Tangan Adinda memegang tas belanjanya dengan erat, sementara ia tidak mampu mengalihkan pandangan dari dua orang yang terlihat mesra itu.
Jadi, Jesse pergi untuk menemui wanita itu? Siapa dia? Apa seseorang yang sudah lama Jesse kenal? Atau mereka hanya baru bertemu tadi malam, dan melakukan seperti yang Chase lakukan dengan dua gadis yang tidak dikenalnya? Apa Jesse akan semudah itu berhubungan seks dengan wanita yang baru saja ditemuinya?
Umpatan marah Chase menyadarkan Adinda dari pikiran dan rasa sakit hatinya yang tiba-tiba menyeruak.
"Sialan! Aku akan menemui mereka!"
Adinda mengangkat tangan di saat yang tepat, dan menahan lengan Chase ketika pria itu hendak mengikuti pasangan yang baru saja masuk restoran tersebut.
Chase menoleh padanya. Mata birunya menyala-nyala oleh amarah. "Kau tidak ingin aku menemuinya dan meminta penjelasan?"
"Tidak perlu. Dia pria dewasa dan lajang. Jesse bebas melakukan apapun dengan siapapun."
Kenapa hatinya terasa begitu sakit saat bicara seperti itu? Sekarang, Adinda benar-benar tahu apa arti dirinya bagi Jesse. Ia hanyalah selingan dan permainan. Ia bukan siapa-siapa, tidak peduli pria itu bergairah padanya saat menciumnya.
Atau...mungkin karena gairah tak tersalurkan itu yang membuat Jesse pergi dari rumah dan mencari pelampiasan untuk dirinya sendiri? Karena ia bukan wanita dewasa yang bisa memenuhi semua kebutuhan seksual Jesse? Karena ia adalah seorang perawan?
"Adinda..."
"Kau bilang kau lapar? Bagaimana kalau kita makan sekarang?" Ia menyunggingkan sebuah senyuman lebar.
Adinda menarik tangan Chase untuk memasuki restoran sebelum pria itu memprotes. Embusan pendingin udara yang sejuk, membuat Adinda menghela napas lega, tidak menyadari betapa sesak dadanya karena apa yang baru saja dilihatnya.
Mereka duduk di meja pojok, dan Chase memesan banyak sekali makanan yang mungkin akan cukup untuk memberi makan lima orang dewasa.
"Kenapa kau memesan sebanyak itu?" tanya Adinda setelah pelayan muda yang jelas-jelas menggoda Chase itu pergi.
"Emosi membuatku ingin makan banyak."
Adinda kembali tersenyum. "Bukan karena kau memang lapar?"
Chase menggeleng. "Jika aku tidak bisa menyalurkannya lewat kegiatan fisik, maka makanan adalah jawaban yang tepat."
Pria itu mengepalkan tangannya yang ada di atas meja dengan begitu erat hingga buku jarinya memutih. Adinda meraihnya, berusaha untuk membuka kepalan itu, dan menyusupkan tangannya sendiri di balik tangan Chase yang besar.
Menyadari apa yang dilakukannya, Chase langsung menggenggam tangannya dengan lembut, dan anehnya, Adinda merasa sangat nyaman. Seakan Chase akan melindunginya.
Bagaimana keadaan bisa berbalik secepat ini? Sebelumnya, Adinda sama sekali tidak pernah ingin dekat-dekat dengan Chase, apalagi melakukan kontak fisik seperti ini. Namun sekarang, pria itu seakan menjadi penopang tubuhnya yang rapuh.
"Aku akan bicara padanya ketika dia pulang nanti," ucap Chase kemudian dengan lembut.
"Kalau kau bicara karena ingin berdamai dengannya, aku akan setuju. Tapi jika tidak, jangan lakukan."
"Kau menyuruhku berdamai dengannya di saat seperti ini?" Chase berdecak. "Lihat dirimu, Adinda. Kau kacau!"
"Tidak," bantah Adinda dengan lemah. "Aku baik-baik saja."
"Terus saja berbohong," ketus Chase sambil melepaskan tangannya saat pelayan yang tadi datang mengantarkan pesanan mereka.
Berbagai makanan yang Chase pesan itu tampak lezat dan beraroma harum. Namun, meskipun Adinda merasakan perutnya bergemuruh lapar, ia merasa tidak berselera untuk memakannya. Kepalanya, dengan menyebalkannya, malah memikirkan apa yang sedang Jesse lakukan saat ini dengan wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry, I Love Your Daddy! (TAMAT)
RomanceVERSI LENGKAPNYA SUDAH BISA DIBACA DI KARYAKARSA dan PLAYSTORE Seumur hidupnya, Adinda Abimanyu selalu menjadi yang terabaikan di keluarganya. Ia tidak pernah terlalu dipedulikan karena ia adalah anak kedua. Karena itulah ia memutuskan pergi untuk m...