#28. TITIK TERENDAH

227 17 2
                                    

~~~~~%%%~~~~~
HAPPY!
READING!
~~~~~%%%~~~~~

Sampai kapan badai terus mengguncangku? Bahkan kini badai itu telah membawa peganganku. Membawanya jauh hingga dia, pun, nampak tak mengenaliku.
Haruskah, aku menyerah saja akan semua ini?
Dan, memilih pergi bersama wanita yang kucintai?
Lagi pula ada atau tidaknya diriku, nampaknya tak berpengaruh.

*Azalea Melati Amandala*

♥♥♥

Dua orang anak manusia berlari menyusuri lorong rumah sakit dengan terburu. Raut wajah bahagia tak dapat lagi di sembunyikan. Hingga langkah keduanya berhenti tepat di depan ruang rawat yang dihuni seorang pemuda.

Dengan semangat yang menggebu juga senyum cerah. Amanda membuka pintu putih dihadapannya.

Ceklek!

Binaran mata sayu itu kian terpancar ketika kedua netranya menangkap sosok pemuda yang sudah terduduk diranjang rumah sakit.

"Kakak!" pekiknya. Lalu bergegas menghampiri Andika yang menatapnya dan memeluk sang kakak tidak terlalu erat, takut takut akan menyakiti kakaknya.

Amanda menangis terisak sembari terus berkata lirih 'jangan tinggalin Manda' pada Andika yang hanya diam tidak merespon apapun atas tindakan sang adik. Merasa tidak mendapat balasan dari sang kakak, Amanda melepas pelukannya. Menatap Andika heran.

"Kak? Kakak kenapa? Ini Manda, kak. Kak Dika gak kangen, Manda?" tanya Amanda semari mengusap pelan pipi pemuda dihadapannya.

Sorot mata pemuda itu berbeda. Sangat jauh berbeda dari sebelumnya. Tajam dan menghunus.

"Kak?" panggil Amanda lagi.

Tanpa diduga oleh siapa pun, Andika menyentak kasar tangan Amanda. Membuat Amanda juga Gema yang diam di depan pintu terlonjak kaget atas perlakuan Andika.

"Pergi lo dari hadapan gue pembunuh!" desis Andika.

Deg.

Hati Amanda mencelos mendengar kalimat itu keluar dari bibir kakaknya. Bibir yang biasanya selalu mengucapkan kalimat menenangkan untuknya kini mengucapkan kalimat yang membuat dirinya bertambah hancur. Amanda harap ia salah denger. Amanda harap telinganya bermasalah. Tidak mungkin lelaki yang paling menyayanginya mengucapkan kalimat kejam seperti itu.

Iya, kan? Pasti salah.

Amanda terkekeh sembari menggeleng lemah. Dibarengi dengan air matanya yang luruh. "Gak. Kakak jangan bercanda gitu, dong. Gak lucu tahu."

"Gue gak bilang ada yang lucu. Gue cuma bilang pergi lo pembunuh! Pergi dari hadapan gue! Jangan lagi lo tunjukin wajah buruk lo! Pergi lo! Mati aja lo sialan!" bentak Andika yang otomatis membuat Amanda melangkah mundur kebelakang.

Kenapa? Ada apa dengan kakaknya? Kenapa kakaknya menjadi seperti ayahnya. Kemana kakaknya yang selalu merangkulnya? Kemana?!

Sementara, Gema membeku ditempat. Tidak menyangka akan terjadi seperti ini. Kesadaran pemuda itu akhirnya kembali ketika mendengar isakan kecil Amanda.

Gemanda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang