19. Tentang Mereka

3.1K 464 146
                                    

"Setiap manusia memiliki cerita mereka masing-masing, dan setiap manusia pasti ingin memiliki happy ending sebagai akhir."

****************

Pagi itu adalah pagi yang cukup sibuk di tengah keluarga kecil Septian. Pasalnya setelah Angkasa kemarin pulang dari rumah sakit, lengkap dengan Samudra. Arini harus membuatkan masakan yang benar-benar sehat untuk keduanya. Septian bahkan ikut turun tangan, memperingatkan istrinya untuk mengurangi takaran garam dan juga penyedap masakan supaya tidak memberatkan kerja ginjal Samudra.

Kedua putra mereka itu masih tertidur di kamar yang berbeda. Kalian tentu tidak melupakan bagaimana Juan dan Jovan yang sangat menempel dengan sahabat mereka. Jadilah dua anak itu ikut menginap.

Jovan sudah bangun sejak tadi, sementara Samudra masih meringkuk dengan selimut menutup tubuhnya sampai sebatas leher. Jovan duduk di dekat balkon, menata rentetan pesan singkat yang ayahnya kirimkan mengenai Gara.

Papa :

"Papa bener-bener masih harus bujuk Gara buat mau ngomong Jov. Kakak kamu hancur banget, jadi Papa sama Mama belum bisa pulang. Maaf ya."

Tidak, Jovan sama sekali tak marah. Ia justru memiliki keinginan untuk membujuk Gara dan membuatnya menjadi lebih baik. Tapi ya, Jovan masih tahu diri untuk tidak datang dan membuat semuanya memburuk. Belum lagi Bude tak begitu menyukainya karena ia adalah anak dari istri kedua ayahnya.

"Uhuk... Uhuk."

Dahi Jovan mengerut kala mendengar suara Samudra terbatuk beberapa kali. Remaja tanggung itu bangkit dari duduknya, melangkah masuk ke dalam kamar dan mendapati Samudra sudah terduduk sembari menutup mulutnya.

"Udah bangun Dra? Lo kenapa?"

Samudra hanya menggeleng cepat kemudian berlalu ke kamar mandi, terlalu terburu sehingga lupa menutup pintunya. Jovan menyusul Samudra dan mendapati sahabatnya itu muntah di wastafel.

"Dra." jemari Jovan bergetar tapi tetap ia gunakan untuk mengusap tengkuk dan punggung Samudra.

Samudra cukup lama memuntahkan semua isi perutnya. Bahkan sampai yang keluar hanya air dan membuat tenggorokan Samudra terasa begitu sakit. Netra anak itu memanas, tapi sebisa mungkin Samudra menahan diri untuk tak menangis. Jika setiap kali merasa kesakitan ia menangis, bukankah ia akan terlihat sangat lemah?

Samudra menghela nafas kemudian menjalankan keran air untuk menbasuh mulut dan wajahnya. Netra anak itu menatap ke arah Jovan yang tampak sendu.

"Jangan kasihan sama gue Jov."

Jovan menepuk bahu sahabatnya itu dua kali. "Sedari awal gue terlalu perduli sama lo Dra. Apa yang lo lihat ini bukan rasa kasihan, tapi rasa sakit gue."

"Kadang gue nyesel Jov karena udah jadi sahabat lo."

Dahi Jovan mengernyit. "Kenapa?"

"Gue bukan sahabat yang baik buat lo. Gue bikin hubungan kita kayak saudara tapi pada akhirnya gue cuman bikin lo ngerasain sakit yang sama kayak yang gue rasain. Gue cuman bergantung sama lo dan bikin lo susah sama semua masalah gue. Padahal harusnya gue tahu, lo juga punya rasa sakit karena masalah lo sendiri."

Rahasia Sang Samudra [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang