43. Segalanya Berubah

21 3 0
                                    

Tidak hanya saat itu saja sikap orangtua Riris mulai berubah. Bertahun-tahun sikap keduanya semakin menjadi-jadi. Bahkan Riris juga tidak pernah mengetahui apa sebenarnya pekerjaan ayahnya.

Ayahnya selalu pulang larut malam dan mengurung diri di sebuah ruangan. Begitupun ibunya yang kini juga tak jauh beda dengan ayahnya. Sosok ibu yang dari dulu Riris idam-idamkan seketika berubah. Ibu Riris tidak pernah lagi memberikan perhatiannya kepada anak semata wayangnya itu. Setiap hari ibu Riris selalu membelanjakan uangnya untuk membeli barang-barang yang tidak perlu.

Riris mulai tidak tahan dengan kehidupannya sekarang yang sangat kurang kasih sayang. Hampir setiap malam dirinya menangis di kamar sembari berharap kepada Tuhan untuk mengembalikan hati orangtuanya ke yang dulu sebelum mereka menjadi kaya.

Siang itu Riris tampak berlari menghampiri ayahnya yang baru saja pulang. Wajah ayahnya terlihat begitu lelah sehingga dirinya tidak terlalu berantusias menanggapi Riris.

"Ayah. Ayah darimana?"

"Kerja, Nak."

"Ayah kerja apa?"

"Kamu tidak perlu tahu. Sudahlah, Ayah lelah. Ayah mau beristirahat."

"Tapi, tadi Bu Guru memberikan tugas untuk menceritakan pekerjaan ayah."

"Kalau begitu tulis saja Ayah adalah pengusaha."

"Benarkah itu?"

"Ya."

Ayah Riris meninggalkan Riris begitu saja dan mengabaikan Riris yang terus merengek dan bertanya. Kemudian ia masuk ke dalam sebuah ruangan yang penuh dengan paket-paket yang menumpuk, hanya saja Riris tidak tahu itu apa. Dengan memberanikan diri, Riris ikut masuk ke dalam ruangan itu dan kembali bertanya.

"Apa yang ada di paket ini, Ayah?"

"Kamu tidak perlu tahu."

"Apakah Ayah seorang kurir?"

"Tidak, Nak. Bisakah kamu keluar? Ayah sedang sibuk di sini."

Riris melihat ayahnya yang mulai membungkus sesuatu berupa serbuk berwarna putih lalu menumpuknya dengan paket-paket lain.

"Apa yang Ayah bungkus?"

"Obat."

"Apakah Ayah seorang dokter?"

"Tidak."

"Lalu Ayah seorang apoteker?"

"Tidak."

"Kemana Ayah akan mengirimkan semua paket itu?"

"Ke orang yang memberi Ayah uang! Bisakah kamu berhenti bertanya? Kamu membuat Ayah marah!"

Ayah Riris membalikkan badannya sambil membentak Riris. Riris pun dibuat kaget karenanya. Riris yang saat itu berusia 13 tahun pun hanya bisa menangis. Sampai kemudian ibunya tiba-tiba datang dan menghampirinya masuk ke dalam ruangan itu.

"Ada apa ini?" tanya Ibu Riris dengan barang belanjaan yang penuh di kiri kanan tangannya.

"Bawa anakmu keluar dari sini. Ia begitu menganggu," adu Ayah Riris. Bukannya membela Riris, Ibu Riris malah semakin memarahinya.

"Riris, apa yang mau kamu lakukan di sini? Cepat keluar!"

"Aku hanya ingin tahu apa pekerjaan Ayah."

"Sudahlah, ini bukan urusan anak kecil sepertimu."

"Tapi, Bu―"

"Keluar, Riris!"

Dengan terpaksa Riris keluar dari ruangan itu dengan sisa air mata yang masih menggenang di pipinya. Samar-samar saat ia menutup pintu, ia bisa mendengar pembicaraan orangtuanya yang sama sekali tidak ia mengerti.

KELANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang