kecewa karena Forza memilih di sofa, tapi setidaknya Gavin lega juga, karena bisa memandang gadisnya dan memisahkannya dari Alfa yang terus mendekati Forza.
Gavin type orang yang tidak mudah cemburu, setiap melihat pacarnya jalan sama pria lain pun dia biasa saja, tapi berbeda untuk Forza walaupun belum menjadi kekasihnya, rasa cemburu selalu datang setiap melihat Forza berdekatan dengan lawan jenis. Rasanya Gavin ingin menarik Forza saat itu juga, menciumnya di depan semua agar mereka tahu Forza hanya milik Gavin, namun apa daya semua itu belum bisa Gavin lakukan dan dia harus terus bersabar sampai tiba waktunya bisa mengumumkan jika Forza miliknya.
"Pak, saya sudah selesai." Gavin tetap diam, tapi tatapan matanya masih terus menatap Forza.
"Pak Gavin, hallo?" ulang Forza sambil melambaikan tangannya.
"Oh, ya sorry gimana?" Gavin tersadar dari lamunannya.
"Saya sudah selesai, apa saya bisa izin pulang, dari tadi bapak ngelamun terus gimana kerjaan mau selesai." Ucap Forza.
Gavin terkekeh mendengar perkataan Forza, "Saya nggak ngelamun Za, hanya lapar saja." Gavin tersenyum, "Za, sebelum pulang temani saya makan ya." Ajak Gavin yang memang sengaja ingin lebih lama lagi dengan gadisnya.
"Maaf saya nggak bisa pak, ibu saya sudah masak banyak, kalau saya makan di luar sayang 'kan." Tolak Forza yang semakin tak mengerti dengan dosennya ini, kenapa suka sekali mengajaknya makan.
"Kalau gitu saya antar pulang." Jawab Gavin.
"Nggak usah pak saya--"
"Nggak ada penolakan Za, lagi pula rumah kamu searah sama rumah sakit, jadi saya bisa antar kamu sekalian." Putus Gavin yang sudah berjalan mendekati Forza.
"Terserah Bapak saja." Pasrah Forza.
Sepanjang perjalanan baik Gavin maupun Forza diam membisu, karena mereka bingung sendiri, apa yang mau di bicarakan. Hingga mobil memasuki kompleks perumahan Forza
"Za ada apa ko rumah kamu ramai banyak orang?" kata Gavin.
"Nggak tahu pak." Jawab Forza karena dia juga tak tahu ada apa.
Begitu sampai depan rumah, Forza langsung turun dan berlari memasuki rumahnya, sedangkan Gavin mengikuti dari belakang.
"Bu Mia, ada apa?" tanya Forza pada salah satu tetangganya.
"Syukurlah kamu pulang nak, Ayah kamu datang dan tadi menyakiti ibu kamu, sekarang ada pak RT di dalam, buruan masuk ibu butuh kamu karena saya nggak di bolehin masuk sama pak Rt." Jawab bu Mia.
Forza mengangguk, "Makasih bu." Kata Forza, dan dia pun masuk ke dalam rumah di ikuti Gavin di belakangnya.
"Bunda, maaf Forza terlambat pulang." Ia memeluk Bundanya, kemudian dia melirik ke arah Ayahnya.
"Untuk apa lagi anda datang kesini? apa masih belum puas melihat Bunda dan adik - adik saya menderita?" Forza benar - benar sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi.
"Forza! jaga bicaramu, aku masih Ayahmu sampai kapan pun." Bentak Ayah Forza.
"Ayah macam apa yang menelantarkan anaknya, bahkan tega menganiaya istrinya? Hanya demi wanita itu, anda berubah begitu jahatnya." Jawab Forza yang nada suaranya makin tinggi, sudah tak tahan lagi menahan amarah falam dadanya.
"Ayah melakukan ini semua juga untuk kalian, agar kalian bisa dapat pendidikan yang layak, agar perusahaan ayah makin berkembang. Ayah nggak sengaja memukul bundamu." Jelas Ayah Forza.
"Nggak usah banyak alasan, sekarang langsung saja ada tujuan apa datang kemari?" kata Forza, matanya menatap tajam ayahnya.
"Ayah mau jual rumah ini, ayah mau kalian pindah dari sini dan ayah sudah siapkan rumah barunya." Jawab ayah Forza.
"Sampai kapan pun aku nggak akan jual rumah ini mas, rumah ini peninggalan orang tuaku jadi kamu nggak berhak menjualnya." Jawab bunda Forza.
"Kenapa anda tiba - tiba ingin menjualnya?" selidik Forza.
"Karena teman mamah kamu ingin memiliki rumah ini, jika ayah tidak bisa menuruti, dia bisa menarik investasinya di perusahaan ayah." Jawab jujur Ayahnya.
"Hanya demi teman istri anda? Woooww hebat, tapi sayangnya saya pun akan mendukung bunda, meskipun harus mati kami nggak akan menyerahkan rumah ini ke siapa pun, termasuk teman dari istri anda." Forza memberi keputusan.
"FORZA! Cukup, ayah sudah sabar menghadapi kamu selama ini, apa kamu mau ayah stop uang jajan dan uang kuliah kamu?" Ayah Forza makin terpancing emosinya.
"Silahkan, saya tidak takut akan saya kembalikan uang yang anda kirim, karena selama ini saya tidak memakainya, saya masih bisa menghasilkan uang untuk saya sendiri, bahkan untuk biaya sekolah ke dua adik saya. Nggak usah khawatir saat ini juga saya akan mengembalikannya." Jawab Forza lantang.
"FORZA!!!." Bentak Ayahnya Forza, tangannya hampir saja mendarat di pipi mulus Forza, jika saja tak ada tangan yang mencegahnya dan berdiri di depan Forza melindunginya.
"Maaf Pak Adhitama yang terhormat, jika saya lancang ikut campur urusan rumah tangga anda, tapi saya tidak bisa diam saja saat melihat seorang wanita yang di sakiti seperti ini." Ujar Gavin, ya tangan yang menahan tamparan itu tangan Gavin.
"Pak Gavin, anda kenapa bisa ada di sini?" tanya Ayah Forza terkejut melihat kehadiran Gavin.
"Saya datang bersama putri anda Forza." Jawab Gavin.
"Maafkan saya pak, tadi saya tidak melihat anda, maaf karena anda harus melihat semua ini." Ayah Forza merasa tak enak hati.
"Nggak masalah pak Adhitama, tapi saya kecewa karena anda dengan mudahnya main tangan, menyakiti istri dan barusan hampir saja menyakiti putri bapak." Gavin benar - benar kecewa, untung saja ada dia sehingga gadisnya bisa selamat dari tamparan.
"Saya memang salah pak Gavin, saya bingung karena Ibu Lusiana menginginkan rumah ini untuk di jadikan rumah singgahnya jika sedang di Jakarta, saya tidak bisa menolak karena beliau sahabat dari istri ke dua saya dan juga investor di perusahaan saya, sama seperti bapak." Ayah Forza menundukkan kepalanya, bingung harus bagaimana.
"Jadi, Bu Lusiana yang ingin rumah ini? kalau begitu tolong sampaikan padanya saya ingin bertemu, kira - kira ada waktu kapan nanti pak Adhitama bisa hubungi saya untuk waktu dan tempatnya." Pinta Gavin.
"Maaf, kalau boleh tahu untuk apa ya pak?" tanya pak Adhitama.
"Nanti Bapak juga akan tahu, saya minta bapak jangan lagi meminta untuk menjual rumah ini, biarkan rumah ini menjadi peninggalan mertua bapak untuk istri dan anak bapak." ucap Gavin.
"Baik pak."
"Permasalahannya sudah selesai ya pak Adhitama, saya selaku ketua RT meminta sama Bapak untuk bicara baik - baik, tak perlu ribut seperti ini apa lagi sampai menyakiti." Kata pak RT.
"Maaf pak RT, kalau begitu saya permisi dulu. Pak Gavin saya permisi dulu nanti saya kabari, jika sudah bertemu dengan Ibu Lusiana." Gavin hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawab Ya.
"Saya juga permisi nak Forza, obati luka bunda kamu ya." Pamit pak RT.
"Iya pak, terima kasih sudah menolong bunda saya." Kata Forza.
Ayah Forza dan pak RT pun keluar dari rumah Forza, "Za ambil air hangat buat bersihin luka Bunda kamu, sekalian sama kotak P3K saya bantu obati." Forza hanya menganggukkan kepalanya dan segera ke dapur mengambil air hangat di baskom dan juga kotak P3K.
"Maaf Pak jika penyambutannya seperti ini, Bapak salah satu investor Ayahnya Forza?" Bunda Forza membuka pembicaraan karena beliau benar - benar tak enak hati.
"Gavin bu, panggil saja saya Gavin nggak usah pak. Lebih tepatnya orang tua saya yang berinvestasi bu, saya hanya menjalankan perintah orang tua saya saja jika sedang ada rapat." Jawab Gavin sambil tersenyum.
"Nak Gavin ini apanya Forza?" tanya Bundanya Forza lagi.
"Pak Gavin, dosen Forza bun." Jawab Forza sambil berjalan mendekati bundanya.
"Oh pak dosen kamu Za, aduh ibu jadi makin nggak enak ini karena datang ke sini malah seperti ini." Kata Bunda Forza.
"Nggak apa ko bu, ibu santai saja mari saya bantu obati lukanya." Jawab Gavin yang mendekatkan dirinya pada Bunda Forza untuk mengobati lukanya.
"Za buatkan minum buat nak Gavin." Perintah bundanya pada Forza.
Forza melangkah ke dapur untuk membuatkan minuman. Kedua adik Forza datang dan memasuki rumah.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
"Bunda kenapa? ko pada luka kaya gini? Bunda pasti sakit kan?" kata Fahri yang langsung memeluk Bundanya.
"Bunda nggak apa sayang, kamu ganti baju dulu ya. Firza antar adikmu ke atas." Kata bundanya.
"Siapa yang menyakiti Bunda? Apa pria itu lagi?" tanya Firza yang masih berdiri menatap bundanya.
"Firza! bawa Fahri ke atas, apa kamu nggak tahu lagi ada tamu?" jawab Forza yang datang dari dapur membawa nampan minuman dan Firza melirik pria yang sedang mengobati bundanya itu.
"Maaf kak, Firza hanya."
"Sudah ke atas sana, kakak nggak mau kamu bahas di depan Fahri." Putus Forza dan tak bisa Firza bantah.
"Iya kak." Firza membawa Fahri ke lantai 2 dan Forza meletakan gelas di atas meja.
"Silakan di minum pak Gavin, maaf seadanya." Forza menyuguhkan minuman dan cemilan.
"Terima kasih Forza." Jawab Gavin tersenyum membuat Forza salting, entah kenapa sekarang setiap melihat Gavin tersenyum, rasanya ada sesuatu yang beda, respons tubuhnya sangat berlebihan.
"Za, kamu siapkan meja makan ya, kita makan siang bareng, nak Gavin pasti belum makan siang kan?" kata bundanya.
"Pak Gavin nggak bisa bun, karena mesti berangkat ke RS, sekarang saja sudah terlambat." Potong Forza sebelum Gavin menjawabnya.
"Benar nak Gavin? Apa nggak bisa sebentar saja ikut makan siang?" tanya bunda Forza.
"Kalau ibu yang meminta Gavin bisa bu, mana mungkin Gavin menolak permintaan seorang Ibu." Gavin tersenyum dan melirik ke arah Forza yang kini tengah cemberut.
"Ibu tinggal ke atas sebentar ya, mau panggil Firza dan Fahri. Forza siapkan minumnya juga buat nak Gavin." Perintah sang bunda yang dijawab dengan anggukan.
"Kamu kenapa? Kayanya nggak suka banget saya makan di sini." Selidik Gavin, yang langsung mendapati mata indah Forza menatapnya.
"Perasaan Bapak saja kali, saya cuman bantu Bapak biar bisa datang ke RS tepat waktu, kalau makan dulu di sini kelamaan 'kan." kilah Forza
"Nggak usah khawatir, saya pasti datang tepat waktu 'kan masih lama, saya masuk malam." Jawab Gavin tersenyum.
"Bukannya siang?
"Kata siapa siang?"
"Tadi, waktu di ruangan Bapak?"
"Saya nggak bilang saya masuk siang, saya hanya bilang rumah kamu satu arah sama rumah sakit."
"Saya kira sekalian mau ngesift siang."
"Kamu perhatian banget sih Za, sampai khawatir saya telat ngesift." Gavin tersenyum jahil membuat Forza makin salting.
"Nggak usah GR deh."
"Nggak apalah GR sama kamu ini bukan sama yang lainnya, saya suka kamu perhatian sama saya."
"Maksud Bapak?"
"Nanti juga kamu tahu Za, sekarang jalani saja dulu."
"Bapak ngomong apaan sih, gaje banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Forza (End)
RomanceProses Revisi Cinta, bagi Forza kata itu hanya penuh kesakitan hingga ia tak ingin mengenal apa itu cinta, ia tak akan sanggup jika harus merasakan pedihnya cinta seperti yang Bundanya rasakan. Namun semua berubah saat kehadiran seorang pria yang de...