Sedari tadi Karin menunduk. Ia hanya menyimak perbincangan Dokter Saras dan Akas. Sesekali dirinya menilik ke wajah Akas yang ekspresinya kaku saat menatap Dokter Saras. Sementara Dokter Saras sendiri, Karin tidak berani meliriknya. Gadis bergaun biru langit itu masih di sana. Tepat di belakang Dokter Saras. Karin tidak tahu makhluk apa itu.
Belum lagi suara kikikan dan tangisan anak kecil semakin meresahkan hatinya. Tidak hanya itu, suara anak berlarian di lantai atas juga terdengar jelas bagi Karin. Tapi, dirinya memilih diam. Karin terus menjatuhkan pandangannya pada segelas jus jeruk yang tersaji di atas meja di depannya, yang airnya bergoyang-goyang mencurigakan seakan ada yang meniupnya.
"Karin, lo nggak apa-apa?" Akas yang menyadari gelagat aneh Karin kemudian menyenggol lengan gadis di sebelahnya itu pelan, ucapnya sedikit berbisik dengan mendekatkan mulutnya pada telinga Karin.
Karin yang kaget langsung menoleh ke arah Akas. Ia menggeleng kuat, tidak apa-apa, walaupun sebenarnya ia sedang mati-matian menahan perasaan yang begitu mengganjal. Hal itu terlihat jelas dari wajahnya yang terlihat lebih pucat dari biasanya, jemarinya bergemetaran. Setelah memastikan itu, kemudian Akas kembali melihat ke Dokter Saras yang bingung akan mereka.
"Ada sesuatu?" tanya Dokter Saras, sedikit menaikkan sebelah alisnya, curiga.
"Nggak ada," jawab Akas singkat.
"Tidak perlu takut. Tanah rumah ini bekas pemakaman. Jadi, wajar saja kalau kamu merasakan hal-hal yang aneh," ucap Dokter Saras santai. Tapi, lain halnya yang dirasakan oleh Karin. Tanah ini bukan bekas pemakaman! Melainkan...,"Lanjut?"
"Ada sesuatu sebenarnya." Akas mulai mengalihkan ke pembicaraan yang lebih serius. Sedari tadi sebenarnya Akas sama sekali belum membicarakan hal penting apapun dengan Dokter Saras. Ia hanya mendengarkan basa-basi Dokter Saras tentang bagaimana senangnya wanita itu bertemu Akas kembali, walaupun hal yang sama tidak terlalu dirasakan Akas.
"Biar saya tebak, apakah perihal Clara? Maaf, Akas. Sudah jelas bukan, Clara sudah meninggal."
"Bukan." Akas menaikkan nada bicaranya. Ekspresinya berubah keruh. Tidak suka mendengar Dokter Saras mengatakan nama itu.
"Baiklah, kalau begitu apa?" Dokter Saras membenarkan posisi duduknya ke yang lebih nyaman. Sementara matanya terus fokus pada Akas, penasaran kira-kira apa yang ingin Akas bicarakan dengannya.
"Ini tentang Gerri."
"Gerri, ya." Dokter Saras terkekeh singkat. "Ternyata kamu sudah ingat kembali tentang anak itu."
Akas tercengang. "Maksud Anda?"
Dokter Saras tidak menjawab. Akas pun menghela nafasnya panjang. Lalu kembali bertanya.
"Dimana Gerri?" Akas bertanya langsung ke intinya, bak detektif yang sedang menginterogasi. Padahal memang kenyataannya Akas tidak suka berbasa-basi, karena menurutnya hal itu buang-buang waktu.
"Ehm." Dokter Saras membenarkan letak kacamata minusnya yang sama sekali tidak melorot. Sedari tadi ia terus saja melakukan hal-hal yang tidak perlu. Tampaknya, Dokter Saras sedang mengulur waktu untuk mencari jawaban yang tepat. Jelas pasti ia menyembunyikan sesuatu.
Karin mengalihkan pandangannya dari Dokter Saras buru-buru. Matanya baru saja menangkap sosok gadis bergaun biru langit tadi dengan rongga mata yang kosong masih berdiri mematung di belakang Dokter Saras. Sudah cukup, Karin mulai takut.
"Ia diadopsi," jawab Dokter Saras singkat setelah terjeda selama beberapa saat.
"Bukan jawaban seperti itu yang ingin saya dengar." Akas menekankan setiap kata yang diucapkannya.
"Lalu?" Dokter Saras kembali menggerakkan beberapa bagian tubuhnya, reaksi kalau ia benar-benar tidak nyaman dengan pembicaraannya bersama Akas kali ini. Tentu saja, karena kalau keceplosan sedikit saja, semua rahasia Dokter Saras akan terbongkar.
"Cukup berbohongnya. Anda pikir saya nggak tahu?"
"Baiklah Akas, saya tidak akan berbohong. Langsung saja lagi, kenapa kamu bertanya soal Gerri?"
"Saya ingin tahu dimana Gerri."
"Untuk apa? Apa pedulinya kamu dengan Gerri?"
"Saya rasa, sudah waktunya bagi Anda untuk mengakuinya."
"Apa maksud kamu?"
"Anda nggak perlu menyembunyikan apapun lagi. Saya sudah mengingat semuanya."
"Semuanya katamu? Jangan mencoba mempermainkan saya."
Akas menyunggingkan sudut bibirnya, membuat senyum miring. "Pembunuh."
"Apa? Jaga bicara kamu, ya!"
"Anda pembunuh."
"Jangan menuduh saya yang bukan-bukan."
"Saya sudah mengingatnya. Sekarang saya sudah ingat masa lalu di panti itu."
"Kamu hanya asal bicara!"
"Jangan menyangkal. Anda adalah pembunuh."
"Cukup! Saya nggak takut dengan ucapan kamu!"
"Lebih baik Anda katakan dimana Gerri!" Akas menaikkan nada suaranya lebih lantang daripada Dokter Saras. Dokter Saras menautkan alisnya marah. Sementara Akas terus mendesaknya.
"Sekali lagi, dimana Anda menyembunyikan Gerri?" Akas mengulang kalimatnya.
Karin yang merasakan ada hal aneh yang terjadi pada Akas segera menoleh. Didapatinya gadis kecil bergaun biru langit yang tadi berdiri di belakang Dokter Saras sudah tidak berada di tempatnya lagi, tapi kini ia malah berada di samping Akas seraya berbisik. Sepertinya gadis kecil bergaun biru langit itu telah memberi tahu Akas sesuatu.
Segera Karin kembali memalingkan wajahnya. Sedangkan wajah Akas masih kaku. Dirinya benar-benar dikendalikan oleh hantu gadis kecil tadi.
"Saya tidak tahu."
"Bohong."
"Saya tidak bohong. Saya memang tidak tahu dimana Gerri."
"Berhenti menutup-nutupinya."
"Tidak. Untuk apa saya menutup-nutupi keberadaan Gerri? Saya sudah mendapatkan semua darinya."
"Tapi, pasti ada yang Anda ketahui tentang keberadaan Gerri, kan?"
"Saya tidak tahu dan saya juga tidak peduli lagi dengan keberadaannya."
"Tapi, dia anak asuh Anda!"
"Memang. Toh, bukan urusan saya lagi. Ia sudah keluar dari panti dan saya tidak punya tanggungjawab lagi untuk mengurusi hidupnya."
"Anda pasti tahu keberadaannya. Anda telah memisahkan kami."
Dokter Saras tidak kunjung menjawab pertanyaan Akas. Ia malah tertawa mengejek sambil tersenyum miring. "Saya rasa peliharaanmu itu telah memberitahu kamu banyak hal, ya." Dokter Saras menatap lurus ke tempat dimana si gadis kecil bergaun biru langit berada. Apakah ia juga bisa merasakan keberadaannya selain Karin?
Mendengar ucapan Dokter Saras perihal sosok itu, Akas menjadi meradang.
"Anda telah membunuh Clara."
KAMU SEDANG MEMBACA
KELANA
Horror[COMPLETED] Gadis itu berkalung permata, dengan sebuah kunci kecil berhiaskan berlian hijau menggantung sebagai bandulnya. Kalung itu membuka gerbang ke dunia lain. "Selamat datang." Diwangka Akasa. Dirinya tidak menyadari, jika kedatangannya ke seb...