17. Pengakuan

3.4K 663 206
                                    

JESSE

---

Jesse bisa merasakan tubuh Adinda yang membeku saat mendengarnya bersuara. Yah, itu sendiri juga mengejutkannya. Jesse tahu ia memang memiliki kemampuan untuk berbicara meskipun itu hanya sebuah bisikan yang sangat lirih.

Namun, semenjak penyakit itu merengut semuanya, Jesse tidak pernah ingin bersuara lagi. Pun dengan semua alat bantu bicara yang pernah disarankan dokter padanya, Jesse menolak semuanya. Ia merasa tidak perlu lagi bicara selamanya.

Akan tetapi, saat melihat Adinda yang terlihat sedih, dan sebagian lagi marah, Jesse memiliki keinginan yang begitu besar untuk bicara. Ini adalah yang pertama kalinya terjadi setelah operasinya. Tidak pernah ada alasan ataupun orang lain yang bisa membuat Jesse kembali ingin bicara. Kecuali gadis yang ada di pelukannya ini.

Apa ia sudah gila? Jesse yang berakal sehat tidak mungkin memeluk apalagi mencium gadis ini. Selama ini dirinya selalu menahan diri dari hal-hal semacam itu. Ia tidak berkencan, ia tidak tertarik menjalin hubungan satu malam, dan ia juga tidak pernah ingin mendekati wanita untuk tujuan romantis.

Namun kehadiran Adinda merusak semua usaha yang dilakukannya selama lebih dari tujuh belas tahun itu!

Jesse pikir dirinya sudah jauh lebih suci daripada seorang Santo karena sudah belasan tahun tidak melakukan hubungan seksual. Namun ternyata ia salah.

Nafsu birahinya hanya tertidur dan menunggu orang yang tepat untuk bangun. Menunggu gadis kecil yang cantik dan bertubuh mungil yang ada dalam pelukannya ini.

Apa yang dipikirkan Adinda tentangnya sekarang? Bahwa ia pria tak bermoral yang mencuri kesempatan dari seorang gadis yang lugu dan tengah bersedih hati? Apa itu alasan Adinda marah padanya? Karena Adinda berpikir ia pria yang brengsek?

Meskipun Jesse tahu jika ada hal lain yang lebih membuat Adinda marah, tetapi pasti hal itu juga dipengaruhi oleh perbuatannya. Alasan gadis itu menangis, juga ciumannya yang tiba-tiba, pasti membuat Adinda diliputi kebingungan. Terlebih, ia mengatakan bahwa itu adalah sebuah kesalahan.

Kau memang sangat bodoh, Jesse!

Kesalahan? Mencium Adinda adalah hal terindah yang pernah terjadi padanya selama tujuh belas tahun terakhir ini. Akan tetapi, Jesse tidak mungkin mengatakan itu pada Adinda. Itu hanya akan membuat Adinda menertawainya. Seorang pria cacat yang jatuh cinta pada gadis sempurna adalah kesalahan.

Hanya saja, ketika melihat Adinda kembali marah, Jesse tahu ia tidak bisa terus-terusan pura-pura tidak peduli. Adinda butuh seseorang untuk meluapkan semua yang dirasakannya dan Jesse adalah pilihan yang tepat untuk semua luapan emosi itu.

"Menangislah, Adinda," bisiknya lagi di telinga Adinda. 

Bahu Adinda sedikit berguncang sebelum akhirnya Jesse mendengar isakan pelan gadis itu. Tangan Jesse memeluknya lebih erat. Ia ingin membalik tubuh Adinda dan mendekap gadis itu di dadanya, tetapi mungkin seperti ini jauh lebih baik. Posisi ini tidak terlalu intim sehingga Adinda tidak akan berpikiran macam-macam tentangnya.

Selama beberapa saat, hanya isakan Adinda yang terdengar. Sesekali suara itu ditimpali burung yang berkicau di atas mereka, atau injakan kelinci liar di rumput. Anehnya, suara-suara itu membuat Jesse merasa begitu damai. Terlebih, Adinda ada di sini bersamanya.

Tempat ini selalu menjadi tempat Jesse memulai hari. Ia memang jarang sarapan di rumah bersama keluarganya karena bagi Jesse, hari yang indah dimulai dengan sarapan yang tenang. Karena itulah ia selalu membuat sarapannya sendiri dan pergi ke tempat ini untuk menyantapnya dalam ketenangan. 

Sekarang, rasanya ini menjadi tempatnya dan Adinda berdua. Pagi saat Adinda tidak ada di sini bersamanya, Jesse selalu duduk dengan gelisah dan menoleh berkali-kali, berharap Adinda akan muncul dari balik bukit seperti yang selalu dilakukan gadis itu.

Sorry, I Love Your Daddy! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang