#35. KEKASIH?

216 17 2
                                    

~~~~~%%%~~~~~
HAPPY!
READING!
~~~~~%%%~~~~~

Nyatanya semua harapan yang kau berikan terasa semu.

♥♥♥

[Bunda Davira.]

Assalamualaikum, bun. Manda izin pulang telat, ya. <3

Amanda memasukkan kembali gawainya dalam tas setelah mengirim pesan pada ibunda Gema. Setelah beberapa saat berfikir Amanda lebih memilih untuk keluar dari rumah yang dipenuhi keharmonisan itu. Bukannya apa, hanya saja ia merasa sudah terlalu banyak merepotkan keluarga itu.

Ia punya tabungan dan setiap bulan rekeningnya akan diisi secara otomatis dari penghasilan kafe. Ya, karena sebagian penghasilan kafe secara otomatis akan dikirim ke rekeningnya. Itu perintah kakaknya dulu. Tapi, meskipun begitu ia tetap akan mencari pekerjaan paruh waktu dan menyewa kamar kos untuk tempatnya tinggal. Ya, sepertinya itu keputusan yang tepat.

Mengeratkan sweater navy yang membungkus tubuh mungilnya. Gadis itu kembali melanjutkan langkah menuju tempat yang akhir-akhir ini tidak dikunjunginya. Demi apapun, Amanda sudah merindukan tempat tenang peristirahatan bunda tercintanya.

Sebenernya, untuk menuju tempat itu akan lebih cepat jika menggunakan kendaraan. Berhubung sepedanya masih berada dirumah 'itu' ia memilih untuk berjalan kaki. Sekalian menenangkan diri dari keadaan akhir-akhir ini yang teramat kacau. Jujur saja Amanda sudah lelah dengan semua ini. Bagaimana tidak? Sendari kecil secuil kasih sayang yang diharapkannya dari ayahnya tidak didapatkannya. Kematian neneknya yang mengundang sejuta misteri. Siksaan dari ibu dan kakak tirinya. Sekarang, kakaknya pun membencinya. Tapi, sudahlah. Pasti ada cahaya setelah kegelapan, itulah yang menjadi motivasinya.

"Aish." Amanda memandang kesal sepatunya. Entah sudah keberapa kalinya tali sepatunya terlepas. Jika tidak kanan ya kiri, selalu begitu.

Gadis itu berjongkok menyimpul tali sepatunya. "Awas, ya, kalo sampe lepas lagi. Gue buang lo!" gerutunya.

"Eh. Tapi, enak aja kalo dibuang. Jangan, deh."

"Hm.. Kalo dipikir-pikir bagus juga ganti gaya ngomong pake 'gue-lo'. Tapi, gak terbiasa. Ah, udahlah. Kayak orang gila kamu Manda ngomong sendiri." Amanda memukul-mukul pelan kepalanya sembari kembali berdiri tegak.

Amanda menghela nafas pelan, lalu kembali melanjutkan langkah sembari besenandung pelan. Tetapi, langkahnya melambat dan berhenti begitu saja ketika matanya menangkap suatu objek.

"Gema?" lirihnya.

Disana. Disebrang jalan ia melihat dengan jelas sepasang remaja berbeda gender berjalan sembari bercanda ria. Ditambah tangan si cowok melingkar indah dipundak si cewek. Amanda mengenal cowok itu. Dia Gema. Perlahan memorinya memutar perkataan cowok itu padanya pagi tadi dan beberapa saat lalu.

Pukul 06.30 WIB.
[Berangkat sekolah]

"Manda! Lo berangkat sama kak Genta ya. Searah kok kantornya sama sekolah lo. Gue ada urusan mendadak sama tiga curut soalnya," ucap Gema sembari memakai helmnya.

"Emm.. Gak usah, deh, Gem. Aku berangkat sendiri aja. Gak enak sama kak Genta," balas Amanda.

"Gak apa-apa. Gue udah bilang juga sama kak Genta. Dia, mah, oke aja."

Gemanda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang