#06. KEBAHAGIAN SINGKAT

300 31 3
                                    

~although short but very meaningful~

♥♥♥

Gema menarik lembut tangan gadis disampingnya yang sendiri tadi diam menunduk, memasuki gedung apartemen yang terkenal akan kemewahannya. Sementara, gadis itu —Amanda— tersentak kaget saat Gema menariknya, terlebih membawanya ke daerah seperti ini. Yang namanya perempuan pasti akan was-was.

"Mau kemana?" tanya Amanda.

"Apart gue," jawab Gema berbarengan pintu lift yang terbuka. Keduanya masuk, lalu Gema memencet tombol delapan.

"Ngapain?"

"Ikut aja dulu. Gak usah banyak tanya."

Tak lama kemudian pintu lift kembali terbuka. Gema menggiring Amanda untuk segera mengikuti langkahnya. Walaupun ragu gadis yang masih mengenakan seragam sekolah itu, tetap mengikutinya. Sampai di sebuah pintu apartemen, Gema memasukkan password, dan membuka pintunya lebar-lebar.

"Masuk," ucap Gema pada Amanda yang hanya diam di tempat tanpa minat sedikitpun untuk bergerak.

Amanda menggeleng keras sebagai respon atas ucapan Gema. Bukannya apa-apa, hanya saja Amanda ngeri jika harus berada di dalam apartemen ini dengan laki-laki dihadapannya ini. Apalagi melihat muka tengil Gema. Beh... bolehkah Amanda membuangnya di Samudra Pasifik?

Gema menonyor keras kening Amanda membuat sang empu mendelik, "Pikiran lo kayaknya harus gue kirim ke tukang cuci deh, kotor soalnya. Masuk! Gue masih punya iman sama otak yang pinter nan ganteng buat gak ngelakuin hal yang enggak-enggak. Pintu apart gak gue tutup, gue buka lebar-lebar," tutur Gema.

Diam-diam Amanda menggerutu dalam hati, kenapa Gema bisa-bisanya menyelipkan kata-kata yang membanggakan tampangnya?

Belum ada satu hari mengenal cowok pemilik apartemen ini membuat Amanda diam-diam menahan gejolak dalam dirinya untuk tidak menganiyaya Gema. Muka Gema itu terkesan begitu tengil bagi Amanda. Cocoknya dianiyaya, apalagi saat membanggakan tampangnya. Sepatu Amanda saja ingin maju menampolnya.

Tapi, ada satu hal yang ingin Amanda pinta dari Gema, yaitu, merahasiakan keadaan keluarga Amanda pada siapa pun. Karena bagaimana, pun, Gema sedikit tahu tentang keluarganya.

"Lo yakin mau pake baju sekolah ke rumah gue?" tanya Gema santai sembari melenggang ke dapur, meninggalkan Amanda yang duduk di sofa, terkejut akan pertanyaannya.

"Hah? Ke rumah kamu? Ngapain?"

"Ya gue mau balik, lah. Kan, tadi, gue bilang kalo, gue mau makan masakan bunda gue. Dan, karena lo ikut gue otomatis lo ikut gue ke rumah," jelas Gema.

"Apa?! Gak! Gak! Aku balik aja!" seru Amanda langsung berdiri dari duduknya.

"Gak! Lo gak boleh pulang!" tegas Gema, yang berjalan ke arah Amanda sembari membawa segelas air putih.

"Loh, menangnya kenapa?"

"Lo mau kejadian tadi keulang?" mendengar itu dari Gema membuat gadis itu menunduk sembari meremas jari-jarinya.

"Nda? Kita emang baru kenal, tapi gue punya rasa kemanusiaan buat gak biarin kekerasan seperti itu terjadi."

Amanda mendongak menatap Gema dengan mata berkaca. Sungguh Amanda akan berkali-kali sensitif jika bersangkutan dengan masalah keluarganya.
"Jangan kasihanin aku, Gema! Please... keluarga aku emang gak sempurna, tapi jangan kasihanin aku. Ini semuanya salah aku! Aku yang salah lahir diantara keluargaku," ucap Amanda menggebu.

Gemanda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang