Kepiting lada hitam

1.3K 123 0
                                    

Sejak pulang dari Mall kemarin sore wanitaku kembali mengurung dirinya di kamar bahkan menolak untuk makan meskipun aku sudah memberikan ceramah panjang lebar, dia hanya mau minum susu. Saat ini aku sedang berkumpul bersama kedua orang tuaku, kedua orang tua Gavin, Dimas dan Reno.

Aku menceritakan kejadian kemarin saat di mall yang menjadi penyebab wanitaku kembali mengurung diri, “Dhika takut terjadi sesuatu sama Forza, makanya Dhika minta kalian semua ke sini, Dhika sudah melakukan berbagai cara untuk membujuknya tapi tetap gagal.”

“Kenapa nggak kamu bawa ke kantor polisi saja Dhik, siapa mereka sok tahu sekali, bude geram sekali dengarnya, kalau bude ada di situ sudah bude hajar Dhik.” Ujar bude Ranti menggebu.

“Sudah mah yang penting Dhika sudah memberikan mereka pelajaran, biar papah yang ke atas bicara sama Forza.” Kata Pakde Ardan, beliau pun berjalan naik ke lantai dua.

Sudah satu jam lebih kami semua menunggu Pakde yang sedang membujuk wanitaku agar mau makan dan keluar kamar, semua menunggu dengan harap – harap cemas semoga saja berhasil.

Terdengar suara langkah menuruni tangga, kami semua menatap ke arah tangga dan terlihat pakde yang berjalan memapah wanitaku turun ke bawah, betapa bahagianya aku karena pakde berhasil membujuknya.

“Siapkan mobil sekarang, kita makan di warung seafood dekat gedung serbaguna, cucuku ingin makan kepiting lada hitam dan Lemon tea pakai es.” Kata pakde tersenyum saat sudah sampai di tangga paling bawah.

“Alhamdulillah.” Kami semua bersyukur dan bahagia mendengar perkataan pakde akhirnya wanitaku mau makan, dan apa tadi? Dia ingin makan kepiting lada hitam? Ya ampun gemas sekali mendengarnya, kenapa nggak minta sama aku saja.

Saat ini kami semua sedang berada di warung seafood favorit wanitaku menunggu pesanan datang kami berbincang.

“Sayang, perlengkapan baby Al sudah semua apa ada yang kurang?” tanya bude Ranti.

“Sudah mah, tinggal di rakit dan di tata saja.” jawab wanitaku.

“Nanti mamah bantuin, Reno Dimas kalian juga bantuin ya.”

“Siap tante.”

“Kamar baby Al yang sebelah mana sayang?” tanya bude lagi.

“Sebenarnya Dhika sudah menyiapkan kamar untuk baby Al di rumah Dhika bude, rencananya Dhika mau memboyong Forza dan baby Al setelah lahiran langsung ke sana, selain karena lebih dekat dengan tempat kerja juga saat ini mereka sudah menjadi tanggung jawab Dhika jadi sudah selayaknya Dhika yang menyiapkan tempat berteduh untuk mereka. Tapi itu juga kalau Forza bersedia.” Kataku perlahan dan mentap wanitaku yang duduk di sampingku.

“Bude juga terserah Forza saja Dhik mau dimanapun asal dia bahagia bude setuju, karena nggak ada yang lebih penting selain kebahagiaannya.”

“Gimana Za?” tanyaku.

“Ya aku mau.”

“Alhamdulillah.”

“Kamu mau pakai kamar yang mana untuk baby Al bang? Kalau bisa di cat ulang dari sekarang agar nanti nggak bau cat.” Kata mamah.

“Samping kamar aku mah yang ruang kerja, sudah di jebol temboknya dibikin connecting door, ruang kerja pindah ke lantai bawah. Tinggal pasang pintu dan ganti cat, urusan warna biar Forza yang pilih.” Aku menjelaskannya.

Pesanan kami datang dan kami pun mulai menyantapnya, Aku bantu wanitaku yang kesusahan mengambil daging kepiting, “Sini aku bantu.”

Wanitaku makan dengan begitu lahapnya membuat kami semua yang melihatnya tersenyum bahagia.

“Pelan – pelan makannya Za nanti kesedak.” Kataku yang melihatnya makan dengan cepat, “Enak?” tanyaku dan dia mengangguk, “Bungkus bawa pulang ya siapa tahu nanti tengah malam kamu lapar lagi.” Kataku dan dia kembali mengangguk.

“Nambah cumi bakar boleh?” dia menatapku, pertanyaan macam apa itu, tentu saja boleh apapun yang kamu minta akan aku penuhi.

“Tentu boleh, ada lagi yang lainnya?” tanyaku dan dia menggelengkan kepalanya, “Cukup itu saja.” Katanya.

Aku segera memanggil pelayan dan memesan apa yang wanitaku inginkan.

“Dhik, papah mamah langsung pulang ya karena sudah malam jadi nggak mapir lagi.”

“Iya kami juga sama nggak bisa mampir lagi, mau jemput Fahri di rumah temannya sedang belajar kelompok takut kemalaman.”

“Iya pah, pakdhe nggak apa nanti Dhika sama Forza ikut mobil Dimas saja.”

****

Kehamilan wanitaku sudah bulan ke sembilan lebih tepatnya minggu ini sudah memasuki minggu ke 38, dia pun sudah merasakan kurang nyaman karena kontraksi palsu sudah sering ia rasakan membuatku merasa kasihan melihatnya.

Hari ini bude maupun tante Arum nggak bisa datang untuk menemani wanitaku seperti biasanya, akhirnya aku mencoba menghubungi mamah dan aku bersyukur mamah di rumah karena gagal menemani papah ke Bandung dan aku pun meminta beliau menemani wanitaku karena aku nggak mau meninggalkannya hanya berdua bersama bibi apa lagi di usia kehamilannya yang sudah tua.

“Za hari ini yang nemenin kamu mamah, bude ada kunjungan dinas dan tante Arum mau ambil raport Fahri juga Arin jadi nggak bisa datang.”

“Iya nggak apa.” Dia tersenyum, “Kamu mau kerja?”

“Iya tapi nanti berangkatnya nunggu mamah datang.”

“Berangkat saja aku nggak apa ko, ada bibi dan di depan juga ada satpam nggak usah khawatir, sana berangkat nanti kesiangan.”

“Bentar lagi Za nunggu mamah.”

“Mau berangkat sekarang apa aku diamin kamu dan aku mogok makan lagi? Pilih yang mana?” dengar, wanitaku saat ini suka sekali mengancamku.

“Kamu Za, sekarang pintar ya kasih aku ancaman, ya sudah aku berangkat sekarang dari pada kamu mogok makan, jangan lupa makan dan minum vitaminnya ya, aku berangkat dulu Assalamualaikum.” Pamitku.

“Waalaikum salam.”

Hari ini entah kenapa rasanya sungguh berat meninggalkan wanitaku di rumah, perasaanku sungguh tak tenang, aku hanya bisa berdoa agar dia baik – baik saja, aku ambil ponsel mengirim pesan ke mamah untuk segera datang karena aku sudah jalan untuk kerja.

Sesampainya di Rs aku segera memeriksa beberapa dokumen yang sudah ada di atas mejaku. Bunyi interkom menghentikan ku yang sedang membaca lembar demi lembar dokumen, segera aku mengangkatnya.

“Ya dokter Dhika di sini.”

“dok dimohon ke IGD dokter Lily butuh bantuan.”

“Baik saya segera ke sana.” Aku pun menutup dokumen dan segera bergegas menuju IGD.
Sesampainya di IGD aku segera mendekat ke dokter Lily yang menoleh ke arahku saat melihat aku datang, “Pasien dengan riwayat gagal jantung dok.” Aku mengangguk dan memeriksanya.

Ponselku terus bergetar berkali – kali menandakan ada yang menghubungiku, tapi kali ini aku sedang berkonsentrasi menyelamatkan nyawa pasien yang ada di depanku, biarlah nanti aku telfon balik jika sudah selesai.

Sudah 15 menit aku dan dokter Lily berjuang menyelamatkan pasien dan kami bersyukur karena pasien bisa kami selamatkan.

Aku keluar tirai setelah berpamitan pada dokter Lily pastinya setelah memastikan pasien sudah lewat masa kritisnya, aku ambil ponselku ada panggilan masuk dari mamah 13 kali dan bibi 5 kali ada apa ini, apa ada sesuatu yang terjadi, aku segera menghubungi mamah kembali namun belum sempat aku melakukan panggilan Dimas berlari ke arahku.

“Dhik, ternyata di sini aku cari kamu kemana – mana, tante Diva telfon sedang dalam perjalanan kemari Forza jatuh dan pendarahan.” Deg duniaku seakan berhenti mendengar kabar wanita yang aku cinta.

Love Forza (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang