04.Hold On

3.8K 560 40
                                    

"Ada saat dimana kau mulai bergantung pada seseorang. Semua orang melakukannya, jadi jangan merasa lemah saat kau mulai mengeluh dan berpegang pada yang lainnya selain dirimu sendiri"

***************

Septian tau, sedari awal Angkasa memang selalu lebih cerah daripada Samudra. Si sulung itu akan lebih banyak bicara dan tertawa untuk menghidupkan suasana makan bersama, seperti yang mereka lakukan malam ini.

Tapi Septian tentu tidak buta untuk menyadari kalau Samudra tengah tenggelam pada suatu pemikiran yang sepertinya cukup mneganggu. Si bungsu itu biasanya akan bersikap sedikit manja kepadanya, dan malam ini Samudra hanya diam.

Memakan sedikit demi sedikit nasi dengan sayuran di atas piringnya tanpa menanggapi lelucon yang beberapa kali Angkasa katakan. Jadi saat acara makan malam mereka selesai, dimana Arini sibuk membersihkan piring-piring kotor, sementara Angkasa langsung berlari ke kamarnya untuk mengambil laptop dan buku-buku lembur dengan tugas. Septian mendekati Samudra.

Merangkul bahu si bungsu itu dan mengajaknya duduk di ruang keluarga. Septian mengusap surai Samudra yang sedikit memanjang dengan perlahan.

"Kenapa Mudra diem aja, dari tadi Papa liatin kamu."

Samudra menekan bibir dalamnya karena gugup. Harus seperti apa ia menjawab Septian? Terkadang perkataan Angkasa memang benar, kalau memiliki Ayah seperti Septian yang seorang Psikiatri itu sedikit merepotkan. Ia tak mungkin bisa berbohong atau menyembunyikan apapun lagi.

Akhirnya si bungsu itu memilih tersenyum kecil. "Masalah sama Jopan doang kok Pa. Kita berantem tadi, adu mulut gitu."

Ya, setidaknya masalah itu bisa ia katakan dan menutupi masalah lain yang kini mendominasi pikirannya.

"Tumben kamu berantem sama Jovan?"

Bocah 19 tahun itu terkekeh kecil sembari mengusap bagian belakang kepalanya. "Nggak tau, anaknya kemusuhan terus. Udah lumayan lama sih Mudra rasain, dari di Bali itu sampe pulang."

"Kamu ada salah sama Jovan?"

Samudra menggeleng kecil. "Lagi banyak pikiran kayaknya."

Septian mengusak surai Samudra dengan penuh sayang. "Kalau gitu besok kamu ajak kesini anaknya. Biar Papa yang ngomong sama dia."

"Papa?"

Septian mengangguk. "Usia kamu ini usia peralihan menuju dewasa, masa pencarian jati diri yang sesungguhnya. Ada tahap adaptasi lagi yang harus dilalui, nggak se rawan masa remaja. Tapi usia ini yang paling penting untuk menentukan jadi orang seperti apa kalian ke depannya. Jadi bimbingannya harus benar."

Ya masa remaja mungkin terdengar sulit, karena pada saat itu remaja baru memasuki masa penctian jati diri dan banyak mencoba hal-hal baru. Lebih sensitif dari segi mental, dan rawan untuk terjerumus.

Tapi fase menuju kedewasaan sejujurnya jauh lebih sulit. Karena itu berarti kau berda di akhir masa remaja dna harus bisa bersikap dengan lebih baik ke depannya. Perhatian dari orang-orang justru mulai berkurang pada masa ini, padahal mereka justru paling butuh diarahkan pada titik ini. Langkah apa yang harus diambil, bagaimana kehidupan orang dewasa yang harus mereka jalani. Dan ingin menjadi apa kau saat dewasa nanti. Semua keputusan itu ada di usia ini, setiap langkahnya benar-benar penting dan harus di perhatikan.

Rahasia Sang Samudra [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang