18. Kebangkitan

42 7 2
                                    

Hari demi hari berlalu. Dayu mulai merasakan hawa yang tidak enak selalu mengintai dirinya. Malam itu sudah malam Jumat lagi. Dayu berniat memandikan kalung itu. Tapi, sialnya saat siang ia lupa membeli kembang 7 rupa. Sekarang ia tidak tahu bisa mendapatkan kembang tersebut dimana. Karena bingung, kemudian Dayu melepaskan kalung itu dulu dan memasukkannya ke wadahnya lalu menyimpannya ke dalam laci nakas.

Setelah itu, Dayu beranjak ke dapur. Tanpa sengaja ia melihat ada pintu menuju ke belakang vila. Dayu pun iseng membukanya, barang kali ia akan menemukan tanaman bunga yang tumbuh menggeragas liar di sana. Tapi, sayang yang didapatinya hanya pepohonan pinus nan gelap. Lalu Dayu berniat kembali masuk ke dalam. Namun, tiba-tiba indera penciumannya mencium bau bunga melati yang begitu menyengat. Setahu Dayu itu adalah tanda kedatangan makhluk halus.

Karena penasaran, Dayu lalu mengikuti kemana arah bau melati itu membawanya. Tanpa pencahayaan apapun, Dayu dengan sendirinya digiring masuk lebih dalam ke hutan pinus. Dirinya juga sama sekali tak sadar dengan apa yang tengah dilakukannya.

Dan di situlah Dayu sampai, pada sebuah gubuk tua yang telah reyot bangunannya. Kumuh tak terurus dengan sebuah lentera menyala menggantung di depan pintunya. Dayu mendekati gubuk itu, bau melati tercium semakin kuat. Ia lalu mengambil lentera yang menggantung dan menyorotkan cahayanya ke pintu. Dayu membuka pintunya perlahan, gelap, karena penasaran Dayu mencoba masuk.

Awalnya tidak ada apa-apa. Gubuk itu kosong. Bau melati yang tadi tercium juga seketika lenyap. Dayu kemudian mulai menyusuri gubuk yang tak seberapa luasnya itu, menyorotkan cahaya lenteranya kemana-mana. Walaupun ia sedikit curiga bagaimana bisa ada lentera yang menyala di gubuk tua seperti itu, yang ia sendiri juga tidak yakin apakah ada orang atau tidak.

Lantai gubuk itu begitu kotor, penuh dengan bunga-bunga busuk seperti bekas sesajen. Batang-batang dupa yang menghitam juga berceceran di lantai, tembok kayunya kusam, dinding plafonnya penuh sawang, dan banyak cicit tikus dari atas Dayu yang berulang terdengar, tapi tidak membuat Dayu takut.

Ada sebuah meja di sudut gubuk itu. Di hadapannya ada sebuah cermin besar. Meja itu penuh dengan sajen yang membusuk. Ada beberapa tulang belulang juga yang Dayu tak tahu itu tulang apa.

Kemudian Dayu menyorotkan cahayanya pada cermin besar itu. Seketika, cuplikan-cuplikan rahasia singkat yang terjadi pada gubuk itu tanpa sengaja masuk tanpa permisi ke dalam kepalanya. Entah darimana asalnya, kini iblis itu bangkit lagi. Ia menyeringai mengerikan dari dalam cermin. Dayu membulatkan matanya. Ia sudah menyebabkan iblis itu bangkit kembali.

"Lancang kowe!!!"

Kaca tersebut langsung pecah akibat seruan iblis itu, menggores tubuh Dayu yang hanya berbalutkan kaos. Dayu langsung terjengkang ke lantai. Cahaya api dari lentera yang digenggamnya pun mulai berkedip-kedip hendak mati.

Pikiran Dayu seketika penuh. Setelah melihat iblis itu, ia jadi mengetahui semua rahasia kelam di vila. Lalu, Dayu berusaha lari keluar untuk memberitahukan semuanya pada Mbah We dan Karin. Namun, iblis itu lebih dulu bertindak. Ia melemparkan kapak yang ia bawa untuk mencegah Dayu kabur. Hampir saja kapak itu memenggal kepala Dayu.

"Bocah lancang!!!"

Dayu berulang kali menghindar dari iblis itu yang terus berusaha untuk menyerangnya. Dengan susah payah, akhirnya ia pun bisa keluar dari gubuk itu. Ia terus berlari semakin cepat menjauhi gubuk untuk menghindari iblis itu. Namun, iblis itu terus mengejarnya.

"Argh."

Di pertengahan larinya, Dayu tersandung batu sehingga membuat dirinya jatuh tersungkur. Lentera yang dibawanya pun pecah dan apinya seketika padam. Sial. Dayu menggerutu. Ia tidak henti-hentinya mengumpat. Ia tidak tahu harus mencari jalan keluar kemana karena tidak ada apapun yang bisa ia lihat selain kegelapan. Iblis itu kini sudah tidak terlihat lagi. Namun, siapa yang tahu ia bisa tiba-tiba saja muncul.

KELANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang