34. Jalan Yang Berbeda

664 168 15
                                    

"Pamanku tidak ada di kabinnya. Aku rasa dia pergi sejak tadi malam," bisik Clara di telinga Adinda saat mereka sarapan, pagi itu.

Adinda melemparkan tatapan kau-pikir-aku-peduli pada Clara yang langsung disambut naiknya alis sempurna gadis itu.

"Kau sungguh-sungguh tidak peduli lagi padanya?" bisik Clara lagi dengan tidak percaya.

Adinda memandang sekeliling sebelum, kepada orang-orang yang sibuk dengan sarapan mereka, sebelum menatap Clara. "Bisakah kita membicarakan itu nanti?"

Clara membuka mulut, bersiap untuk bicara lagi sebelum Gram berdeham dengan keras. "Kalian tidak boleh berbisik-bisik saat sedang makan. Itu sangat tidak sopan."

Saat melihat temannya hendak membantah Gram, Adinda menginjak kaki gadis itu hingga Clara menoleh dan melotot padanya.

Ia juga ingin Clara diam. Hampir semalaman mereka membicarakan tentang Jesse dan Chase, juga bagaimana perasaan yang Adinda miliki untuk mereka, dan ia tidak ingin membicarakan itu lagi sekarang.

Tampaknya, Clara masih belum percaya jika Adinda memutuskan untuk tidak lagi peduli pada Jesse. Sahabatnya itu terus mencoba menggali kedalaman hatinya meskipun Adinda menolak untuk bicara.

Adinda sendiri akhirnya menyadari jika sudah cukup baginya untuk berjuang demi cinta yang tidak akan pernah menjadi miliknya.

Mungkin Jesse memang hanya berniat untuk mempermainkannya. Saat ini, Adinda hanya akan fokus pada upaya perdamaian antara Chase dan ayahnya.

"Kau mau berkuda lagi hari ini?" tawar Chase setelah mereka semua selesai sarapan.

"Tidak, Chase. Aku sangat lelah. Aku menyukai Honey, tetapi belajar berkuda dua hari berturut-turut rasanya..." Adinda memutar bola mata, "aku butuh melakukan sesuatu yang menyenangkan hari ini."

"Bagaimana kalau kita pergi ke kota dan berbelanja?" pekik Clara kemudian.

"Aku hanya ingin bermalas-malasan di atas tempat tidur hari ini," tolak Adinda.

Mereka sudah terjebak di peternakan ini selama dua minggu, dan Clara pasti akan menggila. Ia sudah hapal bagaimana Clara jika dilepaskan di pusat perbelanjaan. Itu akan jauh lebih melelahkan daripada naik kuda.

"Oh, ayolah, Adinda. Aku tidak mau pergi sendiri, dan aku hampir mati bosan karena melihat rumput dan pohon-pohon setiap hari." Clara mengatupkan dua tangannya di depan dada, dan memandang Adinda dengan memohon.

Salahkan dirinya yang tidak memiliki pertahanan diri yang kuat. Ia selalu kalah jika Clara sudah meminta sesuatu darinya, dan kali inipun, ia terpaksa mengangguk dengan enggan.

Clara bersorak riang dan segera membereskan meja makan dengan penuh semangat. Adinda tersenyum menatap sahabatnya itu.

Selama di sini, mereka memang jarang menghabiskan saat siang hari bersama karena sibuk dengan kegiataan mereka masing-masing. Clara lebih sering berada di rumah untuk memasak atau bermalas-malasan, atau hanya ke kandang kuda.

Sedangkan Adinda, yah, kalian tahu ke mana dia pergi setiap harinya. Mengagumi pria yang sama sekali tidak memiliki perasaan apapun padanya, dan hanya menjadikannya permainan belaka.

"Aku akan mengantarkan kalian kalau begitu." Chase tersenyum saat Adinda menatapnya dengan alis terangkat.

"Bukankah kau sudah terlalu banyak membolos dari pekerjaanmu, Anak muda?" tanyanya kemudian.

"Kalian butuh pengawal. Kota tidak aman untuk gadis-gadis seperti kalian."

"Gadis-gadis seperti kami?" Clara muncul dari dapur sambil berkacak pinggang. "Gadis seperti apa maksudmu? Gadis lemah dan tidak bisa melawan saat ada pencopet atau perampok?"

Sorry, I Love Your Daddy! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang