Matahari menyorot samar-samar dari balik persembunyiannya. Ia sama sekali tidak bisa menangkis hawa dingin yang membuat semua orang bertekuk dengan jaket kulitnya. Akas menghembuskan nafasnya berat, menyembulkan gumpalan embun di udara karena saking dinginnya hawa pagi yang menggerogotinya.
Di tangannya tergenggam sebuah cup coklat panas. Sesekali mulutnya menyesap bibir cup itu untuk menyeruput isinya. Ia duduk di sebuah kursi tunggu, dengan dua orang temannya yang tampak mendengkur ria. Berulang kali ia melirik ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Masih ada beberapa menit lagi sebelum pesawatnya lepas landas.
"Woi, bangun," seru Akas berusaha membangunkan kedua temannya. Yang dipanggil pun segera membuka matanya malas. Riris mengucek matanya yang sedikit berair, sedangkan Rendra segera mengusap liur yang bertengger di sudut bibirnya.
"Keterlaluan. Iler lo!" Riris mendorong Rendra untuk menjauh darinya. Ia pun segera mengusap-usap rambut sebahunya, khawatir jika rambutnya itu terkena liur dari Rendra yang tertidur dengan bersandar di kepalanya.
"Iler lo tuh usapin juga," sahut Rendra yang tak terima karena telah didorong oleh Riris.
"Dih, mana ada." Riris mengusap bibirnya dengan punggung tangannya berulang kali, walaupun air liur sama sekali tidak ada di sana.
"Udah, udah. Jangan digosok terus bibir lo, nanti keluar jin."
"Sialan." Riris memukul lengan Rendra pelan. Namun, cukup membuatnya meringis.
"Jam berapa, nih? Udah hampir berangkat ya pesawat kita?" lanjut Riris sambil melihat ke sekeliling. Sebagian besar orang tampak mulai masuk ke dalam pesawat.
"Ya. Mending kita ikut masuk juga," timpal Akas.
Akas pun beranjak lebih dulu untuk membuang sebuah cup yang sudah kosong isinya. Setelah itu, ia berbalik untuk menghampiri kedua temannya yang sudah lebih dulu berjalan meninggalkannya. Hiruk pikuk di bandara hari ini begitu menyesakkan. Banyak orang berebut untuk mendapatkan jalan. Beberapa diantaranya bahkan ada yang saling dorong. Akas memutar bola matanya malas, kemudian mulai melangkahkan kakinya untuk membaur dengan kerumunan itu.
"Ugh." Seorang gadis tanpa sengaja bertabrakan dengan Akas. Gadis itu pun segera menyingkir, sembari menyembunyikan sesuatu yang digenggamnya. Ia beranjak menjauh lalu menatap tajam, menanti Akas untuk meminta maaf terlebih dahulu.
"Ck, iya. Sorry. Nggak usah lihatin gue kayak gitu."
Gadis itu hanya diam. Ia sama sekali tidak merespon ucapan maaf dari Akas. Kemudian gadis itu pun segera berlari menjauh, cepat, tanpa mengucap apapun.
"Woi. Lihatin siapa, sih?" gertak Riris sambil menepuk pundak Akas.
"Nggak tahu, tuh. Ngelamun aja," serbu Rendra yang tiba-tiba masuk ke dalam percakapan. Mereka berdua kembali menghampiri Akas karena didapatinya lelaki itu sama sekali tidak beranjak dari tempatnya berdiri.
"N-nggak apa-apa kok," jawab Akas. Ia menggeleng kuat, berusaha mengabaikan kejadian singkat barusan.
"Ayo, bentar lagi pesawatnya berangkat," lanjut Akas. Kemudian mereka bertiga segera menuju pesawat yang 10 menit lagi akan lepas landas itu.
"Aku datang...."
KAMU SEDANG MEMBACA
KELANA
Horror[COMPLETED] Gadis itu berkalung permata, dengan sebuah kunci kecil berhiaskan berlian hijau menggantung sebagai bandulnya. Kalung itu membuka gerbang ke dunia lain. "Selamat datang." Diwangka Akasa. Dirinya tidak menyadari, jika kedatangannya ke seb...