Akas mengerjapkan matanya. Samar-samar ia bisa melihat Pak Kades yang tengah duduk di dekatnya. Akas terbangun di kursi ruang tamu rumah Pak Kades. Hidungnya disumbat oleh daun sirih. Sepertinya ia mimisan.
Mengetahui Akas yang sudah sadarkan diri itu, Pak Kades segera memberikan secangkir teh hangat untuk Akas minum.
"Diunjuk dulu. Panjenengan pasti masih pusing, to," ujar Pak Kades sambil menyodorkan secangkir teh hangat. Akas pun menerimanya lalu menyeruput teh tersebut sedikit kemudian meletakkannya kembali ke atas meja.
"Panjenengan tadi pingsan di jalan sama Nduk Karin. Untungnya ditemokake sama warga sing lagi jaga malam," lanjut Pak Kades memberitahu.
"Karin gimana keadaannya?"
"Alhamdulillah. Dia sudah baikan. Sekarang ana ning kamar. Panjenengan mau nengok?"
Akas mengangguk. Kemudian Pak Kades pun mengantarkan Akas menemui Karin yang sedang beristirahat di kamar. Setelah mengantarkan Akas, Pak Kades kembali keluar dan meninggalkan Akas berdua dengan Karin. Namun, sebelum pergi Pak Kades membiarkan pintu kamar tetap terbuka.
Karin masih terbaring di ranjang. Matanya juga masih terpejam. Tampaknya ia belum sadarkan diri. Akas memilih untuk duduk di samping ranjang, menunggu gadis itu untuk siuman. Ia lalu melepaskan daun sirih yang tadi menyumbat hidungnya. Darah sudah berhenti menetes.
Kini pandangannya kembali teralih pada Karin. Wajahnya sudah bersih dari darah yang tadi membanjirinya. Tubuh mungilnya pun kini tertutupi oleh selimut tebal. Helaan nafasnya terdengar pelan di telinga Akas, membuat Akas yakin kalau gadis itu masih hidup.
Akas melamun. Ia masih menatap wajah gadis itu. Akas tidak habis pikir apa yang Karin lakukan tadi. Semua terlihat di luar nalar bagi Akas. Bahkan Akas juga masih bingung, bagaimana peristiwa-peristiwa janggal yang telah dialaminya itu bisa dijelaskan dengan logika. Semuanya benar-benar tidak masuk akal.
Karin tampak mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia mulai sadarkan diri. Kemudian pandangannya jatuh kepada Akas yang duduk di sampingnya, membuat Karin terkejut dan langsung mencoba bangkit dari tidurnya.
"Tidur aja. Gue nggak akan ngapa-ngapain lo. Lo baru siuman, jangan dipaksain banyak gerak," ucap Akas. Namun, sama sekali tidak dipedulikan oleh Karin. Gadis itu tetap memaksa bangun kemudian duduk di ranjang tersebut. Akas menggelengkan kepalanya pelan mengetahui ucapannya hanya diabaikan.
Kemudian Akas menoleh ke arah Karin. Gadis itu sekarang menunduk. Mungkin Akas yang harus lebih dulu memulai pembicaraan.
"Sorry. Gue salah sama lo," ucap Akas tanpa sekalipun mengalihkan pandangannya dari Karin.
Karin pun menoleh ke arah Akas, menatapnya lekat untuk meminta penjelasan lebih. Akas salah tingkah dibuatnya. Ia pun berdehem pelan kemudian melanjutkan bicaranya.
"Ya walaupun begitu, tetep aja lo yang salah," lanjutnya sambil memalingkan wajah.
Karin kembali menunduk. Ia hanya mengangguk pelan.
"Apa yang lo lakuin tadi?" tanya Akas kemudian, setelah mereka terdiam selama beberapa lama.
Karin semakin menunduk. Ia meremas dress motif bunga-bunga selutut yang istri Pak Kades pinjamkan kepadanya sebagai ganti pakaiannya yang kotor karena terkena darah. Kemudian Karin mulai menangis. Sepertinya ia masih shock dengan apa yang dialaminya tadi.
"Aku gagal. Aku nggak bisa manggil Simbah Kakung," ucap Karin sambil terisak. Ini adalah pertama kalinya Akas mendengarkan Karin berbicara langsung padanya, melegakan. Walaupun sebelumnya waktu itu ia juga pernah mendengar Karin berbicara padanya, tapi Akas tahu itu bukanlah Karin yang sesungguhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELANA
رعب[COMPLETED] Gadis itu berkalung permata, dengan sebuah kunci kecil berhiaskan berlian hijau menggantung sebagai bandulnya. Kalung itu membuka gerbang ke dunia lain. "Selamat datang." Diwangka Akasa. Dirinya tidak menyadari, jika kedatangannya ke seb...