43. Matahari Terbenamnya ... Indah

2.8K 404 118
                                    

"Ada begitu banyak kata sering kali gagal untuk terucap. Ada begitu banyak luka yang sering kali gagal untuk terlihat."

*******

"Dra ... Kakak pulang dulu, ya?" Samudra yang sebelumnya tengah menatap layar ponselnya sendiri itu kemudian mengangkat kepala. Menarik sebuah senyuman sembari mengangguk dua kali. "Angkasa udah di parkiran sama Juan. Bentar lagi sampai."


"Kak."

"Hmm?"

"Hari ini ... Tolong jangan diomongin ke Aksa atau bang Juan, ya?"

Raluna menghela nafasnya kemudian tersenyum. Memberanikan diri untuk mengusak helaian surai Samudra meskipun kecanggungan jelas sekali masih terasa.

"Kalau Mudra bilang enggak. Kakak nggak akan ngomong apa-apa. Kakak tahu, apapun yang kamu lakuin, itu pasti yang terbaik 'kan?"

Samudra menganggukkan kepalanya dua kali. Merasa begitu berterimakasih pada satu lagi orang baik yang Tuhan kirimkan sebagai sahabat Angkasa. Setelah menepuk bahu Samudra dua kali Raluna melangkah keluar dari ruangan.

Raluna berhenti sejenak, menatap pintu ruang rawat Samudra yang tertutup rapat sebelum menghela nafas. Ia tidak tahu apakah menyembunyikan semua hal yang hari ini Samudra lakukan adalah sebuah tindakan yang tepat. Karena rasanya Raluna ingin berlari ke arah Angkasa dan mengatakan semuanya.

Tapi yang benar-benar ia lakukan saat bertemu dengan si sulung itu nyatanya hanyalah sekedar melempar sebuah senyuman.

"Mudra udah tidur?" tanya Angkasa sembari memberikan satu kotak susu untuk Raluna.

"Belum. Nungguin lo kayaknya." Angkasa tersenyum. "Makasih banyak, Lun. Kapan-kapan gue traktir."

"Santai. Gue ... balik dulu ya?"

"Oke. Ati-ati." Raluna melangkah dua kali sebelum kemudian berhenti. Angkasa yang menatap punggung gadis itu jelas mengernyitkan dahi heran, tak mengerti.

"Kenapa, Lun?" Mendengar pertanyaan Angkasa membuat Raluna memutar tubuhnya. Tersenyum sembari menggeleng kecil. "Nggak. Cuman, adek lo dijagain ya, Sa. Gue ... nggak pernah lihat seseorang sebaik dia sebelumnya. He deserves all the best things. All the happiness."

Perkataan Raluna entah kenapa membuat sudut hati Angkasa berdenyut. Ia ingin melakukannya. Ia ingin memberikan semua hal yang terbaik untuk Samudra. Ia ingin menjaganya sebaik yang ia bisa. Tapi sekali lagi Angkasa dihadapkan dengan sebuah garis mutlak milik sang takdir. Manusia bisa berusaha, bisa berencana, tapi sang takdir yang menentukan bagaimana akhir untuk mereka.

"Lun ... makasih udah sayang sama adek gue." Raluna menggeleng. "Harusnya gue yang berterimakasih. Karena gue diberi kesempatan buat kenal sama dia. Lo tahu nggak tadi dia bilang apa? Aksa beruntung, dia ketemu orang baik kayak gue." Perkataan Luna terpotong oleh tawa kecilnya.

"Gue bukan orang baik, Sa. Tapi denger gimana adek lo menilai gue. Gue pengen jadi orang baik itu buat dia." Raluna memang terlihat baik, pintar, dan nyaris sempurna. Tapi jauh di dalam dirinya, dia juga berantakan. Ia merasa tak pantas dilabeli sebagai orang baik sementara kenyataannya, ia masih berusah untuk menahan dirinya sendiri dari melakukan hal-hal yang cukup buruk.

Rahasia Sang Samudra [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang