37. Hold him for me

2.6K 440 76
                                    

"Pada kenyataannya semua orang hanyalah salah satu, tidak ada yang benar-benar menjadi satu-satunya atau prioritas."

***********

Kebanyakan manusia memang tidak akan pernah bisa mengerti tentang bagaimana takdir berjalan. Kalau mengingat masa lalu, di awal pertemuan mereka, Angkasa tentu saja tak akan sudi berada di satu mobil apalagi sampai mengantarkan Savira dan juga Aries seperti ini.

Tapi sekali lagi takdir memang mempermainkan alur kehidupan seseorang. Sekarang Angkasa sudah berdamai dengan ibu dan saudara tirinya itu. Ia bahkan telah berjanji untuk menjaga Aries seperti adiknya sendiri.

Jika dipikir Angkasa benar-benar seseorang dengan omongan yang besar. Ia bahkan tak bisa menjaga dirinya sendiri ataupun adik kandungnya, Samudra. Tapi kenapa ia malah bersikap sok pahlawan dengan menawarkan diri untuk menjaga Aries?

Hah... Angkasa menghela nafasnya. Ini adalah perasaan dan tanggung jawab seorang kakak. Ia benar-benar merasa terhubung dengan Orion, dan tak bisa membiarkan saudara tirinya itu berjuang sendirian.

Mobil yang Angkasa kendarai kemudian masuk ke halaman rumah besar Ardi. Mengingat ayahnya itu harus mendampingi Orion, akhirnya Angkasa menawarkan diri untuk mengantar Savira dan juga Aries pulang ke rumah.

Aries mengambil payung dari bawah kakinya dan membuka benda itu setelah keluar dari mobil. Hujan deras memang telah mengguyur ibu kota sejak beberapa menit yang lalu. Aries membukakan pintu untuk sang ibu, dan menuntun wanita rapuh itu dengan hati-hati.

Tuk tuk tuk

Aries mengetuk kaca mobil Angkasa. Si sulung itu menurunkannya dan mendapati Aries tersenyum tipis.

"Makasih, Sa."

Angkasa mengangguk. "Iya. Temenin terus nyokap lo. Kalau ada apa-apa langsung hubungi gue."

Sekali lagi Aries mengangguk kemudian membantu ibunya masuk ke dalam rumah. Angkasa menaikkan kaca mobilnya sebelum memeriksa ponselnya yang terus bergetar sedari tadi.

12 panggilan tak terjawab dari Juan, dan 2 pesan baru.

Juan:

|"Berita nenek kakek lo masuk TV, dan sialnya Mudra liat."

|"Kalau urusan lo di sana udah kelar buruan balik ke rumah Jovan!"

Angkasa setengah melemparkan ponselnya ke jok sebelah tanpa memperdulikan bagaimana benda itu jatuh. Tujuannya sekarang rumah Jovan. Samudra mungkin merasa sangat buruk sekarang, dan Angkasa tidak ingin meninggalkan adiknya itu lagi.

Setelah bergulat selama empat puluh menit perjalanan, mobil Angkasa masuk ke pekarangan rumah Jovan. Si sulung itu berlari masuk dan menemukan Juan yang terlihat menunggu dirinya.

"Mudra gimana?"

"Anaknya gelisah banget. Mending lo temuin, jelasin pelan-pelan."

Angkasa mengangguk, berlari ke lantai dua dan melihat pintu kamar Jovan sedikit terbuka. Laki-laki itu mendorongnya dengan lengan sebelum mendapati Jovan tengah duduk di atas tempat tidur bersama Samudra.

"Mudra," panggilnya pelan.

Si bungsu itu menoleh dan langsung bangkit. Melangkah cepat mendekati Angkasa kemudian mencengkram lengan kakaknya itu erat.

"Oma sama Opa kenapa? Kantor polisi?"

Angkasa menghela nafas panjang, kemudian melepaskan jemari Samudra yang mencengkramnya. Si sulung itu ganti memegang bahu Samudra lembut.

Rahasia Sang Samudra [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang