Ngidam 2

1.5K 126 0
                                    

Aku dan wanitaku memasuki ruang praktik dr. Rangga di poli kebidanan.

“Selamat pagi Ny. Forza, loh dokter Dhika masuk juga?” tanya dr. Rangga.

“Pagi.” jawab wanitaku.

Aku mengangguk dan tersenyum “Kan saya yang bikin janji dok, jadi saya ikut masuk.” Jawabku asal.

“Oke deh iyain aja ehehe, Ny. Forza gimana apa ada keluhan?” tanya dr. Rangga.

“Forza saja dok, saya nggak nyaman di panggil begituan.”

“Sekarang kan kamu pasien saya bukan anak koass jadi saya harus sopan dong.”

“Nggak apa dok panggil Forza saja.”

“Baiklah Forza apa ada keluhan, apa masih ngidam masakan dokter Dhika lagi?”

“Alhamdulillah nggak dok, nafas saja yang makin sesak.”

“Itu wajar karena perut makin membesar makin menekan diafragma, kalau tidur apa enakan?”

“Sudah kurang nyaman sih dok, tapi nggak masalah.” katanya sambil tersenyum.

“Baik kalau begitu silahkan naik ke bed saya lihat Babynya.”

Aku membantu wanitaku untuk naik ke atas bed, walau pun sudah ada suster yang akan membantunya. Suster memakaikan selimut sampai batas perut bawah, meminta izin untuk menyingkap baju wanitaku dan mulai mengoleskan gel ke perutnya, dokter Rangga segera menempelkan alat USG dan terlihatlah di layar monitor janin yang sedang bergerak – gerak.

Deg, jantungku benar – benar terasa berhenti berdetak melihatnya, rasa bahagia dan sangat terharu bisa kembali melihatnya. Entah kenapa aku langsung jatuh hati padanya meskipun masih di dalam perut, ini kali kedua aku melihatnya dan jatuh hati kembali, awal kehamilan akulah yang pertama melihatnya di layar monitor saat dokter Rangga memeriksa wanitaku yang tiba – tiba pingsan.

“Babynya sehat dan Alhamdulillah semuanya baik, beratnya juga sudah cukup, tetap teratur makannya ya Za agar berat Babynya nggak turun, makan teratur yang sehat dan bergizi, cukup istirahat juga.” Nasehat dokter Rangga untuk wanitaku yang hanya di jawab dengan senyumannya.

“Za kalau bisa kamu sama suster untuk menjaga dan menemani kamu, sekarang kamu pasti sudah sering bolak balik BAK kan, kalau ada yang membantumu itu lebih bagus, takutnya ngantuk di paksain ke kamar mandi sendirian lantai licin gimana, saya bukan doain yang jelek hanya mengingatkan saja.”

Aku juga khawatir saat meninggalkan wanitaku ini, tapi jika ada orang lain selain bibi rahasia pernikahan kami akan terbongkar, mungkin aku harus meminta mama, bude atau tante Arum lebih ekstra lagi menemaninya saat aku kerja.

“Oke, sudah cukup kita lihat Baby boynya.” Perut wanitaku sedang di bersihan dari sisa gel oleh suster, aku bantu merapikan pakaiannya walau pun aku tahu jika wanitaku merasa risih tapi tidak aku pedulikan anggap saja mukaku memang sudah tebal tidak tahu malu jika sudah menyangkut dia.

Aku bantu dia bangkit dan turun dari bed, kami kembali duduk di depan dr. Rangga yang sedang menulis di buku KIA.

“Kunjungan berikutnya 2 minggu lagi ya Za, ingat jaga kesehatan, makan teratur yang sehat dan bergizi juga istirahat yang cukup, vitamin dan Tablet Fe jangan lupa diminum, nanti tebus di apotik ya Za.”

“Baik dok, terima kasih.”

“Sama – sama Forza.”

“Terima kasih dokter Rangga, kami pamit,” kataku sambil menyalami dokter Rangga.

“Sama – sama dok, silahkan.”

Aku bukakan pintu untuk wanitaku dan kami berjalan menuju apotik untuk menebus resep, “Za ke ruangan aku saja ya, nanti aku telfon orang apotik buat nganterin obatnya, aku nggak mau kamu cape mondar mandir, sekalian aku mau tanda tangan beberapa dokumen.”

Love Forza (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang