Gerri menyembunyikan wajahnya di balik tudung jaket yang dikenakannya. Malam sama sekali tidak menakutinya untuk berjalan sendirian menembus trotoar jalanan yang penuh dengan kendaraan bermotor yang melaju dan menimbulkan bunyi bising yang memekakkan telinga. Ia terus ditatap aneh oleh orang-orang yang berpapasan dengannya, mengira bahwa ia tersesat.
Gerri berhenti di tengah trotoar, lalu duduk di salah satu bangku yang ada di bawah lampu jalan untuk sekedar beristirahat. Ia sudah berjalan terlalu jauh sehari itu. Pandangannya tampak kosong. Ia menatap jalanan yang ada dengan tersenyum getir. Sudah tiga hari dirinya berpisah dengan Dayu dan baru semalam ia bisa mengetahui kabar kembarannya itu.
Gerri pernah memasang sebuah chip di mobil mainan yang selalu Dayu bawa. Dengan menggunakan chip itu, maka ia bisa memonitori dimana Dayu berada. Dirinya berasumsi jika letak mobil mainan Dayu terus berpindah tempat berarti ada kemungkinan bahwa Dayu masih hidup.
Sehari setelah kepergian Dayu, Gerri menerima kabar bahwa ada sebuah kapal yang terombang-ambing diterjang badai. Setelah diselidiki, semua kru di kapal tewas secara mengerikan, sementara ada seorang yang selamat dan sekarang tengah koma di rumah sakit. Ia adalah Bu Dewi. Padahal Gerri sangat berharap bahwa wanita itu juga meninggal secara mengenaskan seperti yang lainnya, meskipun Gerri sama sekali tidak tahu apa yang telah terjadi malam itu.
"Nak," seorang pria asing tiba-tiba menepuk pundak Gerri sehingga membuat Gerri terlonjak kaget.
"Ya?" Gerri sedikit gelagapan meresponnya.
"Apa yang kamu lakukan sendirian di sini?" tanyanya.
Gerri buru-buru menggeleng. "Saya akan pulang."
Ia pun segera berdiri dari duduknya dan berniat pergi. Si pria yang paham jika Gerri ingin kabur segera menarik lengan Gerri agar kembali duduk. Sebelah tangannya memegangi lengan Gerri dan sebelah tangannya lagi mengeluarkan sebuah kartu nama yang kemudian ditunjukkannya kepada Gerri.
"Saya Tuan Hamdan Ahadi. Masih mengingat saya?" Pria itu memperkenalkan dirinya yang bernama Hamdan kepada Gerri. "Akhirnya kita bertemu kembali," lanjutnya.
Gerri membalasnya dengan tersenyum miring. Dengan percaya diri, ia membuka tudung jaketnya dan memperlihatkan wajahnya kepada Hamdan. "Ya," jawab Gerri.
"Kebetulan sekali." Hamdan segera menarik tangan Gerri untuk pergi dari tempat itu. Tepatnya ia mengajak Gerri untuk ke tempat yang seharusnya, yakni kantor polisi.
Kini keduanya sudah sampai di kantor polisi. Gerri tampak duduk berhadapan dengan Hamdan. Bukannya merasa tegang atau takut, Gerri malah merasa tenang seakan ia bukan buronan yang baru ditangkap, walaupun kenyataannya adalah sebaliknya.
"Dimana kamu selama ini? Kenapa kamu kabur?"
"Om mencari-cari saya?"
"Ya. Kamu berada di bawah tanggungjawab saya."
"Saya nggak suka berada di panti."
"Itu lebih baik daripada kamu mendekam di penjara. Kamu masih belum cukup umur, jadi kami tidak mungkin memenjarakanmu."
"Panti asuhan itu nggak ada bedanya dengan penjara."
"Apa maksud kamu?"
Gerri kembali tersenyum miring. Kemudian ia mengeluarkan map merah dari dalam ranselnya lalu menyerahkannya kepada Hamdan.
"Saya nggak kabur, tapi saya diadopsi oleh kriminal itu."
Hamdan langsung memeriksa data-data yang ada di map tersebut. Ia terkejut bukan main. Selama ini kepolisian sedang berusaha mencari bukti tentang penyeludupan atas Bu Dewi yang sedang koma di rumah sakit, tapi ternyata bukti itu dibawa oleh Gerri beserta surat adopsi dirinya.
"Darimana kamu mendapatkannya?"
"Itu tidak penting. Yang terpenting, bukti itu sudah ada di tangan kalian. Jadi, apakah saya akan benar-benar dipenjara?"
Hamdan terdiam. Map itu secara tidak langsung telah menyelamatkan Gerri dari hukuman yang akan diterimanya. Kalau saja bukan karena map itu, pasti Gerri akan dikarantina selama mungkin.
"Kita urus itu nanti, kamu tenang saja. Malam ini kamu bisa bermalam di sini. Saya akan terus menjagamu."
Gerri mengangguk.
Hamdan masih mengecek berkas-berkas tersebut berulang-ulang. Namun, di sana tidak ada bukti dengan siapa Bu Dewi bekerja sama dan darimana mayat-mayat tersebut berasal. Di sana hanya ada surat adopsi dan surat bukti penyeludupan ke luar pulau. Sementara surat kerjasama ada di tempat terpisah yang tidak akan Gerri katakan kepada kepolisian.
Karena baginya, jika Bu Dewi sudah dipenjara maka panti asuhan itu tidak akan bisa lagi bekerja sama untuk memperdagangkan manusia. Gerri pikir, biarlah Akas yang menemukan bukti itu dan mengadukan kejahatan panti asuhannya kepada kepolisian agar Akas bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi pahlawan.
"Apa kamu tahu dengan siapa Bu Dewi bekerja sama?"
"Nggak. Hanya bukti itu yang saya temukan."
"Baiklah kalau begitu. Sekarang akan saya antar kamu ke tempat istirahatmu."
Mereka berdua berdiri, kemudian beranjak pergi dari ruang interogasi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELANA
Horror[COMPLETED] Gadis itu berkalung permata, dengan sebuah kunci kecil berhiaskan berlian hijau menggantung sebagai bandulnya. Kalung itu membuka gerbang ke dunia lain. "Selamat datang." Diwangka Akasa. Dirinya tidak menyadari, jika kedatangannya ke seb...