Ayah Al

1.6K 136 2
                                    

Hari ke 4 wanitaku rawat inap masih tetap sama ruangan rawat inap ramai di kunjungi rekan - rekan di Rumah Sakit atau pun dari Universitas yang bergantian menjenguk, para sahabat wanitaku pun masih ada yang berdatangan.

Hari ini aku terpaksa meninggalkan wanitaku dan Baby Al karena ada operasi, mereka di temani mamah dan tante Arum, sebelum pergi aku berpamitan sama Baby Al entah dia mengerti atau tidak karena kemarin - kemarin saat akan aku tinggal Sholat Baby Al anteng karena aku pamit semoga kali ini juga anteng hingga aku kembali.

Aku keluar dari ruang operasi, sudah lebih dari 3 jam aku meninggalkan Baby Al rasanya sangat rindu ingin sekali bertemu dengannya dan juga sang Mommy pastinya yang sudah menguasai seluruh hati dan pikiranku.

Aku memasuki lift menuju lantai 15 ruang khusus VVIP mawar, keluar dari lift aku segera menuju ruangan wanitaku, aku melihat Dimas yang keluar dengan tergesa.

"Ada apa Mas? Apa terjadi sesuatu?" tanyaku segera, aku takut terjadi sesuatu pada wanitaku ataupun bayi tampanku.

"Untung ada di sini, Baby Al nangis nggak mau diam dari tadi buruan masuk." Aku mengangguk dan segera memasuki ruang rawat inap wanitaku, Baby Al sedang berada dalam gendongan bude Ranti yang terlihat sangat frustasi.

Aku mendekat dan segera mengambil Baby Al dari gendongan bude Ranti, "Ko nangis lagi jagoan Ayah, maaf Ayah kelamaan ya perginya, jangan nangis lagi ini Ayah sudah datang." Kataku sambil menimang Baby Al, aku mencium keningnya, Ajaib lagi dan lagi tak butuh waktu lama Baby Al terdiam dari tangisnya seakan sudah mengenali suaraku dan juga Aromaku.

"Jagoan nggak boleh nangis, lihat hidung kamu merah jadi pilek kan nak, sekarang bobok ya sama Ayah." Aku cium keningnya dan aku timang - timang nggak ada 10 menit Baby Al tertidur sangat pulas dalam gendonganku.

"Gila Dhik, aku sampai mau ikut nangis saking bingungnya, semua yang ada di ruangan ini nggak ada yang bisa bikin tangisannya berhenti, Dimas spesialis anak saja nggak bisa diemin, sampai emaknya saja yang punya pabrik ASI nggak bisa Dhik, noh malah ikut nangis." Ujar Reno sambil menunjuk wanitaku.

Aku melirik ke arah wanitaku dan benar saja dia masih sesenggukan, aku tersenyum, "Sudah jangan nangis lagi aku sudah datang, jangan lomba nangis lagi sama Baby Al ya." Kataku menggodanya dan sukses membuatnya cemberut, aku terkekeh geli melihatnya.

Setelah menidurkan Baby Al dalam boxnya aku menyapa 2 sahabat wanitaku yang salah satunya istri dari sahabatku, Dimas yang juga sedang menggendong bayi mereka dan juga beberapa rekan dari Universitas, aku tahu mereka pasti kebingungan kenapa aku menyebut kata Ayah saat menenangkan Baby Al yang menangis.

Aku cuek saja tidak berminat juga untuk menjelaskannya, karena bagiku itu bukan urusan mereka toh suatu hari mereka akan tahu saat aku mengumumkan pernikahanku dengan wanitaku, untuk saat ini biarkan tertutup rapat.

♡♡♡♡

Setelah selesai masa Nifas wanitaku, aku menepati ucapanku untuk menikahinya secara Agama, Ya setelah kami sah terlebih dahulu secara hukum akhirnya hari ini aku menikahinya secara agama agar kami sah baik secara hukum maupun Agama.

Aku mengucapkan ijab qobul atas namanya, mulai detik ini aku benar - benar memegang tanggung jawab atas wanitaku bahkan tidak hanya di dunia tapi juga di akherat, bukan hanya wanitaku tapi juga Baby Al yang sangat aku sayangi.

Acara kami hanya di hadiri keluarga inti saja yang aku rasa bisa menjaga rahasia ini sampai tiba waktunya aku mengumumkannya.

Sejak pulang dari Rumah Sakit wanitaku langsung pindah ke rumah yang sudah aku bangun dari hasil kerja kerasku tanpa campur tangan orang tuaku.

Wanitaku menempati kamar utama yang menjadi kamarku dulu karena sudah aku renovasi menjadi satu dengan kamar Baby Al di sampingnya yang terhubung dengan conector door. Sementara aku sendiri menempati kamar di lantai satu.

Saat ini aku memang sudah sah menjadi suami wanitaku, dia halal untukku tapi aku sudah berjanji tidak akan meminta hakku sebelum wanitaku siap dan bersedia menerimaku sebagai suaminya.

Rumah sudah sepi semua orang sudah pulang, aku sedang menidurkan Baby Al karena dia nggak mau tidur jika bukan aku yang menidurkan, conector door terbuka wanitaku berjalan mendekat. "Sudah tidur?" Dia bertanya namun aku diam saja karena sampai saat ini wanitaku belum juga memanggilku dengan panggilan yang dia janjikan.

"Kenapa diam? Kamu marah karena aku nggak juga bisa menidurkan Baby Al?" tanya wanitaku, aku menatap wajah cantiknya yang sudah membuatku tergila - gila.

"Aku sudah sah jadi suami kamu baik secara hukum maupun agama Za, sampai kapan aku harus menunggu kamu memanggilku dengan layak selayaknya seorang istri pada suaminya, aku nggak keberatan jika kamu hanya memanggil namaku saja." Ujarku kembali mengalihkan tatapanku pada baby Al yang tertidur di sampingku dengan pulasnya.

"Oh jadi masalah itu, maaf Ayahnya Al kalau Mommy Al sudah buat Ayah ngambek." Jawabnya dan seketika itu juga aku menatap wajahnya yang tersenyum membuatku makin klepek - klepek di buatnya.

"Ayah?" kataku, dan dia mengangguk.

"Aku akan panggil kamu Ayah saat di tempat yang seharusnya, di tempat yang orang - orang tahu kita sudah menikah tapi jika di luar itu aku akan memanggilmu kakak, maaf karena aku belum siap untuk mempublikasikan hubungan kita karena aku masih belum bisa melupakan mas Gavin juga belum siap mendengar omongan kalau aku wanita gatal yang bahkan tanah kuburan suaminya saja belum kering tapi sudah menikah lagi, parahnya sama sahabat dari suaminya."

Aku tersenyum, kemudian duduk dan menarik tangan wanitaku agar duduk di tepi ranjang Baby Al, aku genggam kedua tangannya, "Nggak apa Za, aku sudah sangat bahagia aku akan menunggu sampai kamu siap menerimaku seutuhnya, aku tidak memintamu untuk melupakan Gavin Za aku hanya minta izinkan aku menempati sisi hatimu yang lain di samping Gavin. Jadi, mulai saat ini aku panggil kamu Mommy Al kamu panggil aku Ayah Al?" Tanyaku.

"Ya hanya dalam sikon tertentu." Jawabnya sambil tersenyum.

"Oke, sekarang sudah malam sebaiknya Mommy Al istirahat biar Ayah yang menjaga putra kita malam ini." Kataku sambil tersenyum.

"Kalau bangun minta nen antar saja ke kamar ya." Aku pun mengangguk.

Wanitaku pergi melangkahkan kakinya meninggalkanku juga Baby Al, aku tersenyum akhirnya sedikit demi sedikit usahaku untuk menarik perhatiannya dan membuatnya mau menerima kehadiranku perlahan mulai terlihat hasilnya.

Tak apa jika saat ini wanitaku baru bisa seperti ini aku ikhlas, aku akan menunggu sampai dia siap menerimaku seutuhnya, aku akan sabar menunggu hingga dia sendiri yang akan memberikan semuanya, aku akan sabar menanti saat - saat indah kebahagiaan rumah tangga aku dan wanitaku dengan hadirnya anak - anak kami nanti.

Love Forza (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang