12.Sebuah Alasan

3.1K 491 54
                                    

"Bukankah terkadang kita tak pernah diberi kesempatan untuk mengeluh dan mengucap rasa sakit?"

*************

Ibarat sebuah cerita, Samudra merasakan takdir hidupnya seperti sebuah alur kusut yang terus berputar pada titik permasalahan dan juga luka. Entah kenapa Samudra tak bisa melihat akan jadi seperti apa kehidupannya beberapa hari, bulan, atau bahkan tahun ke depan.

Ia sempat merasakan hidup dengan sedikit baik selama dua tahun belakangan. Tapi kenapa sekarang semuanya menjadi semakin rumit? Kenapa hanya ada luka di setiap langkah yang ia ambil membuat Samudra benar-benar sesak karena harus terjebak tanpa bisa menemukan jalan tanpa luka menuju kebahagiaan.

Sedari tadi Samudra hanya berjongkok di tepian jalan seperti anak hilang. Ada beberapa orang yang mendekat dan menanyakan apa dia baik-baik saja dan Samudra hanya mengangguk sembari tersenyum tipis.

Butuh waktu hampir 45 menit sampai rasa sakit itu perlahan menghilang. Samudra bertumpu pada tiang listrik di dekatnya dan mulai berjalan dengan langkah pelan. Ia merasa mual sekarang entah karena apa.

Samudra menghentikan sebuah taksi yang kebetulan melintas dan meminta sang pengemudi membawanya pulang ke rumah. Kedua netra itu terpejam selama di perjalanan, ada dengung samar yang bisa ia dengar kala kejadian demi kejadian buruk datang seperti mimpi yang dapat ia lihat dengan jelas.

Sang pengemudi mengguncang bahunya, dan saat itulah Samudra menyadari bahwa ia sudah di rumah. Samudra memberikan beberapa lembar uang sebelum keluar dan membuka gerbang tinggi rumahnya dengan gerakan perlahan.

Ia ingin segera mengistirahatkan dirinya yang terasa begitu lemas. Ingin segera memejam tanpa memikirkan apapun dan berharap mimpi buruknya menghilang. Namun saat ia hendak membuka pintunya, rumah itu terkunci.

Samudra mengucap kata siyal dalam hati sembari membaringkan tubuhnya di sebuah kursi kayu panjang di teras rumah. Ia lupa tak membawa kunci cadangannya saat pergi dari rumah dua hari yang lalu. Dan saat ini yang bisa ia harapkan hanyalah menunggu Angkasa atau kedua orang tuanya.

Entah bagaimana caranya Samudra bisa tertidur, yang pasti saat ia membuka mata langit sudah benar-benar gelap. Belum lagi udara dingin khas musim penghujan membuat bulu kuduknya meremang.

Samudra sedikit mengernyit kala mendapati mobil Angkasa masuk ke area halaman rumah kemudian berhenti dengan sempurna. Kakaknya itu berlari keluar dan langsung menarik lengannya untuk bangkit.

"Lo darimana aja sih? Gue nyariin lo dari tadi Samudra!"

Suara dengan nada tinggi dari Angkasa membuat tubuh Samudra menegang.

"Ngilang nggak ada kabar? Dewasa dikit bisa kan? Lo pikir dengan cara kabur-kaburan gini orang-orang nggak bakal khawatir sama lo?"

Samudra masih mengerjap dengan perlahan, mencoba untuk tenang dan tak menunjukkan gelisah berlebihan akibat suara Angkasa yang entah kenapa terasa menakutkan hari ini.

Angkasa menghela nafas panjang kemudian menarik tubuh mungil Samudra ke dalam pelukannya.

"Sorry," ujarnya lirih, "Gue nggak maksud marah-marah sama lo. Gue cuman khawatir Dra," lanjutnya dengan suara yang lebih lembut.

Rahasia Sang Samudra [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang