08.Dewasa?

3.3K 559 117
                                    

"Terkadang kita terlalu lelah untuk memperbaiki sesuatu, dan membiarkan semua berjalan seperti yang seharusnya"

***************

Samudra tak tahu jika pertengkarannya dengan Jovan akan berakibat sejauh ini. Satu bulan berlalu dan Jovan terus menghindar darinya. Menolak keluar saat ia datang ke rumahnya, mematikan semua panggilan darinya dan mengabaikan semua pesan-pesan yang ia kirim.

Samudra hanya takut sesuatu yang buruk terjadi, Samudra hanya takut akan kehilangan Jovan yang kini sudah jauh berbeda dari sosok yang ia kenal dulu.

Netranya menatap ke arah nasi goreng yang Arini buatkan tapa minat. Padahal makanan itu adalah satu dari sekian banyak masakan Arini yang menjadi favoritnya. Di tempat itu juga ada Septian yang tengah mengobrol hangat dengan Arini, sementara Angkasa sibuk menyuapkan sesendok nasi sembari membolak-balik buku tebal yang ada di atas meja. Quiz pagi adalah alasan dari kekhawatiran si sulung itu.

Sekali lagi Samudra menghela nafas berat, ini adalah hari pertamanya sebagai seorang mahasiswa. Setelah melewati Masa Orientasi tanpa Jovan, setidaknya ia ingin menjalani hari ini bersama Jovan. Sama seperti mereka masuk di sekolah menengah atas tiga tahun yang lalu. Tapi semua terasa tak mungkin, semua pesannya masih diabaikan.

Ia mengetahui Jovan berhasil lolos Sbm juga berkat Juan yang dengan senang hati akan merusuh datang ke rumah Jovan untuk melihat bagaimana kondisi anak itu.

"Dra, udah belum? Kalau udah buruan, kita telat." Angkasa mengetuk jam tangan di pergelangan tangannya dengan khawatir.

Samudra mengangguk satu kali kemudian meminum susu coklat miliknya sampai tersisa sedikit. Keduanya bangkit, mencium punggung tangan Arini dan Septian secara bergantian kemudian melangkah cepat keluar dari rumah.

Selama perjalanan, Samudra kembali diam. Menikmati suara Angkasa yang menghafal materi dengan suara sedikit kencang sambil fokus pada jalanan. Kakaknya itu memang selalu belajar dengan tuntutan, tapi dirinya sendiri juga menghendaki untuk menjadi yang terbaik. Jadi meskipun tak ada lagi tuntutan dari Ayahnya Angkasa masih begitu berusaha.

"Dra...." Samudra menatap ke arah Angkasa melalui ekor matanya.

"Udah ada kabar dari Jovan?"

Samudra menghela nafas berat sebagai jawaban kemudian menggeleng.

"Lo berdua tuh nggak pernah berantem, sekalinya berantem kenapa separah ini sih? Masalahnya apa?" Samudra menekan bibir dalamnya menolak memberikan jawaban.

Ia merasa ini adalah masakah besar dan topik sensitif bagi Jovan, dan ia tak berhak mengatakan apapun soal masalah itu. Soal Gara.

"Masih belum mau ngomong? Kalau lo diem aja, gimana gue sama Juan bisa bantuin?" Angkasa sedikit gemas dengan kedua bocah itu.

Apa gunanya coba memendam masalah mereka sendiri seperti ini?coba lihat, masalahnya justru semakin berlarut-larut dan menjauhkan keduanya.

Angkasa hanya tidak suka melihat Samudra menjadi pendiam seperti ini, berjalan sendirian di area kampus yang jauh lebih besar daripada sekolah. Ia ingin Samudra memiliki Jovan disampingnya, sebagai sahabat seperti yang seharusnya.

Angkasa menghentikan mobilnya di depan gerbang kedua, dimana gedung Fakultas Samudra berada. Samudra melambaikan tangannya perlahan dan kembali menghela nafas setelah mobil Angkasa menghilang di balik gerbang pertama yang memang sedikit berjarak darinya.

Rahasia Sang Samudra [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang