Forza Pov
Hari ini aku di buat pusing tujuh keliling mencari bayi gembulku yang sudah sangat aktif berjalan kesana kemari walaupun masih sering terjatuh, entah dia pergi kemana aku sampai berteriak memanggilnya sudah seperti di hutan saja, setelah mandi aku meninggalkannya sebentar di atas ranjang karena akan menaruh handuknya. Tapi saat aku kembali bayi gembul itu sudah menghilang.
Aku bahkan sampai meminta bibi yang membantuku mengurus rumah ikut mencarinya di setiap sudut rumah tapi hasilnya nihil dia nggak ada juga.
Pasrah aku terduduk di lantai sambil menangis, aku memang selalu di buat menangis oleh bayi gembulku itu, padahal bukan aku banget yang gampang mengeluarkan air mata tapi sejak kehilangan mas Gavin dan kehadiran Baby Al aku makin mudah mengeluarkan air mata.
“Ada apa mom ko nangis?”
“Yah, Al hi__“ aku sangat terkejut saat melihat Al ada dalam gendongan Ayahnya, “Ayaaaaahh kenapa bawa Al nggak ngomong sih, mom cari – cari sampai bibi juga ikutan, mom kira Al di culik nggak taunya di bawa kamu.” Omelku.
“Mom angis yah?” tanya Al pada Ayahnya dan sang Ayah mengangguk tersenyum, lihatlah anak dan Ayah sangat kompak sekali.
“Iya mom nangis karena tadi Baby Al pergi sama Ayah, minta maaf sama mom ya karena Al sudah buat mom khawatir.” Al mengangguk menuruti perintah Ayahnya dia turun dan berjalan mendekatiku.
“Mom aaf al.” Lihatlah betapa manisnya dia mengucapkan kata maaf meskipun bicaranya masih menggunakan bahasa planet, aku tersenyum dan aku menggendongnya, aku cium pipinya yang gembul membuatnya tertawa kegelian.
“Yah ong al yah.” Katanya meminta tolong pada Ayahnya sambil terus tertawa karena aku masih gemas menciuminya.
Kak Dhika mendekat dan mengambil Al dari pangkuanku, “Sudah mom kasihan Al sampai geli gitu, maaf kalau Ayah sama Al sudah buat mom khawatir, pulang kerja Ayah masuk kamar terus Al minta gendong dan minta keluar ya sudah Ayah bawa keluar muter kompleks pakai motor, pak maman kan lihat emangnya kamu nggak tanya keluar?”
“Nggak, aku baru nyari di dalam belum sempat keluar, jangan ulangi lagi yah aku sampe jantungan tahu nggak.”
“Iya maaf Mommy sayang, Ayah janji nggak akan ngulangin lagi, maaf ya.” Deg, jantung ini kenapa selalu begini setiap dengar kata sayang dari kak Dhika, rasa yang sama saat mas Gavin mengatakannya.
Sejak pertama kali kami tidur bertiga waktu itu, malam – malam berikutnya kami selalu tidur bertiga, sekarang aku mulai berbagi ranjang dengan pria yang berstatus suamiku sudah satu tahun lebih semua karena Baby Al selalu terbangun saat kak Dhika pindah, aku ingat saat malam itu kak Dhika berkata.
“Buang egomu mom, Ayah janji nggak akan sentuh kamu atau meminta hakku sebagai suamimu, Ayah mohon izinkan Ayah tidur di sini berbagi ranjanglah denganku demi Baby Al agar dia benar – benar merasakan keluarga yang utuh, semakin hari Baby Al makin besar dan pintar mom lihat sendirikan dia ingin Ayah dan Mom ada di sampingnya saat dia tidur, Ayah nggak akan melanggar janji Ayah, Ayah akan meminta izin jika menginginkan sesuatu yang ada pada mom.”
Kak Dhika memang benar – benar menepati janjinya, kami tidur dalam satu ranjang tapi kak Dhika nggak pernah menyentuhku, kak Dhika menyentuhku hanya saat akan berangkat kerja atau pulang kerja itu juga hanya sebatas mencium kening tidak pernah lebih dari itu.
Rumah tanggaku dengan kak Dhika sudah berjalan lebih dari satu tahun tapi hingga saat ini aku belum juga memberikan apa yang seharusnya aku berikan pada suamiku, bayang – bayang mas Gavin masih terus ada di kepalaku. Aku memang sudah menerima hadirnya kak Dhika dalam hidupku tapi aku belum siap memberikan semuanya.
Rumah terasa sangat sepi, kak Dhika masih kerja dan Baby Al sedang di ajak mamah Diva, mamahnya kak Dhika menghadiri undangan kolega papah Abhi. Selesai membantu bibi beres – beres rumah aku menyalakan TV sambil rebahan di sofa, ingin mandi tapi tubuhku masih berkeringat.
Efek terlalu lelah aku tertidur di sofa, dalam tidurku aku bermimpi sedang berada di taman mengajak Baby Al bermain.
“Mom.” Ada suara seseorang yang memanggilku, suara yang sangat aku kenal dan juga aroma yang sekarang masuk dalam hidungku aroma seseorang yang amat sangat aku rindukan, aku membalikkan badanku dan betapa terkejutnya aku melihat siapa yang ada di depanku saat ini.
“Mas Gavin!” aku segera berlari dan memeluknya sangat erat, aku tumpahkan air mataku yang memang sudah tak bisa aku bendung lagi. Aku sangat merindukan pria ini, pria yang memberiku begitu banyak kasih sayang dan cinta.
Mas Gavin mengusap air mataku dan tersenyum, senyuman yang sudah membuatku jatuh cinta padanya, senyuman yang juga aku rindukan.
“Daddy sangat merindukanmu Mom.”
“Aku lebih rindu mas.”
“Kenapa nangis hm? Mas nggak suka lihat kamu nangis atau bersedih Mom, mas mau kamu bahagia.”
“Bagaimana aku akan bahagia jika sumber kebahagiaan aku pergi meninggalkanku?”
“Mas nggak pergi mom, mas selalu ada di sini.” Dia menunjuk dadaku, “Apa Dhika baik sama kamu dan Baby Al?”
“Iya dia baik mas.”
“Lalu kenapa sampai saat ini kamu belum juga menerimanya?”
“Aku nggak bisa mas.” Aku menunduk, mas Gavin mengangkat daguku dengan jarinya membuatku menatap mata hitam yang selalu aku rindukan.
“Kamu harus bisa dan mulai saat ini belajar menerima Dhika sama seperti saat kamu menerima mas dalam hidupmu mom, mas nggak akan sembarang menitipkan kamu dan Alvand.”
“Kamu tahu mom betapa tersiksanya mas melihatmu seperti ini, apa kamu akan selamanya seperti ini? Apa kamu nggak mau melihat Alvand bahagia memiliki keluarga yang sempurna?”
“Kembalilah mas, buat Al bahagia memiliki keluarga yang sempurna.”
“Mas memang mencintaimu mom, sangat mencintai wanita yang sudah memberikan mas putra yang sangat tampan tapi cinta mas di dunia sudah selesai, kini sudah ada yang menggantikan mas, bahagialah dengan dia mom.”
“Nggak mas aku hanya mau kamu.”
Mas Gavin menggeleng, “Buka hatimu untuk Dhika mom, bahagialah dengan dia yang mencintaimu lebih dari mas, jangan sampai kamu menyesal kehilangan dia seperti kehilangan mas, bahagiakan mas dengan kehidupan rumah tangga kalian, beri Alvand adik yang tampan dan cantik agar dia nggak merasa kesepian.”
Mas Gavin mendekati Al, menggendongnya dan mencium kening juga kedua pipi Al, “Daddy sangat sayang sama kamu nak, jaga Mommy untuk daddy, jadilah anak yang sholeh, bantu Ayah Dhika meluluhkan kerasnya hati Mommy.” Mas Gavin kembali mencium Al dan memberikannya padaku.
“Jaga permata hati mas dengan baik mom, mas sayang kalian berdua sampai kapanpun, bahagialah dengan Dhika yang sangat mencintaimu, mas pamit sayang.” Mas Gavin mencium keningku kemudian berjalan mundur melambaikan tangannya hingga menghilang.
“MAS GAVIN!!!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Forza (End)
RomanceProses Revisi Cinta, bagi Forza kata itu hanya penuh kesakitan hingga ia tak ingin mengenal apa itu cinta, ia tak akan sanggup jika harus merasakan pedihnya cinta seperti yang Bundanya rasakan. Namun semua berubah saat kehadiran seorang pria yang de...