29. Sakit Tanpa Kata

3.5K 469 59
                                    

"Terkadang kita merasakan rasa sakit yang terlalu berat untuk diungkapkan dengan kata, atau diutarakan melalui tangisan."

***************

Lembaran kertas dihadapan Samudra terabaikan begitu saja, ujung-ujungnya tergerak karena hembusan angin yang memang cukup kencang apalagi mereka tengah berada di luar sekarang.

Jovan menatap punggung Samudra dari kejauhan. Punggung itu tampak lebih rapuh lagi sekarang, tampak siap untuk hancur hanya karena terpaan sedikit badai lagi. Jemari Jovan mencengkram dua kotak susu dalam genggamannya. Ia benci, benci melihat Samudra jatuh pada titik inintepat di depan matanya.

Empat puluh menit yang lalu, mereka baru saja keluar dari ruang dokter. Seperti yang Samudra katakan, ia ada pemeriksaan rutin hari ini. Sayangnya, tak ada Septian yang kebetulan mendapatkan panggilan dadakan waktu itu.

Samudra menariknya masuk, dan membiarkan Jovan mendengar bagaimana sang dokter menyampaikan satu persatu kata mengerikan yang langsung menghancurkan segala akal sehat Jovan saat itu juga.

Netranya langsung berair, bersamaan dengan pandangannya yang tertuju pada Samudra. Samudra yang tetap menjadi Samudra, tampak tenang tanpa bisa diketahui bagaimana perasaannya.

Jovan tahu Samudra sangat putus asa, terlalu lelah dengan banyaknya rasa sakit yang harus ia tanggung, dan banyaknya maslaah yang terus menerpa.

Dan rasanya Jovan takut jika apa yang Samudra dengarkan hari ini semakin menarik Samudra masuk ke dalam lubang keputus-asaan.

Jovan menarik nafas dalam kemudian melangkahkan kakinya mendekat ke arah Samudra.

"Sam, maaf."

Suara sang dokter yang meminta maaf kembali terputar dalam kepala Jovan.

"Tapi keadaan ginjal kamu semakin memburuk. Istilah medisnya, kerusakan ginjal kamu sudah memasuki Stadium 5. Pada stadium ini didapatkan adanya kegagalan fungsi ginjal, dan hal yang bisa saya sarankan adalah melakukan terapi pengganti ginjal yaitu cuci darah atau transplantasi ginjal."

"Dok, banyak orang yang meninggal setelah cuci darah sebanyak puluhan kali. Apa salah kalau saya menganggap semua itu percuma?"

Jovan menghentikan langkahnya kemudian menggeleng. 'Apa yang salah dari pertahanin hidup lo sendiri Dra?'

Lagi-lagi Jovan menghela nafas untuk menenangkan diri. Setidaknya, ia harus terlihat baik-baik saja di depan Samudra. Agar anak itu tak merasa buruk.

"Minum dulu." Jovan meletakkan susu kotak itu di hadapan Samudra.

Seperti otomatis Samudra tersenyum. "Thanks Jov."

Jemari mungil Samudra menutup kertas hasil pemeriksaannya kemudian memasukkan benda itu ke dalam tas. Samudra meletakkan kepalanya di atas meja, membiarkan pipi kanannya menempel pada permukaan meja kayu yang terasa dingin.

"Pernah mikir nggak sih Jov. Kenapa sebuah hubungan nggak pernah berjalan mulus-mulus aja?"

Jovan menopang dagunya dengan tangan sembari berpikir. "Semua ada saatnya Dra. Itu udah hukum alam, nggak ada yang namanya hidup itu mulus-mulus aja."

Rahasia Sang Samudra [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang