06.Brave

3.3K 559 88
                                    

"Arti dari keberanian yang sesungguhnya adalah saat kau berani jujur dengan dirimu sendiri"

***************

Angkasa benar-benar tak mengerti apakah orang-orang disekitarnya sekarang memiliki akal yang baik atau tidak. Bukankah seharusnya mereka tahu kalau pembicaraan yang baru saja mereka lakukan adalah sebuah topik yang sensitif.

Ah, Angkasa mengerti. Mereka sama dengan Wira maupun Indah, pengusaha gila harta yang mungkin sudah tak memiliki hati untuk sekedar memikirkan bagaimana perasaan orang lain.

Seharusnya Angkasa tahu, datang kesini sama dengan mendatangi neraka dalam kehidupan. Kenapa ia tak berusaha lebih keras untuk menahan Samudra, padahal ia tahu kalau orang yang akan benar-benar terluka adalah adiknya itu.

"Sebelumnya terimakasih untuk pujian anda Nyonya Indah Wijaya yang terhormat. Saya berharap anda, suami anda, dan juga putra anda tidak lupa siapa yang menjadi alasan dari semua tindakan adik saya. Sekali lagi terimakasih atas undangannya, kami permisi."

Angkasa berbalik dan menarik Samudra bersamanya. Ia bahkan terlalu marah dan tak sempat menatap bagaimana raut wajah sang adik yang sudah benar-benar pucat.

Di halaman, keduanya bertemu dengan Ardi yang tengah bersama istri baru dan mungkin kedua anak mereka. Hanya itu yang bisa Angkasa pikirkan dan ia tak perduli, ada desakan air mata yang coba si sulung itu tahan saat netranya bertemu dengan netra Ardi.

"Angkasa." Ardi mencekal lengan putra sulungnya itu.

"Kalian berdua mau kemana?"

Angkasa memaksa bibirnya untuk kembali tertawa sinis. "Tentu saja pergi dari keluarga gila ini."

"Angkasa! Apa maksud kamu?"

Ardi setengah membentak Angkasa kala kata-kata yang memang tak seharusnya terucap malah keluar begitu saja dari bibir si sulung.

"Anda mungkin bisa menanyakannya pada semua orang di dalam, tentang bagaimana cara mereka menyambut kami. Bagaimana cara mereka membuat lelucon tentang rasa sakit adik saya!"

Angkasa tak butuh berkenalan dengan keluarga baru Ayahnya. Ia juga tak berharap masih menjadi bagian dari keluarga itu lagi. Jadi ia cepat menarik Samudra masuk ke dalam mobil dan meninggalkan tempat itu.

Samudra menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia tengah berusaha keras untuk terlihat baik-baik saja dan tak membuat Angkasa merasa khawatir. Tapi tanpa kata sekalipun Angkasa sekarang sudah benar-benar mengerti.

Di genggamnya jemari Samudra dengan tangan kirinya. Sementara tangan kanan Angkasa gunakan untuk memegang kemudi.

"Fokus aja ke jalan Sa. Gue nggak papa."

Angkasa menatap Samudra untuk beberapa saat dan mendapati air mata yang sebelumnya nampak memenuhi netra adiknya itu menghilang. Sekarang Samudra benar-benar merasa aneh, selalu mengatakan baik-baik saja pada smeua orang membuatnya ragu akan perasaannya sendiri.

Sekarang ia tengah merasa sedih, oa tahu itu. Sakit, sangat sakit. Tapi Samudra juga merasa baik-baik saja. Seakan akan kata yang selalu ia ucapkan kini ikut mempengaruhi dirinya.

Kedua kakak beradik itu melangkah pelan masuk ke dalam rumah dan mendapati Arini sedang bersama Septian membicarakan sesuatu di ruang keluarga.

Rahasia Sang Samudra [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang