57. Mengurai Masa Lalu

663 159 5
                                    

Adinda merasa air matanya telah habis terkuras. Apa yang ia lakukan semenjak pulang dari rumah orang tuanya hingga beberapa menit yang lalu hanyalah menangis dalam pelukan Jesse. Ia bahkan belum sempat bercerita pada Jesse apa yang sebenarnya diributkanya bersama Mama dan Papa di rumah.

Mama. Wanita itu bukanlah ibu kandungnya, dan fakta tersebut menyakiti Adinda hingga ke sumsum tulangnya. Terjawab sudah sekarang kenapa sikap Mama kepadanya selalu berbeda. Dulu, saat dirinya masih kecil, ketika tidak ada Ananda dan Aidan di sana, Mama lebih sering tidak memperhatikannya ketika Adinda bicara.

Ia pikir, saat itu, Mama hanya sedang lelah dan tidak mau bermain dengannya. Namun, seiring usia dewasanya, sikap Mama menjadi semakin dingin. Jika awalnya sikap dingin itu hanya saat tidak ada kedua saudaranya, lambat laun sikap Mama semakin berubah. Ananda dan Aidan sendiri juga menyadarinya, tetapi mereka tidak pernah membahas hal tersebut bersamanya.

Ternyata begini rasanya mengetahui kenyataan yang tidak pernah diketahuinya. Hatinya hancur dengan fakta itu, tetapi di sisi lain, Adinda merasakan kelegaan karena akhirnya ia tahu alasan mengapa Mama selalu mengabaikannya. Memang selalu ada alasan dari setiap perbuatan yang terjadi.

Tangan besar Jesse menjauhkan tubuhnya dari dada pria itu dan menatapnya. Sejak tadi, Adinda hanya terus menangis di pangkuan Jesse. Satu-satunya saat ia bicara adalah ketika mengatakan pada supir keluarganya untuk mengantar mereka ke apartemen Aidan. Setelah itu, Adinda hanya terus menangis.

Adinda tersenyum muram pada Jesse yang menatapnya khawatir. "Aku sudah baik-baik saja," katanya dengan suara serak. "Aku sudah tahu faktanya, dan itu cukup."

Jika ada yang Adinda syukuri, itu adalah mereka bicara dalam bahasa yang tidak Jesse ketahui. Adinda tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Jesse jika mendengar apa yang Mama katakan tentangnya. Bagi Mama, jelas Jesse dan Alexi adalah bumi dan langit yang tidak akan pernah menyatu kecuali akhir dunia datang.

'Aku tidak mengerti apa yang kalian bicarakan, tetapi aku bisa melihat kau sangat sedih dan terguncang.'

Jesse benar. Ia memang sangat terguncang denga fakta itu.

"Aku bukan anak kandung Mama. Aku anak hasil perselingkuhan Papa saat kuliah di luar negeri."

Mata biru Jesse tampak melebar sebelum akhirnya pria itu kembali memeluknya. Keinginan Adinda untuk tidak lagi menangis, hancur karena pelukan Jesse. Ia memejamkan mata dan merasakan air mata kembali menuruni dadanya, membasahi lagi kemeja Jesse.

"Apapun masa lalumu, siapapun keluargamu, kau harus tahu bahwa kau memilikiku, Sayang. Aku tidak akan ke mana-mana," bisik Jesse di telinganya.

Bisikan itu menenangkan Adinda. Mungkin, jika tidak ada Jesse di sampingnya, Adinda akan menjadi lebih histeris dari ini. Diabaikan saja sudah cukup menyakitkan baginya, apalagi fakta bahwa ia bukan anak kandung Mama.

"Mereka juga tidak mengijinkan kita tetap menjalin hubungan ya?" tanya Jesse lagi.

Adinda melepaskan diri dari pelukan Jesse dan menatap pria itu sambil menggeleng. "Kita akan tetap bersama. Tidak peduli apapun yang Mama katakan."

'Tapi aku bahkan tidak bisa dibandingkan dengan calon suami kakakmu,' katanya tanpa suara.

"Memangnya kenapa? Kau pikir hidup hanya tentang membandingkan si A dengan si B? Hanya karena dia lebih kaya raya dan tidak kekurangan suatu apapun akan menjamin jika hidupnya akan selalu bahagia?"

'Sayang...'

"Aku tahu pernikahan itu akan menjadi kebanggaan terbesar untuk Mama. Bahkan calon istri Aidan juga tidak bisa dibandingkan dengannya, dan Mama tidak mempermasalahkan itu. Lalu kenapa aku harus dipermasalahkan? Kecuali kau malu memiliki istri dengan asal usul tidak jelas sepertiku."

Sorry, I Love Your Daddy! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang