First Kiss

1.1K 116 0
                                    

Hari ini Gavin dan Forza pergi ke butik, untuk fitting gaun yang akan ia pakai saat acara ulang tahun Universitas. Forza mencoba dua gaun di dalam ruang ganti, dua gaun pilihan dari Gavin semuanya, yang menurut Gavin akan terlihat sangat cantik di pakai Forza.

Setelah 30 menit lebih Gavin menunggu, akhirnya Forza keluar dari ruang ganti, “Loh Za, ko belum kamu cobain? Nggak suka ya sama pilihan mas?” tanya Gavin, saat melihat Forza keluar ruang ganti masih memakai baju yang tadi saat datang.

“Suka kok mas, udah Forza cobain tadi di dalam dan keduanya pas nggak perlu dipermak lagi.” Jawab Forza dengan senyum yang sukses membuat jantung Gavin bedegup kencang. Lagi dan lagi desiran dalam hati Gavin terasa dan makin hangat hanya dengan senyuman Forza saja, Gavin benar - benar sudah amat sangat jatuh cinta padanya.

“Mas ‘kan pengen liat Za, sana balik lagi, pakai satu per satu dan tunjukin ke mas.” Perintah Gavin, dia juga ‘kan penasaran ingin melihat gadisnya memakai gaun pilihannya.

“Nggak ah, nanti juga mas bakalan liat pas aku tampil." tolak Forza.

“Kamu mah Za, mas pengen liat sekarang malah disuruh nunggu.” Gerutu Gavin kesal dan Forza malah tertawa, tawa yang jarang Gavin lihat, tawa yang sangat lepas tak seperti biasanya tanpa sadar Gavin pun tersenyum melihatnya.

“Sabar, yuk pulang, ini diambilnya berarti H-1 ya mas?”

“Bawa langsung sekarang Za.”

“Nanti biaya sewanya mahal mas, tahu gitu mending pakai dress Forza yang biasa buat manggung.”

“Sewa? Kata siapa?” tanya Gavin, enak saja sewa, untuk gadisku yang paling spesial tak ada sewa, bahkan jika ia minta beli sekalian butiknya akan aku belikan, apa sih yang enggak buat dia yang sudah berhasil membuatku BUCIN, batin Gavin.

“Lah, terus kalau bukan sewa berarti beli?” iya sayangku yang makin gemesin, inginnya Gavin bicara seperti itu tapi apalah daya, jadi nikmati saja dulu.

“Iya ini di beli cash, dan untuk kamu Za.” Gavin tersenyum.

“Ko bisa?”

“Ya bisa lah, udah nggak usah bawel buruan bawa ke kasir. Mas sudah lapar, kita mampir makan dulu ya.” Ajak Gavin, selalu dan selalu dia mencari cara agar bisa terus berlama - lama dengan Forza, alasan mengajak dia makan Gavin rasa tak terlalu buruk dan pasti tak akan di bantah Forza.

Setelah membayar gaun Gavin dan Forza pergi menuju restoran cepat saji terdekat.

“Kamu mau pesan apa Za?” tanya Gavin sambil melihat menu.

“Moccachino float, sama burger aja mas.” jawabnya.

“Oke mas pesanin, kamu cari tempat duduk gih.” Forza pun mengangguk dan memilih tempat duduk di pojok dekat jendela, tak lama Gavin datang membawa makanan.

“Mas.”

“Hmm.”

“Bajunya mahal banget, apa kampus nggak rugi?” tanya Forza tiba-tiba, dia masih membahas baju saja dari tadi.

“Kata siapa kampus yang bayarin, orang itu mas yang bayar bukan kampus.” Enak saja kampus, kampus mana mau bayar baju jutaan hanya untuk penampilan sesaat yang ada buang - buang anggaran, oceh Gavin dalam hati.

“What? Mas serius? Tahu gitu tadi nggak usah mas, Forza pikir dari kampus.” Gavin menatap wajah Forza, yang begitu terkejut mendengar jawaban Gavin, ekspresi wajahnya sangat menggemaskan, Gavin tersenyum dan mencolek hidungnya.

“Biasa saja kali Za, Nggak apa sekali – kali mas belikan kamu baju, ‘kan bisa kamu pakai juga saat manggung.”

“Tapi kebanyakan mas, dan harganya juga mahal banget, bisa beli 10 atau lebih dress yang biasa Forza pakai.” gerutunya.

“Nggak usah di pikirin Za, mas emang sudah niat beliin kamu kok. Sekarang makan, nggak usah protes masalah baju terus.” Gavin kesal karena dari tadi yang di bahas baju terus. Kapan kamu bahas kelanjutan hubungan kita Za, kembali Gavin hanya bisa membatin tanpa berani berkata langsung.

“Tapi mas ....“ protes Forza lagi, namun terpotong sapaan seseorang yang mendekat.

“Pak Gavin, Forza ko bisa barengan di sini.” Sapa seseorang, membuat mereka berdua menoleh ke sumber suara.

“Hai, siapa ya? aduh lupa, sorry.” Kata Gavin yang memang tak hafal nama mahasiswinya, kecuali nama gadis pujaan hatinya.

“Sinta pak, ya ampun masa sama mahasiswi yang paling cantik sampai lupa sih.” what? paling cantik? nggak salah tuh, terlalu percaya diri sekali dia ini, bagiku hanya Forza Shanum gadis paling cantik dan tiada duanya, batin Gavin.

Sinta ini, percaya dirinya melebihi mimi peri, benci gue cewek model beginian,pak Gavin juga genit dan sok kenal, keduanya klop lah, batin Forza.

“Oh ya Sinta, habisnya ‘kan mahasiswi saya banyak, jadi nggak mungkin saya hafalin satu persatu.” Jawab Gavin.

“Bapak belum jawab, ko bisa sama Forza? jangan – jangan lagi kencan ya?” katanya, sontak membuat Forza langsung melotot karena terkejut, dia menatap Gavin lalu menatap Sinta.

“Nggak usah ngarang deh Sin, siapa yang kencan, orang kita habis ambil baju buat acara ulang tahun Universitas, kebetulan pak Gavin lapar jadi melipir ke sini.” Jawab Forza menggebu, Gavin hanya tersenyum melihat gadisnya misuh – misuh.

“Oh syukur deh, tadinya gue udah cemburu liatnya, tapi ko ambil baju sama lu sih Za, emangnya lu panitia? Seingat gue lu ‘kan bukan anak BEM.” Cecar Sinta.

Cemburu? Apa – apaan mahasiswiku ini, malah berkata seperti itu, memangnya kenapa juga kalau gadisku yang mengambil baj,  toh dia yang mau pakai, gerutu Gavin dalam hatinya.

“Forza memang bukan anggota BEM, tapi dia jadi salah satu mahasiswi yang akan tampil, karena bajunya yang pakai Forza, jadi secara otomatis dia yang ikut karena mesti ngepasin bajunya.” Jawab Gavin sebelum gadisnya menjawab dengan makin juteknya.

“Maaf pak, sepertinya saya mesti pulang duluan karena Bunda saya sudah chat, kalau bapak masih mau di sini, saya nggak apa naik taxi.” Gavin menatap gadisnya, dia tahu jika gadisnya mulai tak nyaman, lebih memilih untuk pergi dan Gavin tentu saja nggak akan biarkan dia pergi sendiri.

“Saya juga sudah selesai Za, saya antar pulang. Sinta kami duluan ya.” Gavin berdiri dan menyusul gadisnya yang sudah berjalan terlebih dahulu.

“Iya pak Gavin hati – hati dijalan.” jawab Sinta, yang masih bisa Gavin dengar.

“Tuh ‘kan, mas liat sendiri, Sinta itu salah satu fans mas. Pasti bakal ada gosip baru lagi tentang kita mas.” Oceh Forza dengan cemberut saat mereka berdua sudah memasuki mobil yang masih terparkir, Gavin menatap wajah gadisnya yang menggemaskan, lalu mencubit pipinya.

"Aww, sakit tahu, genit amat sih pegang - pegang." Jawab Forza, membaut Gavin terkekeh melihat tingkahnya.

"Galak amat sih Za sama mas, kapan di sayangnya coba, tiap hari di galakin terus." Kata Gavin, sambil bersender di kursi kemudi menatap ke depan.

"Galak juga mas makin menjadi, apa lagi aku nggak galak, bisa - bisa aku di hamilin kali." Jawab Forza, yang sontak membuat Gavin menoleh menatapnya dan  tersenyum.

"Kamu pengin mas hamilin ya Za?" tanya Gavin dengan senyum menggoda dan mencolek dagunya.

"Iihhh, genit banget sih mas, amit - amit lagian siapa juga yang minta di hamilin. Emangnya aku cewek apaan." jawabnya ketus.

"Itu tadi, kamu yang bilang sendiri."

"Itu ‘kan kalau aku nggak galak mas, karena aku tahu apa yang ada di otak cerdas kamu kalau lagi sama aku." Gavin tersenyum, memajukan tubuhnya mendekati Forza, Forza yang terkejut langsung mundur hingga bersandar di pintu mobil, Gavin mengurung Forza dengan kedua tangannya, Gavin makin mengikis jarak di antara mereka hingga bersisa beberapa cm.

"Memangnya, apa yang kamu tahu Za? apa yang ada di dalam otakku saat sedang bersama kamu?" kata Gavin, dengan suara yang di buat semenggoda mungkin dan itu sukses membuat gadisnya terlihat sangat gugup, Gavin tersenyum.

"Mas mau apa? mundur gih." Kata Forza sambil mendorong dada Gavin agar menjauh, tapi sayangnya itu tak berpengaruh, karena posisi Gavin masih tetap sama, dorongan Forza taka da apa – apanya untuk Gavin.

"Jawab Za, apa yang kamu tau hmm?"

"Nggak, aku .... aku tadi cuman asal saja, sekarang menjauh mas, aku nggak mau ya ada yang lihat nanti berpikir yang enggak - enggak." jawab Forza yang makin terlihat gugupnya.

"Bukan jawaban itu yang mas mau."

"Terus apa? emang beneran ko, aku tadi asal saja."

"Kamu mau tau, apa yang ada di otak mas, kalau lagi dekat sama kamu Za?" kata Gavin dan Forza menggeleng.

"Nggak penting." Jawab Forza.

"Penting Za." Kata Gavin tetap menatapnya, "Di otak mas, setiap dekat dengan kamu selalu berfikir, kapan kamu akan jadi milik mas seutuhnya dan ...." Gavin menjeda perkataannya, dia melihat wajah gadisnya yang merona membuat Gavin gemas melihatnya.

"Dan mas, selalu menginginkan ini." Gavin mendekat dan mengecup bibir Forza yang tipis sekilas, gadisnya mendadak tegang, Gavin tersenyum melihatnya, "Mas selalu tergoda, dengan bibirmu yang sangat cerewet ini, membuat mas ingin menggigitnya." Gavin kembali mengecup bibir Forza, kecupan yang berubah menjadi lumatan lembut, Gavin menekan tengkuk Forza memperdalam ciumannya dan tanpa Gavin sangka Forza membalasnya, membuat Gavin tersenyum.

Perlahan Gavin melepas pagutan di antara mereka, Gavin menatap wajah gadisnya yang makin merona, Gavin mengusap bibir Forza yang basah degan jarinya, "Manis." Katanya, Forza langsung menunduk karena malu, tangan Gavin mengangkat dagu Forza agar dia menatap Gavin.

Forza merutuk dalam hatinya, bodoh lu Za, kenapa malah menikmati, bukannya menolak apa yang pak Gavin lakukan tadi, ini malah ikut membalas dan menikmati setiap pagutan pak Gavin mau taruh dimana muka lu setelah ini Za.

"Itu yang selalu ada di otak mas, saat sedang bersama kamu Za." Gavin tersenyum, kembali mengecup bibir Forza kilat, Forza masih tetap diam menatapnya.

"Kenapa hm?"

"Nggak apa mas, aku .... aku mau pulang sekarang." jawab Forza terbata.

"Oke, kita pulang." Jawab Gavin tersenyum dan mengusap rambutnya, Gavin segera menyalakan mesin mobil dan melajukannya, Forza tetap diam membisu sepanjang perjalanan.

Love Forza (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang