29. Mawar Merah

37 6 0
                                    

Matahari mulai berwarna kemerahan. Namun, cahayanya belum sempurna menjamah seluruh desa. Ia masih ragu-ragu menebarkan cahayanya, takut mengusik para serangga yang nyatanya malah sudah lebih dulu menyat. Bersamaan dengan menyembulnya sang surya itu, ayam-ayam desa mulai berkokok dan saling bersahut-sahutan melantangkan suaranya.

Dengan berbalut jaket, Riris sengaja bangun dan mandi lebih pagi untuk mencari Akas. Ia khawatir sekali dengan laki-laki itu yang sejak semalam tidak pulang ke vila. Riris pun meninggalkan secarik kertas yang bertuliskan kalau ia pergi mencari Akas di samping sepiring nasi putih dan telur ceplok yang sudah ia siapkan sebagai sarapan untuk Rendra. Sementara Rendra, laki-laki itu masih mendengkur di atas ranjangnya. Mungkin efek berkelahi dengan Akas kemarin membuat badannya sakit dan ingin berlama-lama istirahat di tempat tidur.

Riris melewati begitu saja penduduk-penduduk desa yang kebetulan akan pergi ke sawah. Ia tidak menoleh ataupun menyapa. Fokus pikirannya hanya ada pada Akas. Mereka pun juga sama halnya tidak mengindahkan Riris yang berjalan melewatinya dengan terburu-buru itu.

Riris melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, baru pukul setengah enam pagi. Lampu jalanan masih menyala di kanan kiri. Semakin berjalan ke tengah desa, Riris mulai mendengar suara orang-orang menumbuk padi. Namun, sama sekali belum dilihatnya Akas di sepanjang jalan itu. Riris hanya bisa menghela nafasnya gusar dan menggosok-gosokkan telapak tangannya yang begitu kedinginan. Ia masih semangat melangkahkan kakinya menyusuri desa untuk mencari Akas.

"Mungkin di rumah Karin," gumam Riris, lalu dirinya segera putar balik untuk menuju rumah gadis yang digumamkannya.

...

Karin bersenandung kecil, menyanyikan lagu When You Love Someone yang sering Dayu nyanyikan. Namun, ekspresi datarnya sama sekali tidak mendukung suasana di lagu Bryan Adams tersebut. Karin malah jadi mengacaukan kesannya. Satu piring terakhir baru saja selesai dicucinya, kini ia meletakkan piring tersebut di rak. Mie instan goreng merupakan pilihan yang kurang tepat untuk sarapan pagi ini. Tapi, sekali-kali mungkin tak apa. Karin sedang tidak punya semangat untuk memasak.

Ketukan di pintu hampir membuat Karin tersedak teh hangat yang sedang diseruputnya. Ia lalu meletakkan gelas kosong itu di atas meja makan dan segera berlari ke arah pintu untuk menghampiri siapa yang mendatanginya.

Seorang laki-laki dengan kaos biru tua yang sama seperti yang dikenakannya kemarin terlihat berdiri tanpa ekspresi di depan pintu rumah Karin. Karin mengangkat sebelas alisnya melihat Akas yang sudah sepagi ini datang ke rumahnya apalagi dengan penampilannya yang memprihatinkan.

Wajahnya kusut, rambutnya tidak terlihat rapi, atau boleh dibilang sarang ayam lebih rapi ketimbang rambut Akas. Sedangkan pakaiannya begitu kotor seperti sehabis berguling-guling di tanah. Hal yang pasti, Akas belum mandi dan juga ia tidak pulang ke vila. Setelah mereka pulang dari gubuk itu semalam, Karin langsung pamit pulang ke rumahnya tanpa diantar Akas, sedangkan Akas, Karin tidak tahu bagaimana nasib laki-laki itu setelah berpisah dengannya.

"Selamat pagi," ucap Karin mengawali pembicaraan. Akas berdecak dan memutar bola matanya jengah, lalu berjalan sempoyongan dan duduk di kursi pendhopo. Ia memijat sebelah pelipisnya dengan jari telunjuk sambil menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi.

"Aku buatkan teh hangat, ya." Tanpa persetujuan Akas, Karin langsung kembali masuk ke dalam rumahnya, membuatkan Akas segelas teh hangat dan juga membawakannya pisang goreng yang sempat ia goreng tadi.

Segelas teh hangat dan juga sepiring pisang goreng sudah tersaji di meja di depan Akas. Tanpa disuruh, Akas sudah langsung meneguk habis segelas teh yang Karin buatkan, padahal teh itu masih terlalu panas. Tak lupa Akas juga langsung mencomot pisang goreng dan dengan tergesa membaca basmalah kemudian langsung menyantapnya lekas-lekas. Setelah habis, Akas kembali mengambil pisang goreng itu lagi dan mengunyahnya cepat seperti tadi. Setelah pisang goreng keduanya ini habis, barulah Akas berbicara kepada Karin.

KELANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang