31. Hancur

2.6K 434 119
                                    

"Terlalu banyak menelan kekecewaan membuat seseorang berhenti untuk berharap."

**************

Setiap manusia memiliki rasa takut mereka masing-masing. Seperti yang sudah kalian tahu, Angkasa sangat takut pada kekecewaan. Ia takut mengecewakan, dan mulai dipandang sebelah mata. Ditekan, dan jatuh sendirian.

Tapi akhir-akhir ini Angkasa mencoba melawan ketakutannya. Ia berani mengambil langkah gila dan membuat banyak orang kecewa padanya. Rasanya menyesakkan sungguh, tapi Angkasa tidak ingin kembali sekarang. Ia muak. Ia ingin sang ibu bisa mengerti bahwa dirinya sudah lelah dituntut ini dan itu. Dijadikan sebuah barang rebutan kedua keluarga yang sebenarnya tak jauh berbeda. Kedua keluarga itu hanya ingin membentuknya menjadi sebuah kebanggaan. Tanpa perduli bagaimana remuknya badan dan juga hati Angkasa selama ini.

Pandangan Angkasa mengeras setelah melihat dua baris pesan penuh ancaman dari Arini yang masuk ke ponselnya dua menit yang lalu.

Fakta bahwa Arini mengetahui ia dan Raluna dekat, dan menuduh Raluna dengan berbagai macam hal buruk yang sama sekali tidak benar.

Rasanya hati Angkasa kebas. Kenapa ia tak pernah bisa memilih dalam hal apapun. Kenapa para orang dewasa itu selalu berpikir bahwa mereka tahu yang terbaik? Kenapa mereka berpikir semua pilihan anak-anak hanyalah sebuah kesalahan?

Angkasa hanya terlampau tak mengerti. Terlampau sakit hati, dan melupakan fakta bahwa bukan hanya dirinya yang hancur sebagai akibat dari perubahan sikapnya.

Juan, bahkan Samudra merasakannya. Merasa bagaimana Angkasa yang sempat menjadi satu-satunya perlahan menjauh seperti orang asing.

Sekali lagi Angkasa menghela nafas kemudian mengendarai mobilnya menuju rumah sakit. Septian juga mengirim pesan bahwa ia dan Arini ada sedikit urusan sehingga Samudra harus ditinggalkan sendirian.

Ya, dan seperti kewajiban, Angkasa akan menjaga Samudra.

Masih dengan tas besar berisi gitar di tangan kanannya, Angkasa melangkah cepat menuju ruang rawat Samudra. Mendorong pintu putih itu pelan dan mendapati adiknya masih membuka mata. Membaca sebuah buku komik dengan raut yang terlihat gelisah kalau saja Angkasa tak salah menerka.

"Udah makan, Dra?"

Si bungsu itu mengangkat wajahnya guna menatap paras Angkasa yang terlihat kelelahan.

"Udah. Lo gimana?"

"Apanya?" tanya Angkasa sedikir acuh. Fokus si sulung itu tertuju pada beberapa komik naruto yang ada di atas nakas.

"Udah makan apa belom," ujar Samudra sedikit gemas.

"Udah kali. Nggak inget gue." Angkasa tertawa kecil sembari mulai membaca salah satu komik dengan karakter utama berambut kuning itu.

"Sa! Seriusan! Lo sehat jangan nyari penyakit. Kalau belum makan, mending makan dulu."

"Dra, mending lo tidur aja. Gue capek, males berantem."

"Siapa juga sih yang mau berantem. Gue cuma nggak mau lo sakit. Lain kali sebelum kemana-mana ngaca dulu. Lo kacau."

Angkasa tersenyum kecil. "Lain kali sebelum ngasih tau orang, lo juga ngaca dulu. Lo lebih kacau."

Rahasia Sang Samudra [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang