15. Perjanjian Iblis

45 6 2
                                    

Kokokan ayam di malam hari membuat siapapun takut mendengarnya. Hal itu selalu menjadi pertanda tidak baik. Konon, itu adalah pertanda kematian. Memang sudah diketahui bahwa mata ayam mampu melihat benda di luar jangkauan pengelihatan manusia, termasuk melihat makhluk halus. Jadi, tak ayal ayam akan berkokok di malam hari ketika melihatnya.

Hari ini Sabtu malam. Menurut pasaran Jawa, sekarang adalah Sabtu Kliwon. Dipercaya orang yang meninggal pada hari na'as yakni Sabtu atau Selasa pasti akan meminta orang lain untuk menemaninya meninggal. Sebuah kepercayaan yang rumit memang. Tapi, hal itu sering terjadi.

Rumah Dokter Irwan lumayan jauh dari tengah desa. Katanya tanah itu semula milik Pak Kades yang kemudian diberikan kepada Dokter Irwan karena jasanya yang telah menyembuhkan putra sulungnya yang sakit DBD.

Kini tanah yang semula akan dibuat persawahan itu diberikan secara cuma-cuma. Bahkan pajak per tahun atas tanah itu Dokter Irwan tidak perlu membayar. Itulah alasan mengapa Dokter Irwan benar-benar mengabdi kepada desa itu, salah satunya karena kebaikan Pak Kades.

Rumahnya sederhana, terbuat dari kayu jati yang masih baru. Tidak ada pagar khusus yang mengelilingi rumah dengan tanah seluas kurang lebih 50 meter persegi itu. Di samping rumah banyak polybag sayuran dan tanaman obat. Ada juga pohon mangga besar yang rimbun daunnya namun tak berbuah.

Dari kejauhan tampak lampu putih menerangi teras rumah. Di sana ada meja kayu dan kursi panjang. Biasanya untuk menerima tamu atau tetangga yang ingin mengobrol santai.

Dokter Irwan memandu Akas berjalan menuju rumahnya. Ia membukakan pintu lalu menyuruh Akas masuk. Dengan pelan, Dokter Irwan menutup pintu kemudian menguncinya.

"Saya buatin kamu teh hangat dulu, ya." Dokter Irwan segera beranjak menuju dapur tanpa mendengar lebih dulu jawaban dari Akas. Akas lalu memilih untuk duduk di kursi kayu yang ada di ruang tamu Dokter Irwan.

Ia melihat ke sekeliling ruang tamu Dokter Irwan. Tidak ada yang menarik. Hanya ruangan dengan kursi kayu dan meja kayu panjang yang tampak paling menonjol. Juga tidak ada hiasan dinding atau furnitur apapun yang menghiasi. Kelihatannya Dokter Irwan adalah tipe orang yang sederhana.

Tidak lama, Dokter Irwan datang dengan dua gelas teh hangat di atas nampan yang dibawanya. Dokter Irwan lalu menyuruh Akas meminumnya sembari menunggu ia mandi. Selama beberapa saat, Akas hanya melamun sambil menunggu dokter itu. Baginya pembicaraan tadi belum memuaskan rasa penasarannya. Akas ingin bertanya lebih lanjut.

Dokter Irwan duduk di kursi di depan Akas. Pakaiannya sudah berganti menjadi kaos biru lengan pendek dan celana santai. Kacamata minusnya pun juga sudah dilepasnya. Sementara rambutnya yang masih setengah basah ia sisir rapi ke samping kiri.

"Kamu sama sekali belum minum tehnya, ya? Ngapain aja dari tadi?" tanya Dokter Irwan sembari menyeruput tehnya sendiri. Akas lalu langsung meminum tehnya sekali tegukan habis, membuat Dokter Irwan terkekeh melihatnya.

"Jenazah Rendra sama Riris gimana, ya? Saat kita pulang Pak Kades belum datang ke puskesmas," tanya Akas kemudian.

"Mungkin Pak Kades belum sempat. Tenang saja, pasti besok sudah diurus kok jenazah kedua teman kamu itu."

"Omong-omong tadi aku nggak lihat Karin."

"Oh, Karin, ya. Sebelum kamu sadar, ia sudah sadar duluan. Karena ia bilang sudah enakan jadi saya ijinkan pulang."

"Masih hidup ya ternyata."

"Apa segitu nggak sukanya kamu sama Karin?"

"Gara-gara aku mencari tahu tentang sesuatu yang dikatakannya, membuat kami mendapatkan masalah ini."

KELANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang