24. Genggaman itu

2.5K 434 88
                                    

"Bukan tidak ingin melepaskan, hanya takut akan kehilangan."

*************

Jalanan di Jakarta benar-benar padat seperti yang seharusnya. Banyaknya kendaraan beroda empat yang dimiliki hampir oleh semua orang seakan memenuhi jalanan sekarang. Menghambat aktivitas bagi setiap orang yang sejatinya tengah terburu-buru menuju suatu tempat.

Samudra sudah kehilangan rasa tertarik pada perjalanan pulang kali ini. Dirinya hanya menyandarkan diri pada jok belakang sembari memejamkan mata. Menikmati alunan lagu 'Dear my brother' yang dinyanyikan Angkasa semalam secara berulang.

Samudra memang seperti ini, ia tak pernah menyukai banyak lagu. Hanya beberapa lagu yang akan ia putar berulang di situasi tertentu.

Netra si bungsu itu terbuka, bersamaan dengan gerakan jemarinya yang menggulir layar ponsel dengan perlahan. Membuka aplikasi whatsapp, dan menghela nafas saat Angkasa tak juga membalas pesannya.

Samudra tahu ia tak seharusnya begitu bergantung seperti ini, ia harus membiarkan Angkasa menikmati dunianya sendiri. Tapi jujur akhir-akhir ini ai memiliki banyak pemikiran buruk. Setiap kali Arini menaikkan nada suara dan mulai meminta Angkasa melakukan sesutu, di situlah Samudra merasa takut jika Angkasa akan menjauh darinya secara perlahan.

Dia tahu bagaimana rasa sakitnya saat terus disalahkan dan tak lagi diperhatikan. Di balik senyuman Angkasa pasti akan ada rasa sakit itu. Rasa sakit yang hanya akan dipendam, sebelum menjadi bom waktu yang bisa meledak dan membuat hubungan keduanya memburuk.

Samudra menghela nafas panjang sembari menatap sang langit yang cerah tanpa adanya awan. Dalam diam Samudra berharap jika kehidupan Angkasa akan terlihat seperti itu juga.

"Dek, minum dulu. Kayaknya macetnya masih lama." Arini memberikan sebotol air mineral yang segelnya sudah dibuka pada Samudra.

Anak itu menerimanya, kemudian meminum sampai airnya tersisa setengah.

"Kamu tidur aja, nanti kalau udah sampai rumah, Bunda bangunin."

Samudra tak berniat menjawab, ia hanya kembali menghela nafas sebelum mengecek ponselnya yang bergetar satu kali. Ada pesan, dari Jovan, bukan Angkasa.

***************

Angkasa menutup buku dan juga laptopnya dengan cepat setelah kerja kelompok selesai. Netranya sesekali menatap tajam ke arah Orion yang bahkan menghindari tatapnya.

Juan sudah siaga sedari tadi, kalau tiba-tiba Angkasa akan maju dan melayangkan sebuah pukulan di area kampus. Pasti sahabatnya itu akan mendapatkan masalah.

"Buat hari ini cukup, besok kita kerja lagi sepulang sekolah."

Orion mengangguk, kemudian menyambar ranselnya. "Gue duluan."

Angkasa mendengus kasar. Sembari bangkit dari duduknya. Si sulung itu memeriksa jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul setengah delapan malam.

"Udah malem, Lun. Lo jadi bikin video?"

Raluna terlihat menimbang-nimbang sebelum menggelengkan kepalanya. "Besok ajalah. Udah malem juga, nggak enak ajak kalian ke Apart."

Rahasia Sang Samudra [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang