21. Sebuah Kesempatan

5.2K 667 113
                                    

Kuda Jesse berderap meninggalkan padang rumput itu, tanpa pria itu berusaha untuk mendekat ataupun bertanya pada mereka apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Jesse pasti salah paham. Terutama dengan tangannya dan Chase yang sedang saling bertaut. Itu hanya akan membuat Jesse berpikir bahwa ia memang menggoda Chase seperti yang selama ini pria itu pikirkan.

“Chase, lepaskan aku!”

Adinda melotot, dan mencoba menarik tangannya walaupun itu semua sia-sia. Tenaga Chase jelas jauh lebih besar daripada miliknya, dan pria itu memang tidak berniat melepaskannya.

“Kau ingin mengejarnya, dan menjelaskan jika ini tidak seperti yang dia pikirkan? Apa kau benar-benar menyukainya, Adinda?”

Suara Chase yang begitu terluka, entah mengapa membuat Adinda berhenti meronta. Ia menatap mata Chase yang terlihat sedih itu.

Mungkin, apa yang Chase rasakan sama dengan apa yang dirasakannya selama ini. Walaupun ada banyak orang yang menyayangi, perasaan kosong itu tetap ada di dalam hati karena yang ia inginkan adalah orang yang tidak memiliki perasaan untuknya.

Sama seperti dirinya yang selalu mengharap cinta dari keluarganya, Chase juga selalu mengharapkan cinta dari Jesse, dan juga mungkin dari Adinda. Sayangnya, perasaan itu tak kunjung berbalas. Dan Adinda tahu bagaimana sakitnya perasaan yang tidak terbalas.

Jadi, jika ada satu hal yang bisa dilakukannya sekarang, itu adalah berhenti menyakiti Chase. Mungkin, ia tidak bisa membalas perasaan Chase, tetapi setidaknya, ia bisa mulai menjadi teman Chase. Dengan menjadi teman Chase, mungkin akan jauh lebih mudah baginya mendamaikan kedua orang itu.

“Apa kau tidak bisa melihatku?” 

Lagi-lagi, suara Chase terdengar penuh luka. Mereka saling bertatapan. Mata biru Chase yang serupa milik Jesse. Bukankah seharusnya mudah bagi Adinda untuk menyukai pria ini?

“Chase, aku benar-benar minta maaf. Aku tidak bermaksud membuat semua ini kacau. Ketika aku melihatnya untuk pertama kali...” Adinda kembali duduk di samping Chase. Matanya menunduk memandang tangannya yang masih ada dalam genggaman pria itu. “Aku merasa...berbeda.”

Ia tahu ini bukan saat yang tepat untuk mengakui perasaannya. Akan tetapi, Adinda tidak bisa menahan diri untuk diam lebih lama lagi. Itu mungkin akan menyakiti Chase.

Namun, akan jauh lebih baik bagi Chase untuk tahu sekarang. Ia tidak mau memberikan harapan palsu untuk pria itu. Apa yang bisa ia berikan pada Chase hanyalah sebuah pertemanan. Tidak lebih.

“Apa kau tidak tahu jika itu juga yang kurasakan terhadapmu?” Chase bersuara dengan parau. “Aku sangat sering melihat gadis cantik, dan terlalu sering menjalin hubungan dengan mereka, tetapi denganmu...” Chase menggeleng, “aku tidak tahu kenapa harus dirimu. Seandainya waktu bisa diulang, mungkin aku akan memilih tidak pernah berjumpa denganmu agar aku tidak jatuh cinta padamu.”

Mereka berdua terdiam. Mereka adalah dua orang yang bertemu di saat yang salah, dalam waktu dan kesempatan yang salah. Seandainya Adinda mengenal Chase lebih dulu daripada Jesse, bisa saja ia memiliki perasaan lain pada pria yang duduk di hadapannya ini.

Namun, tidak ada yang bisa mengatur laju hati untuk jatuh cinta maupun tidak. Sedekat apapun orang itu denganmu, selama apapun kau mengenalnya, jika hatimu tidak memilihnya, tidak akan pernah ada rasa itu.

Sama seperti ketika kau bertemu dengan orang yang sama sekali asing, dan tiba-tiba tahu dengan begitu saja bahwa hatimu telah menjadi miliknya.

Kenapa rasanya harus begitu rumit? Adinda tidak pernah jatuh cinta sebelumnya, ataupun dicintai seperti ini oleh pria luar biasa yang sayangnya, tidak bisa mendapatkan balasan perasaan darinya. 

“Apa aku harus kehilangan suaraku juga agar kau memperhatikanku?” lagi-lagi suara Chase terdengar begitu terluka.

Adinda mendongak dan menggeleng. “Jangan bicara seperti itu,” bisiknya parau. “Ini benar-benar bukan tentang hal itu. Sejak awal, aku memiliki ketertarikan yang begitu kuat pada Jesse. Sebelum aku tahu dia tidak bisa bicara.”

Chase mendesah dan memandang ke padang rumput di hadapannya. “Bagaimana kalau kita pergi berkuda besok?” tanya Chase tanpa menoleh kepada Adinda.

Perubahan topik yang tiba-tiba itu, diam-diam membuat Adinda lega. Ia masih tidak biasa membicarakan masalah seperti ini. Masalah yang berkaitan dengan hati dan perasaan. Itu hanya akan membuatnya merasa semakin bersalah pada Chase.

“Aku tidak bisa berkuda.”

“Aku akan mengajarimu. Setidaknya, ijinkan aku melakukan itu. Aku juga ingin menjadi orang yang berarti dalam hidupmu.”

Bagaimana mungkin Adinda bisa menolak jika Chase mengucapkan itu dengan sangat lirih dan penuh dengan permohonan? Soal Jesse, setelah ini ia bisa menemui pria itu dan mengatakan bahwa tidak ada hubungan apapun antara dirinya dengan Chase.

Kenapa kau harus menjelaskan? Memangnya apa hubungan kalian?

Adinda cemberut mendengar suara hatinya. Itu memang benar. Dirinya dan Jesse tidak memiliki hubungan apapun. Pria itu tidak menjawab pernyataan perasaannya. Ciuman itu juga mungkin tidak berarti bagi Jesse. Jadi jelas, ia tidak perlu meminta ijin ataupun menjelaskan apa yang terjadi pada Jesse. 

“Jam berapa aku harus menemuimu di istal besok?”

Mata Chase berbinar saat pria itu menoleh menatapnya. “Benarkah kau akan datang?”

Adinda mengangkat bahu. “Hanya jika aku menemukan baju berkuda yang pas milik Clara.”

Chase tersenyum lebar. “Kau pasti akan menemukannya. Kalian benar-benar terlihat seperti saudara kembar. Apa kau menyadari itu?”

Banyak orang berkata seperti itu tentang mereka. Ia dan Clara memang memiliki postur tubuh yang sama baik tinggi maupun beratnya. Warna rambut mereka juga sama. Dan Adinda sangat sering berharap jika ia benar-benar menjadi saudara Clara.

Bukannya ia tidak bersyukur memiliki saudara seperti Ananda. Akan tetapi, pasti akan jauh lebih menyenangkan jika memiliki saudara yang satu frekuensi seperti Clara.

“Baiklah, kalau begitu sampai bertemu besok.” Adinda bangkit, dan bersiap untuk pulang. 

Ia merindukan Clara. Mereka sangat jarang bertengkar seperti ini, dan itu menimbulkan rasa tidak enak di hati Adinda.

Hanya Clara yang ia miliki saat ini. Gadis itu lebih dari teman baginya, dan ia tidak ingin bertengkar terlalu lama dengan Clara. Gadis itu mungkin hanya khawatir karena Jesse adalah satu-satunya Paman yang Clara miliki. Clara mungkin takut Adinda akan menyakiti Jesse, dan juga Chase.

“Adinda?” Panggil Chase ketika Adinda sudah berjalan menjauh.

“Ya?” Ia menoleh pada Chase yang masih duduk di padang rumput.

“Terima kasih,” ucap Chase pelan.

“Untuk apa?”

“Karena telah memberiku kesempatan menjadi orang yang berguna bagimu.”

“Hanya ini yang bisa kuberikan padamu, Chase.”

Chase tersenyum. “Tidak apa-apa. Selagi masih ada kesempatan, aku akan berusaha yang terbaik. Asal kau tahu, aku bukan pria yang mudah menyerah.”

Sorry, I Love Your Daddy! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang