#13. KESIALAN!

270 19 1
                                    






♥♥
♥♥♥

Jam menunjukkan pukul enam lewat dua puluh pagi. Sementara, seorang cowok masih nampak tertidur nyenyak seolah tak ada pengganggu sama sekali. Padahal, alarm sudah berkoar-koar sejak tadi, ditambah kerusuhan seseorang yang dengan tidak santainya menggedor-gedor pintu sembari berteriak.

"WOI! BONTOT BANGUN GAK KAMU?!" teriak Aurora untuk kesekian kalinya membuat Galih yang ada di lantai bawah menghela nafas. Sungguh kapan, kah, putrinya akan dewasa?

"Santai dong, Ra," ucap Genta saat melewati Aurora yang terus saja berteriak sembari menggedor gedor pintu kamar Gema dengan brutal.

"GEMA BANGUN!!"

"BONTOT!"

"WOI! ANAK KEBO!"

"RARA! KAMU BILANG APA TADI?! HAH?!" teriak Davira dari lantai bawah membuat perempuan itu meringis.

"ENGGAK KOK BUNDA!" sahut Aurora.

Aurora menghela nafas lelah, "Serah kamu dah, dek. Mau telat dihukum juga gak ngurus," gumamnya, lalu melenggang pergi menuju meja makan.

"Lho Ra, adeknya belum bangun?" tanya Galih ketika Aurora baru saja menduduki kursinya.

"Males, Yah. Gema durhaka kalo sama Rara, gak ada nurut-nurut nya. Dibangunin aja sampe Rara keringetan juga gak direspon," jawab Aurora sembari mengoleskan selai coklat pada selembar roti tawar.

"Besok-besok sita aja, Yah, kunci kamarnya. Biar enak kalo bangunin," lanjut perempuan itu.

"Jangan deh, Ra, kasihan Gema. Dia pasti juga punya privasi yang gak pengen kita tahu," balas Galih.

"Kan, kita gak mau obrak-abrik kamar tuh anak, Yah," balas Aurora.

"Iya, tapi Gema pasti ngerasa gak nyaman."

"Bener kata ayah kamu!" sahut Davira yang datang dari dapur.

"Anak bontot emang beda, ya," gumam Aurora sembari menggigit rotinya kesal. Sementara, Genta yang mendengar itu hanya terkikik.

"BUNDA! KENAPA GAK BANGUNIN GEMA, SIH?!" teriakan nyaring dari lantai atas membuat semua orang diam. Terlalu malas untuk menanggapi anak itu.

Sementara di lantai atas Gema kelabakan sendiri. Saat ini sudah pukul enam tiga puluh, sedangkan gerbang SMA Hesper akan di tutup tepat pukul tujuh. Tidak ada toleransi bagi siapapun, termasuk para guru. Satpamnya pun tidak bisa diajak kompromi, karena begitu jujur dalam pekerjaannya. Untuk memanjat pagar juga tidak akan mungkin. Gema masih sangat waras jika harus memanjat pagar yang diujungnya penuh dengan pecahan kaca tajam.

Cowok yang hanya mengenakan boxer dan kaos oblong itu berlari ke kamar mandi. Mencuci muka dan sikat gigi tanpa mandi, Gema segera mengenakan seragam sekolahnya, menyambar tas, jam tangan serta sepatunya dan segera keluar kamar.

'Gak mandi juga gue tetep ganteng!' seru Gema dalam hati.

"BUNDA! AYAH! KAK RARA! KAK GENTA! KENAPA KALIAN GAK ADA YANG BANGUNIN GEMA, SIH?!" teriak Gema sembari menuruni tangga dengan berusaha keras mengenakan sepatunya yang entah kenapa menjadi susah sekali.

Tidak ada sahutan sama sekali dari mereka yang dengan santainya memakan sarapan tanpa menunggu Gema. 'Sungguh keluarga yang kejam!' serunya dalam hati.

"Kejam!" seru Gema sembari mencomot roti isi dari piring Genta yang belum sempat dimakan kakaknya itu. Lalu, segera saja cowok itu berlalu dengan cepat menuju bagasi. Tanpa menghidaukan Genta yang meliriknya tajam.

Gemanda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang