35. Seutas Tali Tak Kasat Mata

2.3K 409 153
                                    

"Saat kau berusaha untuk memutuskan garis takdir, di titik itulah dunia akan menyadarkanmu."

***************

Suhu udara di dalam ruangan Samudra mendadak terasa dingin. Jemarinya meremat selimut yang menutup kedua kakinya dengan gugup. Netra si bungsu itu menatap Arini yang masih terlelap, kemudian beralih menatap pintu ruang rawatnya yang masih tertutup rapat.

Ponsel Samudra bergetar sekali lagi dengan pelaku yang sama neneknya. Meneriakkan baris kalimat yang memaksa Samudra untuk cepat keluar di saat itu juga.

Meskipun bimbang, Samudra juga merasa ketakutan. Ia tak merasa memiliki pilihan selain membuka selimutnya kemudian turun dari tempat tidur.

Mendorong tiang infus dengan gerakan pelan, berusaha keras untuk tidak membangunkan Arini yang terlihat kelelahan.

Nafas Samudra terasa tercekat saat tangannya sudah mencengkram gagang pintu. Ia tanpa sadar menguatkan genggamannya dan binbang di tempat itu selama lebih dari lima menit. Ponsel Samudra bergetar sekali lagi membuat si bungsu itu akhirnya mendorong pintu ruang rawatnya pelan.

Langkah Samudra sedikit bergetar saat keluar dari ruangan. Sebuah tangan besar langsung menarik lengannya kasar membuat infus di punggung tangan Samudra tanpa sengaja terlepas. Samudra mengaduh, tubuhnya sudah sakit di sana-sini, ditambah seseorang itu mendorong dirinya sampai menabrak dinding koridor.

Samudra memegangi punggungnya sembari meringis. Darah menetes dari punggung tangannya yang terluka akibat bekas infus yang baru saja terlepas. Netra Samudra menatap ke arah seseorang dihadapannya dan mendapati salah satu bawahan Indah.

Neneknya itu ada di sana, duduk di kursi tunggu dengan satu pekerja lain yang Setia mendampinginya. Tatapan Indah masih sangat tajam membuat Samudra menundukkan wajahnya cepat. Ia membenci tatapan kebencian itu. Rasanya seperti dihakimi atas sesuatu yang tak pernah ia lakukan.

"Masih hidup?"

Samudra tersentak. Pertanyaan macam apa itu.

"Saya nggak mau basa-basi di sini sama kamu. Saya hanya ingin tanya. Apa mau kamu sebenarnya."

Dahi Samudra mengerut. "Mau saya?"

"Kamu 'kan yang nyuruh Ardi untuk membangkang saya. Kamu yang menghasut dia untuk pergi meninggalkan kedua orang tuanya sendiri!"

"Oma. Mudra bahkan nggak tinggal sama ayah."

"Jangan mengelak Samudra. Kamu mau menghancurkan saya karena apa yang sudah saya lakukan ke kamu? Iya!"

"Meskipun saya benci sama Oma. Saya nggak pernah berpikiran untuk ngelakuin itu semua sama Oma."

"Saya bilang saya nggak mau mendengar semua kebohongan kamu!"

Indah menatap salah satu pekerjanya yang berdiri di dekat Samudra, dan laki-laki itu langsung otomatis mencengkeram dagu Samudra kuat.

"Lebih baik kamu bujuk ayah kamu untuk kembali ke saya. Bujuk Angkasa untuk tinggal bersama saya, sebelum kamu mati!"

Perasaan Samudra bergemuruh. Ia merasa marah, tapi perasaan itu masih kalah dengan denyut menyakitkan yang lagi-lagi ia rasakan karena perkataan Indah. Ini bukan pertama kali, kedua, atau bahkan ketiga kalinya. Tapi rasa sakit itu masih ada, dan semakin memburuk dari waktu ke waktu.

Rahasia Sang Samudra [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang