05.Lelucon

3.5K 575 97
                                    

"Ketika kau menertawakan orang lain yang terluka karena semua yang kau katakan maupun lakukan. Apakah itu masih bisa disebut lelucon?"

*************

Angkasa tersenyum setelah memberikan pesanan dari seorang pelanggan terakhir yang mengantri malam ini. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 10 malam, itu berarti satu hal. Jam kerjanya akan berakhir dalam 30 menit.

Si jangkung itu sedikit meregangkan otot-otot nya yang terasa kaku, kemudian kembali membuka sebuah buku materi yang sedari tadi ada di atas meja.

Sesekali netranya menyipit kemudian mengambil stabilo berwarna hijau dan menggunakannya untuk menandai beberapa hal yang penting.

Ponsel Angkasa bergetar dua kali dengan nama Samudra sebagai alasannya. Si bungsu itu baru saja mengirimkan sebuah pesan.

Angkasa tertawa kecil, kemudian membalasnya dengan iya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Angkasa tertawa kecil, kemudian membalasnya dengan iya. Namun netranya kembali tertuju pada pesan dari Indah yang belum juga ia balas sampai saat ini. Entah sudah berapa kali Angkasa menatap pesan itu sejak menerimanya semalam, ada begitu banyak pertanyaan dalam kepalanya mengenai alasan dari Indah harus mengundangnya.

Tidakkah wanita tua itu mengerti, datang kesana sama dengan kembali memancing api kemarah yang sudah lama padam antara Ardi dan Arini. Angkasa hanya akan kembali terluka, apalagi harus melihat Ayahnya itu memiliki sebuah keluarga baru.

Apa Indah juga tak tahu malu? Ia sama sekali tak datang saat Samudra berjuang antara hidup dan mati di rumah sakit. Ia pikir wanita itu sudah melupakan cucu-cucunya, tapi ternyata ia masih tau bagaimana cara menghubunginya.

Suara lonceng di atas pintu cafe terbuka, Angkasa lekas memasukkan ponselnya ke dalam saku celana kemudian mengangkat kepalanya. Tersenyum sebaik mungkin sembari bersiap mengucapkan selamat malam, kalau saja bukan Wira dan Indah yang sekarang tengah ia hadapi.

Angkasa merasa dejavu, pertemuan terakhirnya dengan Wira di tempat ini bukanlah sesuatu yang baik untuk di kenang.

"Oma datang, karena kamu nggak balas pesan dari Oma. Juna sayang, bisa ngomong sebentar?"

Jemari Angkasa terkepal, ia tak pernah membenci nama panggilan itu lebih dari saat ini.

Kedua orang tua itu melangkah menuju sebuah tempat di pojok ruangan cafe. Duduk dengan elegan sementara Angkasa harus berbicara dengan salah satu rekan untuk menggantikannya.

Angkasa menarik kursi di hadapan keduanya kebelakang kemudian mendudukinya dengan canggung. Atmosfer diantara mereka benar-benar buruk, Angkasa hanya bisa menundukkan kepalanya menatap ke arah ujung sepatu yang tampak lebih menarik daripada wajah dari kedua orang tua ayahnya itu.

Rahasia Sang Samudra [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang