Gue Bodoh, Gael!

12 2 0
                                    

Happy Reading and Enjoy Alwasy Tsundereading...


Pak Yusuf menganggukan kepalanya, Gael benar ... tidak mungkin hartanya yang begitu banyak dan perusahaannya yang berada dimana-mana bisa bangkrut secara mendadak. "Qegi, apakah kamu ingat saat Ayah membelikan kamu mobil saat ulang tahun?"

Qegi mengangguk. "Sebenarnya uang mobil itu adalah uang sisa untuk bekerja sama dengan sebuah perusaan besar."

Qegi dan Gael saling bertatap-tatapan, jelas mereka tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh Pak Yusuf. "Saat Ayah sudah memberikan dan menginvestasikan sebagian besar uang perusahaan ... waktu itu ternyata Ayah kalah dan dicurangi oleh perusahaan lain. Itu yang menyebabkan kita kehabisan uang, dan mobil yang Ayah hadiahi waktu itu adalah uang yang tersisa. Ayah sudah berusaha untuk bangkit dan keluar dari zona bangrut tapi Ayah tidak bisa ... banyak karyawan yang demo karena Ayah tak sanggung membayarnya, yang pada akhirnya mereka mengancam untuk melaporkanAyah  kepada polisi dan denganberat hati mereka membawa uang kita yang tersisa. Dan sayangnya saat itu Ibumu malah melakukan hal yang sama, dan ternyata Ibumu malah menyalahkan semua yang terjadi kepada kamu, Qegi."

"Terus kenapa Om bersikap dingin kepada Qegi. Bukankah Om tahu ini semua bukan salah dia?" tanya Gael membara.

"Dia sudah mencelakakan orangtua kandung Qegi dengan sangat sadis dan saat itu Om nggak bisa mencegahnya sama sekali yang membuat Om merasa bersalah sampai detik ini. Karena itu, Om menyutujui untuk bersikap dingin kepada Qegi, Om takut Ibu Sinta melakukan hal yang keji kepada Qegi, makanya Om menurutinya dengan mengikuti kemauannya. Itu salah satu cara untuk mencegah Bu Sinta melakukan hal-hal yang tidak diinginkan kepada Qegi."

Qegi hanya diam membisu, mencoba untuk tidak percaya dari apa yang telah Ayahnya ceritakan. Bagaimana bisa ia tidak mengingatnya. "Bentar ... apa yang Om katakan ini benar?" ucap Gael tidak percaya.

Pak Yusuf mengeluarkan sesuatu dari dompetnya, lalu memberikannya kepada Qegi. "Itu poto kedua orangtua kamu dan bayi itu kamu, Qegi. Poto itu diambil seminggu sebelum kejadiannya terjadi. Usiamu waktu itu baru 10 bulan dan kamu pasti tidak akan ingat dengan mereka."

Tangan Qegi bergetar saat melihat poto itu, Ibunya mirip sekali dengannya saat ini, bahkan ternyata mata dan mulut yang indah ini mirip sekali seperti Ayahnya. Qegi menangis histeris saat mengusap dan mencium poto itu. Tubuhnya menjadi lemas bahkan sekarang ia duduk di lantai sambil memukul lantainya dan tidak pernah berhenti memanggil nama Ibu dan Ayahnya.

"Maafkan Ayah ... kalau kamu mau, Ayah akan bertanggungjawab dan langsung menyerahkan diri ke kantor polisi," ucap Pak Yusuf sambil mencoba mendekat ke arah Qegi namun Qegi berusaha menjauh.

"Jangan dekat-dekat," teriak Qegi sambil menangis.

Untuk kesekian kalinya Qegi melihat poto Ayah dan Ibunya yang begitu bahagia dibaluti dengan pakaian yang seragam. Sangat sakit, pilu dan perih jika mengingat kembali kejadiannya. Qegi tak bisa membayangkan bagaimana orangtuanya kesakitan dan kepanasan saat terbakar di dalam mobil.

Sekarang Qegi ingat, waktu itu ia menemukan koran yang menjelaskan tentang kecelakaan dengan ada gambar mobil yang terbakar disampingnya. Jadi berita yang ia baca dari koran itu adalah berita tentang kedua orangtuanya? Andai saja waktu itu Qegi membaca korannya dengan teliti, pasti ia akan menemukan kejanggalan dan tanda-tanda yang harus ia ketahui.

Gael seperti biasa mencoba memeluk dan menenangkan Qegi dengan airmata yang mengalir dipipinya. "Gael... lihat orangtua gue bahagia dipoto ini, gue dipeluk Gael sama mereka," lirih Qegi.

Qegi melepaskan pelukannya lalu menghampiri Pak Yusuf yang sedang duduk dan menundukan kepalanya di kursi. "Ay--... ohh sorry kamu bukan ayah saya," jelas Qegi sambil berusaha untuk menghapus air matanya.

"Saya ingin tahu tempat terakhir kedua orangtua saya, anda pasti tahu dimana."

###

Gael dan Qegi langsung menuju ke salah satu TPU di daerah Bandung, mereka tidak mempedulikan hujan yang mengguyur bumi dengan sangat kerasnya, Qegi memeluk erat punggung Gael sambil terus menangis dan melupakan rasa dingin yang menyerbu tubuhnya karena memang Gael memberikan jaketnya sebelum berangkat. Qegi tidak habis pikir dengan Gael kenapa ia selalu ada bahkan disaat ia sedang berada di titik terpuruk. Gael selalu ada dan tidak pernah jauh dari sisinya, sekarangpun Gael merelakan jaketnya menyelimuti tubuh Qegi padahal ia sendiri hanya memakai kaos.

Gael tahu betul perjalanan hidup Qegi, karena dulu mereka tetanggaan yang menyebabkan mereka kenal dan selalu bermain sampai detik ini. Ia bahkan tahu betapa Iqbal menyayangi Qegi karena dialah yang mempertemukan Qegi dengan dirinya. Sampai pada akhirnya Iqbal membuat Gael berjanji untuk selalu menjaga Qegi, saat mereka bermain bersama waktu itu. Sikap Iqbal yang seakan dewasa membuat Gael tidak henti-hentinya memuji Iqbal, padahal waktu itu Iqbal dan Gael seumuran dan hanya beda satu tahun dari Qegi.

Dan semenjak Iqbal meninggal, Gael selalu berusaha untuk menjadi seorang Iqbal kakak yang baik untuk Qegi. Sampai pada akhirnya Gael tahu bahwa ia tidak pernah benar-benar menganggap Qegi sebagai adiknya dan rasa sayang yang selama ini ia rasakan bukan hanya semata-mata sudah berjanji kepada Iqbal atau karena mereka sahabatan dari kecil melainkan rasa cinta yang tubuh entah sejak kapan.

Qegi sekarang sudah berdiri di tengah-tengah tempat makan kedua orangtuanya, air matanya seakan bercampur dan ditemani oleh air hujan yang jatuh kebumi dengan sangat derasnya. Ia tidak pernah berhenti melihat batu nisan yang menuliskan nama lengkap dan tanggal lahir maupun kematian orangtuanya.

"Ayah... Ibu...," panggil Qegi sambil memeluk batu nisan keduannya secara berganti.

"Maafkan Qegi."

"Maaf."

Gael yang dari tadi hanya melihat dan membiarkan Qegi menangis dan mencium serta memeluk makam kedua orangtuanya pun beranjak dan menghampiri Qegi. Gael baru sadar bahwa Qegi dan dirinya sudah lama berada disana dengan membiarkan rintikan hujan membasahi tubuh mereka. Tapi Gael tidak bisa membiarkan Qegi terus-terusan seperti ini, karena dia tahu nanti Qegi bisa saja sakit dan demam.

"Qegi.. udah ya. Lo jangan nyalahin diri lo sendiri. Lo nggak salah." Gael memegang pundak Qegi.

"Lo bilang gue nggak salah Gael? Lo salah! Kalau gue tahu apa yang sebenarnya terjadi atau bahkan gue tau orangtua gue yang sebenarnya siapa. Gue ... kenapa gue baru tahu sekarang, kemana aja gue selama ini Gael. Selama 18 tahun Gue nggak pernah lihat dan menemui mereka. Gue bodoh Gael. Bodoh! Anak macam apa gue!" Qegi memukul kepalanya tidak henti-henti.

"Qegi ... jangan kayak gini. Mereka udah tenang di alam sana. Dan orangtua lo sekarang pasti sedih karena lihat lo kayak gini. Mereka pasti bangga dan bahagia liat lo udah tubuh besar, jadi cewek yang cantik, pintar dan baik. Mereka pun pasti ngerti dan tahu kenapa lo baru datang sekarang, semuanya belum terlambat, dan sekarang orangtua lo juga mau lo ikhlas atas semua yang terjadi karena semuanya udah takdir. Tugas lo sekarang adalah berbakti kepada orangtua lo dengan cara doakan mereka, bukan menangis dan menyalahkan diri lo sendiri," ucap Gael lembut sambil menahan tangan Qegi agar tidak memukul kepalanya lagi.

Qegi hanya menangis dan tidak henti-hentinya memeluk dan mencium nisan kedua orangtuanya secara berganti sampai pada akhirnya matanya tiba-tiba menutup dengan perlahan dan semuanya yang dia lihat sekarang menjadi gelap gulita. Hanya terdengar suara Gael yang sedang memanggil namanya.

"QEGIII!!."

"Qegi ... Qegi...."


Tim Tsundere Kurang Tiga kalian:*

TsundereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang