64. Bagian Dari Orang Menyenangkan

534 153 9
                                    

"Nah, aku rasa ini saatnya bagi kita untuk makan siang! Kita bisa mengobrol lagi nanti. Bas, siapkan meja makan!" seru Juliana beberapa saat kemudian setelah tawa mereka mereda.

"Aku rasa kita bisa makan di luar. Aku yakin, Adinda pasti tidak pernah makan siang di halaman peternakan," usul Mitch.

Adinda tersenyum sambil memandang Jesse yang mengangkat bahu padanya.

"Sebenarnya, aku baru saja pulang liburan musim panas di Lexington, dan Jesse..." Adinda mengangkat bahu, "dia seorang koboi. Dia punya peternakan di sana."

Bastian berseru, sementara Mitch dan Edwin kembali tertawa.

"Aku ingin menjadi koboi!" ujar pemuda itu kemudian. "Pasti keren sekali!"

Baru beberapa saat bersama mereka saja, Adinda tahu jika orang-orang ini adalah sekumpulan orang yang ramah dan gampang tertawa. Jauh berbeda dengan keluarganya di Jakarta. Yah, Ananda dan Aidan mungkin memang suka tertawa, tetapi tidak dengan orang tua mereka. Kedua orang itu lebih sering bersikap serius daripada santai.

Tentu, ada saat-saat di mana Mama terlihat santai, mengobrol bersamanya dan Ananda di atas tempat tidur sambil cekikikan. Namun, masa-masa itu sudah sangat lama, dan Adinda tidak pernah lagi tertawa bersama Mama.

Berada di sini, mengingatkan Adinda pada suasana di peternakan keluarga Wells. Sama seperti mereka, keluarga Jesse juga ramah dan mudah tertawa. Dan rasanya sangat menyenangkan menjadi bagian dari orang-orang tersebut. Bagian dari orang-orang yang menyenangkan.

"Jadi, kita akan tetap makan di dalam ruangan?" tanya Bastian kemudian.

"Aku suka makan di luar," jawab Adinda sambil tersenyum.

"Baiklah, para lelaki, ayo kita siapkan meja di luar!" Edwin meraih bahu Jesse dan membawa pria itu menjauh dari ruang tamu, memasuki koridor yang Adinda asumsikan menuju ke pintu belakang rumah mereka.

Jesse menoleh padanya sambil tersenyum sambil melambai pergi.

"Tampaknya, Papa menyukai pacarmu," kata Bibi Anya sambil tersenyum menggoda.

Adinda ikut tersenyum, tetapi merasa agak malu. Respon mereka benar-benar berbeda dengan yang diberikan orang tuanya. Fakta bahwa keluarga Janssen memiliki yayasan sosial untuk para tuna rungu dan tuna wicara juga meyakinkan Adinda bahwa keistimewaan yang Jesse miliki tidak akan pernah menjadi masalah di sini.

"Ayo, Oma antar ke kamarmu untuk meletakkan koper. Kau pasti lelah setelah menempuh perjalanan panjang."

Oma. Ia tidak mengenal nenek dari pihak Citra karena wanita itu sudah meninggal sebelum ia lahir, dan nenek dari pihak Bagus juga sudah meninggal saat Adinda masih kecil. Jadi, praktis ia tumbuh besar tanpa mengenal nenek-neneknya. Sekarang, memiliki seorang nenek yang dikenalnya, membuat hati Adinda kembali menghangat.

"Aku tidak lelah. Aku akan senang membantu kalian menyiapkan makan siang."

"Bagus sekali! Aku memang butuh bantuan!" seru Anya sebelum Juliana kembali membuka mulut. Wanita itu segera menggamit lengan Adinda dan membawanya ke dapur.

Saat melewati lorong, Adinda melihat banyak foto keluarga terpasang di dinding. Foto saat Juliana dan Edwin masih muda dengan dua anak mereka. Foto Marion muda yang menggandeng tangan adik kecilnya yang menangis, dan masih banyak foto lainnya.

Adinda memalingkan muka. Ia tidak ingin melihat foto-foto itu sekarang atau ia hanya akan semakin merindukan ibunya.

Ia masih tidak percaya jika dirinya benar-benar berada di rumah kecil tempat ibunya tumbuh, bertemu dengan keluarga wanita itu, dan bahkan diterima dengan sangat baik di sini. Nyatanya, orang-orang berhati baik memang ada di luar sana. Salah satunya keluarga ini.

Sorry, I Love Your Daddy! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang