66. Bentuk Cinta Seorang Ibu

552 139 10
                                    

Adinda membuka matanya pagi itu, dan tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. Rasanya ia tidak pernah sebahagia ini di dalam hidupnya. Kecuali saat ia mendengar pengakuan cinta Jesse. Yah, berhubung tidak banyak hal membahagiakan dalam hidupnya, jadi Adinda bisa menghitung kapan saat-saat ia merasa benar-benar bahagia.

Dan kemarin adalah salah satunya.

Ia tidak menyangka jika diterima dalam keluarga yang sama sekali tidak pernah ia kenal sebelumnya, akan membuat Adinda merasakan kegembiraan yang begitu besar. Segala ketakutan bahwa dirinya akan ditolak, seakan sirna ketika ia melihat tangis penuh haru Juliana untuk pertama kalinya.

Oma. Adinda mengingatkan diri bahwa sekarang ia punya Oma dan Opa. Juga Paman dan Bibi yang menyayanginya. Selain itu, ada sepupu yang protektif dan si imut Gwen. Dan yang tidak kalah penting, Jesse dan keluarganya.

Apa Adinda masih menginginkan hal lain lagi? Tidak. Saat ini, ia tidak butuh apa-apa lagi dalam hidupnya. Terutama, orang-orang yang tidak pernah peduli padanya. Nyatanya, berkat cinta yang diterimanya dari keluarga ini, Adinda bisa melupakan semua sakit hatinya yang disebabkan oleh orang tuanya. Luka itu menutup sempurna dengan kasih sayang yang Juliana berikan padanya.

Lalu, yang menjadi pertanyaannya, apakah ia juga akan merasa baik-baik saja nanti saat bertemu lagi dengan keluarga Abimanyu?

Adinda menghela napas dan memutuskan untuk tidak memikirkan itu sekarang. Apa yang akan terjadi nanti bukan sesuatu yang harus ia cemaskan. Sebab, selama ini ia sudah terlalu banyak memikirkan hal-hal yang tidak seharusnya ia pikirkan.

Ia bangkit dari tempat tidur sambil menatap keadaan kamar yang ditempatinya. Oma bilang, itu adalah kamar milik mendiang ibunya. Wanita itu membiarkan kamarnya tetap seperti dulu saat ditinggalkan. Meskipun sudah dua puluh dua tahun berlalu, pasti masih berat bagi mereka untuk melupakan satu-satunya putri keluarga ini.

Adinda berdiri dan mengamati foto-foto yang terpasang di dinding. Ada saat Marion pergi berlibur ke Italia, ada juga ketika Mitch memenangi sebuah pertandingan dan mereka berfoto sambil memegang piala.

Mata Adinda terasa panas. Dari foto-foto tersebut, tampak jelas jika Marion dan Mitch memiliki hubungan antar saudara yang begitu akrab. Usia mereka pasti tidak begitu jauh, dan itu membuat mereka lebih seperti seorang teman.

Tadi malam, ia tidak sempat memperhatikan apapun dan langsung jatuh ke tempat tidur karena kelelahan. Setelah makan siang, Opa mengajaknya ke kandang hewan ternak. Mereka memiliki dua ekor kuda, dan banyak sekali ayam juga sapi.

Namun, tidak seperti peternakan Jesse, para pekerja tidak menginap. Mereka datang di pagi hari dan akan pulang sebelum matahari terbenam.

Setelah itu, Oma mengajaknya dan Jesse ke pusat kota tempat yayasan sosial milik keluarga Janssen berada. Yayasan itu diberi nama seperti ibunya, dan Adinda bisa merasakan kegembiraan yang begitu murni saat berinteraksi dengan beberapa anak-anak dan orang dewasa muda yang ada di sana.

Sama seperti waktu-waktu yang mereka habiskan di panti jompo di Austin, Jesse dan Adinda mengalami saat menyenangkan di sana hingga tidak terasa malam sudah datang ketika mereka beranjak pamit.

Menurut Oma, yayasan itu digagas oleh Marion. Juliana yang mantan guru sekolah luar biasa, rupanya telah memberikan pengaruh yang besar bagi Marion. Ketika sekolah luar biasa itu ditutup karena keterbatasan dana yang diberikan, Marion memberikan seluruh tabungan yang ia miliki kepada Juliana, yang pasti jumlahnya tidak seberapa, dan berkata ingin membuka lagi sekolah bagi orang-orang tuna rungu dan tuna wicara.

Saat itu, usia Marion lima belas tahun, dan Adinda merasakan kebanggaan yang luar biasa dalam hatinya. Ibunya orang yang baik. Tidak peduli apapun yang Mama katakan tentangnya, hal itu sama sekali tidak benar.

Sorry, I Love Your Daddy! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang