16.Samudra & Rasa

3K 463 69
                                    

"Tak pernah ada satu garis lurus dalam kehidupan, ada terlalu banyak jalan yang menyerupai benang kusut tanpa penyelesaian"

****************

Sedari tadi netra Juan tak bisa tenang menatap ke arah jalanan, berharap bisa menemukan Jovan di suatu tempat dalam keadaan baik-baik saja.

Dan akhirnya iris kembar laki-laki itu mendapati sosok Jovan tengah bersandar di sebuah kursi halte Bus yang tampak sepi. Terlihat kedinginan dengan wajah babak belur yang mengerikan.

Juan mengerem mobilnya secara mendadak, sebelum nyaris melompat keluar dan menghampiri Jovan. Mencengkram kedua bahu anak itu yang tampak setengah sadar dengan penuh kekhawatiran.

"Jo? Jovan!"

Netra Jovan mengerjap perlahan, seiring dengan air mata yang meluruh dari sudut netranya.

"Bang...."

Juan mengangguk kemudian merengkuh tubuh Jovan ke dalam pelukannya untuk beberapa detik. Juan hanya tak ingin membuang waktu, mereka benar-benar harus ke rumah sakit.

Setelah mengantarkan anak itu ke unit gawat darurat, Juan berdiri kaku karena terlalu bingung harus berbuat apa. Ia juga sudah menghubungi kedua orang tua Jovan yang mungkin sedang dalam perjalanan. Sekarang ia hanya bisa menunduk khawatir.

"Nak Juan?"

Laki-laki itu mengangkat kepalanya dan mendapati sosok Arini berdiri di hadapannya. "Loh, tante?"

"Iya, kamu ngapain tengah malem gini disini?"

Netra Juan melirik ke arah pintu ruangan yang tertutup. "Nganterin temen tan, ada kecelakaan kecil tadi. Tante sendiri?"

"Angkasa masuk rumah sakit. Di rawat di kamar Anggrek nomer 2. Nggak jauh dari sini."

Kedua netra Juan membulat. "Kok bisa? Kenapa tante? Aksa kenapa?"

"Nggak apa-apa. Cuman kena tifus karena terlalu forsir diri sendiri aja. Ini tante mau nyariin makanan, abisnya dia kebangun laper."

Juan mengangguk kecil. "Habis orang tua temen Juan dateng, Juan mau liat Aksa boleh kan, Tante?"

"Juan, ini kan udah malem. Kamu nggak pulang aja?"

Juan menggeleng cepat. "Nggak Tan, saya mau sama Tante aja jagain Aksa."

"Ya udah, tapi izin sama Mama dulu. Kalau gitu tante tinggal, ya." Arini mengusap bahu Juan lembut, membuat anak itu mengangguk. "Iya Tan, abis ini Juan kesana."

Netra Juan terus berfokus ke arah punggung Arini yang semakin menjauh kemudian menghilang. Anak itu sedikit menghela nafasnya, akhir-akhir ini ia terlalu memperhatikan Jovan sampai tak sempat memperhatikan Angkasa. Andai saja ia sedikit lebih peka, mungkin sahabat bodohnya itu tidak perlu masuk rumah sakit seperti ini.

"Nak Juan, ya?" lagi-lagi Juan terkejut dan kini mendapati laki-laki dan perempuan paruh baya berdiri dengan raut cemas di wajah mereka.

"Iya Om, Tante. Saya Juan. Kakak tingkatnya Jovan."

Jemari Diana langsung menggenggam jemari Juan dengan kuat. Anak itu bisa merasakan bagaimana dinginnya jemari Ibu Jovan yang melingkupi jemari panjangnya. Jadi Juan mencoba mengembangkan sebuah senyuman.

Rahasia Sang Samudra [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang