07.Sebuah Retakan

3.5K 547 88
                                    

"Mengatakan maaf dan memaafkan adalah dua hal yang paling sulit dilakukan oleh manusia. Bukan karena seberapa buruk kesalahannya, tapi tentang seberapa tinggi ego yang harus di lawan untuk mengatakan keduanya"

**************

Jovan menyerah, miniatur bola kaca dari Samudra tak bisa ia perbaiki. Benda itu sebenarnya tak terlalu penting, tapi bagaimana cerita dan perjuangan di baliknya adalah yang membuat benda itu menjadi sangat penting bagi Jovan.

Diusapnya wajah itu kasar, menyebabkan rasa sakit yang kembali ia raskaan dari lengannya yang terangkat. Kedua netra Jovan terpejam, seiring dengan nafasnya yang tak terdengar beraturan.

Cklek

Saat pintu kamarnya terbuka, Jovan langsung bangkit. Menggigit bibir dalamnya kuat-kuat sembari mencoba tersenyum sebaik mungkin di hadapan Diana.

"Makan malam dulu sayang."

Jovan menggeleng kecil. "Belum laper Ma, nanti aja."

"Jovan." Diana mendekat kemudian mengusap surai putranya itu dengan lembut. "Mama mau makan bareng sama kamu. Kenapa sih? Karena ada Bang Gara? Kamu nggak nyaman sama Abang?"

Si jangkung itu lekas-lekas menggeleng. "Kenapa juga harus nggak nyaman sih Ma? Kan Abangnya Jovan juga. Ini tuh Jovan masih mules banget dari tadi, sakit perutnya."

Kedua tangan Jovan berpura-pura menekan perutnya, wajah anak itu juga menunjukkan seolah-olah ia tengah merasa tak nyaman dan ingin segera pergi ke kamar mandi.

"Kamu salah makan apa gimana?"

Jovan menggeleng cepat. "Enggak Ma, mules rutinan biasa kok. Jo ke kamar mandi dulu, udah di ujung."

"Jo mana ada sih mules rutinan?" Diana setengah berteriak karena putranya itu sudah berlari masuk ke kamar mandi.

Seulas senyum terpatri di paras ayunya. "Nanti Mama kasih obat ya."

"Siap Ma."

Jovan mendengarkan langkah kaki Diana yang semakin menjauh seiring dengan suara pintu kamar yamg kemudian tertutup. Jovan jatuh, menekan lengan kanan nya dengan lebih kuat seiring dengan isakannya yang mulai terdengar.

"Jovan sakit Ma.... "

Sementara itu, Diana turun dari lantai dua kemudian ikut bergabung denga suami dan anak tirinya itu di meja makan. Revan mengernyit kala tak mendapati putra bungsu mereka di belakang sang istri.

"Jo mana Ma?"

Diana masih tertawa pelan. "Sakit perut katanya Pa, makan nanti kalau udah enakan."

Revan mengangguk kecil dan menunjuk Ayam goreng yang sedikit jauh darinya untuk diambilkan oleh Diana. Setelah selesai dengan sang suami, Diana mengambil piring Gara dan memberinya sedikit nasi.

"Udah?"

Gara mengangguk satu kali. "abang mau pakek apa?"

"Sayur aja Ma, sama udang."

Diana tersenyum saat meletakkan piring lengkap dengan lauk pauknya itu di hadapan Gara. "Makan yang banyak ya sayang."

Rahasia Sang Samudra [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang